04 Desember 2020

opini musri nauli : Cerita di Pagi Hari


 

Ketika ditunjuk sebagai Direktur Media Publikasi dan Opini Tim Pemenangan Al Haris-Sani, sebagian kalangan masih belum mengerti. Mengapa sebagai advokat kemudian ditunjuk sebagai “pimpinan” dari Media publikasi yang menentukan irama dan arah pemberitaan mengenai kandidat. 


Jangankan sebagian kalangan. Saya juga tidak mengerti mengapa ditunjuk terhadap pekerjaan yang jauh dari kehidupan saya sehari-hari. 


Berinteraksi dan bergaul dengan teman-teman jurnalis sudah lama terbangun. Entah Cuma sekedar kongkow-kongkow. Atau sering mengisi kolom opini. 


Ketidakpercayaan saya kemudian saya teruskan. Semula saya mengabaikan tentang mengurusi media publikasi kampanye kandidat. Sebagai praktisi hukum, saya malah beberapa kali ikut rapat dengan tim advokasi Tim Pemenangan. 


Namun ketika diumumkan – kebetulan saya masih di luar Jambi, seketika media massa kemudian heboh. Mengabarkan saya sebagai Direktur Media Publikasi dan Opini Tim Pemenangan. 


Kehebohan kemudian berlanjut setelah pelantikan. Banyak yang menghubungi. Entah meyakini dan bertanya. Entah juga tidak percaya. Tapi sudahlah. Cerita kemarin adalah sejarah. Cerita esok adalah mimpi. 


Pelan-pelan kemudian saya mulai mengenal media massa. Baik cetak, televisi, radio dan media online. Khusus untuk cetak, televisi, radio sengaja tidak saya ulas. Tapi saya kemudian tertarik untuk bercerita mengenai media online. 


Dalam sebuah kesempatan, teman saya berbisik. Kedepan, anak-anak muda tidak mengenal lagi media cetak. Dia tidak mengerti lagi tentang oplah, headline, kejar tayang ataupun jam tayang. 


Mereka mengenal dunia dalam genggaman. Mereka hanya bermodal “klik”, maka seluruh informasi dalam genggaman. 


Lihatlah bagaimana google dan youtube menjadi raja dunia. Mengalahkan The Washington Post ataupun Times. 


Sebagai raja media, The Washington Post dan Times pun merambah ke dunia digital. Mereka malah berkonsentrasi ke media online. 


Anak-anak muda yang menurut BPS adalah usia produktif. 10-20 tahun yang akan datang merekalah yang menguasai dunia. 


Dunia kemudian berubah. Dunia kemudian tidak menunggu mereka yang sibuk bermimpi dan terus berpangku tangan. 



Anak-anakku sudah mengenal gadget sejak kecil. Mereka hampir praktis tidak pernah membaca koran. Selain koran langgananku yang sudah lama tidak kuhentikan. 


Mereka membaca seluruh informasi dari gadget. 


Bahkan mereka sudah lama tidak pegang uang. Kalaupun ada, Cuma sekedar membeli bakso. 


Hampir seluruh kehidupan, mereka sudah menggunakan aplikasi. Entah menerima gaji dari kantor, membeli barang ataupun Cuma sekedar memesan makanan atau tiket bioskop untuk adiknya. 


Pokoknya dunia dalam genggaman seperti yang dibisikkan temanku.


Kembali ke urusan media online. Berkumpul, cawe-cawe dengan teman-teman kemudian banyak mengajarkan saya. Bagaimana media online diurus, bagaimana media online harus bersaing ditengah ketatnya industri media. 


Mereka menjaga rating. Mereka terus mengawal pemberitaan. 


Pelan-pelan kemudian saya mulai mengenal rangking. Sistem rangking yang sering disebutkan “Alexa”. 


Saya semakin manggut-manggut. 


Namun ditengah kesibukan mereka didepan laptop, hampir mengikuti rangking Alexa yang disampaikan jumat sore, pelan-pelan saya kemudian tertarik. Mulai belajar untuk memahami dunia media online. 


Pelan-pelan saya kemudian mengenal “keyword”. Mulai mengenal “spam”. Mulai mengenal “site link”. 


Dengan modal blog yang sudah lama saya punya, saya mulai “dandani”. Mulai perbaiki “keyword”. Mulai membuat highlight tulisan. Mulai merapikan sistem pengiriman. Termasuk juga mulai memperbaiki sistem yang kemudian dibaca google. 


Ditengah saya belajar, sang teman terus berbisik. Karena blog adalah milik google, kata-kata yang sering saya tuliskan akan dipatri oleh google. Apalagi blog saya sudah cukup lama. Seingat saya, saya mempunyai blog sejak 2008. Dengan rutinitas menulis yang bisa mencapai 150-160 tulisan setiap tahun. Atau 3 hari sekali kemudian menulis. 


Saya menjadi semangat. Pelan-pelan kemudian. Blog yang semula belum masuk rangking alexa yang dikenal “no data” kemudian sejak awal oktober mulai masuk 37 ribu rangking nasional. Terus naik 32 ribu, 28 ribu, 24 ribu, 18 ribu, 15 ribu. 


Sejak November setelah berbagai perbaikan data, memperkuat kata-kata kunci, memperbaiki Teknik penulis, memberikan kesempatan kepada google untuk follow, akhirnya kemudian akhir November tembus 10 ribu. Terus merangkak naik hingga 8 ribu dan 7 ribu. 


Sekarang dengan rangking alexa angka 6 ribu merupakan sebuah mimpi. Sebuah capaian yang mungkin awal September sama sekali tidak terpikirkan. 


Cerita yang saya sampaikan adalah sekedar cerita mengusir kejenuhan. Setelah pemberitaan pilkada yang menjadi tanggung jawab saya,  berinteraksi dan menjadi bagian dari tim media publikasi adalah “kemewahan”. 


Sebuah “kemewahan” yang mungkin tidak setiap orang dapat merasakan. 


Terima kasih Tim Media Publikasi Al Haris. 


Terima kasih telah menjadi bagian dari Tim Pemenangan. 



Opini Musri Nauli, Musri Nauli, jambi dalam hukum, Hukum adat jambi, jambi, sejarah Hukum adat jambi, politik jambi,