27 November 2020

Utra petita





Pada prinsipnya, Hakim tidak boleh mengabulkan melebihi dari apa yang diminta para penggugat. Prinsip ini kemudian dikenal Utra petita. 


Sebagai prinsip, ultra petita tidak dibenarkan. Selain akan merugikan tergugat, prinsipnya ini juga melambangkan prinsip hukum acara Perdata. 


Didalam hukum acara perdata, hakim bersifat pasif. Hakim tidak dibenarkan untuk mengabulkan melebihi apa yang diminta oleh penggugat. 


Prinsip ini sudah sering ditegaskan didalam berbagai putusan hakim (Yurisprudensi). Sebagai yurisprudensi yang sering disampaikan oleh Mahkamah Agung, maka yurisprudensi kemudian mengikat kepada hakim maupun para pencari keadilan. 


Prinsip ultra petita juga menjadi dasar bagi tergugat untuk melaksanakan putusan hakim. Dan agar pihak tergugat walaupun dikalahkan oleh putusan hakim namun tergugat tidak dibebani kewajiban untuk melaksanakan putusan melebihi dari kewajibannya. 


Walaupun ada beberapa putusan hakim yang pernah mengabulkan melebihi apa yang diminta oleh penggugat (ultra petita) misalnya didalam kasus tanah di Irian tahun 1990-an. 


Pertimbangan hakim mengabulkan putusan melebihi dari yang diminta (utra petita),  disebabkan ketika gugatan dimasukkan,  kemudian diputuskan didalam putusan akhir (Putusan tingkat kasasi) nilai kerugiannya tidak sesuai dengan konteks disaat gugatan dimasukkan. 


Sehingga hakim tingkat akhir (tingkat kasasi), nilai kerugian harus disesuaikan dengan keadaan putusan akhir. Sehingga nilai kerugian kemudian disesuaikan. Sehingga nilai kerugian kemudian lebih besar daripada diminta para penggugat. 


Namun pada prinsipnya, ultra petita begitu ketat didalam hukum acara perdata. Sehingga tidak mudah dan sembarangan hakim d tingkat akhir memutuskan untuk mengabulkan melebihi apa yang diminta oleh penggugat. 


Diperlukan keadaan luarbiasa dan pertimbangan yang ketat dan dalam untuk mengabulkan utra petita. 



Advokat. Tinggal di Jambi