Membicarakan nama tempat Rawang didalam perjalanan politik (roadshow) merupakan cerita yang sering dtuturkan ditengah masyarakat Merangin.
Sebagaimana telah disampaikan sebelumya, Hubungan kekerabatan antara Kerinci dengan masyarakat Merangin dikenal sebagai ikatan “kerinci tinggi. Kerinci rendah”.
Menghubungkan antara “kerinci tinggi. Kerinci rendah” dapat dihubungkan dengan seloko “Luhak XVI”. Muchtar Agus Cholif lebih tepat menyebutkan “Luak”.
Luak artinya kurang, usak dan tidak cukup lagi. Sehingga Luak atau Luhak diartikan kurang dari XVI. XVI Yang dimaksudkan adalah Marga.
Sehingga kurang dari XVI, maka yang luak diluar XVI.
Ada juga menyebutkan Induk Enam Anak Sepuluh.
Yang dimaksudkan dengan Enam belas terdiri dari 1. Serampas, 2. Sungai Tenang, 3. Peratin Tuo, 4. Senggrahan, 5, Tiang Pumpung, 6. Renah Pembarap, 7. Pulau Sangkar, 8. Temiai, 9. Pengasi, 10. Hamparan Tanah Rawang, 11. Koto Teluk Hamparan Tanah Rawang, 12. Koto Dian Hamparan Tanah Rawang, Koto Tuo Semurup, 13. Semurup, 14. Seleman, 15. Penwar, 16. Hampar di Hiang.
Luak XVI yang dimaksud Margo Serampas, Margo Sungai Tenang, Margo Peratin Tuo, Margo Senggrahan, Margo Tiang Pumpung, Margo Renah pembarap. Dikenal terletak di Kabupaten Merangin
X Marga yang kemudian dikenal sebagai Kerinci Tinggi. Sedangkan yang enam kemudian dikenal sebagai Kerinci rendah.
Rawang yang kemudian dikenal Hamparan tanah Rawang, dan Koto Teluk hamparan tanah rawang kemudian dikenal Kerinci rendah.
Sedangkan Marga yang terletak di Kabupaten Merangin kemudian dikenal sebagai kerinci rendah.
Dengan melihat ikrar Kerinci Tinggi dan kerinci Rendah dalam hubungan kekerabatan Luhak XVI atau LUAK XVI maka hubungan kekerabatan antara Marga di Merangin dengan Rawang ataupun Hamparan Rawang begitu kental
Sehingga tidak salah kemudian Al Haris mengunjungi Pulau Sangkar, Jujun, Lempur, Rawang adalah mengunjungi sanak keluarga besarnya.
Sehingga kedatangan Al Haris bukan sekedar roadshow semata. Tapi kembali ke kampung keluarga besarnya.
Pencarian terkait : opini musri nauli, musri nauli, hukum adat, jambi