14 Januari 2021

opini musri nauli : Hukuman di Indonesia

Akhir-akhir ini, media internasional mengabarkan Pengadilan Turki menghukum Harun Yahya selam 1075 penjara. Harun Yahya terlibat kasus asusila. 


Selain itu diadili karena tuduhan seperti mendirikan organisasi criminal, menjadi mata-mata politik/militer, melakukan pelecehan seksual dibawah umum, terlibat penyiksaan, perampasan kemerdekaan, pencurian data pribadi, pengancaman dan membantu organisasi teroris. 


Harun Yahya menjadi popular ketika dia dianggap sebagai pemikir Islam. Bahkan tidak tanggung-tanggung. Dia dianggap tokoh pioneer dan intelektual Islam dalam teori evolusi. 


Dalam berbagai sumber disebutkan, Adnan Hoca atau Adnan Oktar yang kemudian dikenal Harun Yahya adalah seorang penulis. Dia penentang teori Evolusi yang kemudian menjadi rujukan berbagai kalangan. 


Karyanya yang kemudian fenomental adalah Atlas of Creation. Buku yang berisikan bantahan atas teori Charles Darwin dengan mengutip dasar teks agama. 


Namun bukan karya yang fenomenal yang kemudian mengurungnya ke penjara. Namun kasus asusila yang membuat hingga dipenjara ribuan tahun. 


Yang unik adalah masa hukuman. Dalam sistem hukum Turki yang mencantumkan masa hukuman hingga ribuan tahun sebagai penghukuman terhadap berbagai kejahatan dilakukan, mengapa hukuman di Indonesia tidak mengenal masa hukuman hingga ratusan tahun hingga ribuan tahun ? 


Berbeda dengan sistem hukum di Turki yang mengenal ratusan hingga ribuan tahun yang kemudian dikenal sebagai akumulasi berbagai hukuman terhadap kejahatan, di Indonesia hanya mengenal sistem penghukuman yang berbeda. 


Sebagaimana diatur didalam KUHP (kitab undang-undang Hukum Pidana – Kitab rujukan yang masih berlaku hingga sekarang), Pasal 10 KUHP menerangkan tentang pidana pokok. Yakni Pidana mati, penjara (Seumur hidup dan penjara 20 tahun dan waktu tertentu) dan pidana kurungan. 


Didalam pasal 12 ayat (1) KUHP diterangkan yang dimaksudkan dengan pidana penjara yaitu pidana penjara seumur hidup dan waktu tertentu. 


Sedangkan pasal 12 ayat (2) KUHP menerangkan pidana penjara selama waktu tertentu yakni paling lama satu hari dan paling lama 15 tahun. 


Sedangkan waktu untuk pidana kurungan adalah satu hari hingga setahun (Pasal 18 ayat (1) KUHP). 


Lalu bagaimana apabila adanya terjadinya berbagai tindak pidana. Apakah Indonesia kemudian menggunakan sistem yang digunakan oleh Turki. Yang menggunakan kumulatif hukuman dari masing-masing hukuman tindak pidana. Sehingga dapat mencapai ratusan ataupun ribuan tahun ? 


Didalam KUHP setelah kita memahami pasal 10 KUHP tentang urutan dari pidana pokok, maka menurut teori pemidanaan terhadap gabungan tindak pidana (concursus) yang dikenal didalam sistem hukum di Indonesia maka dapat merujuk kepada Pasal 69 KUHP. 


Apabila melihat tindak pidana yang dilakukan termasuk juga berbagai tindak pidana yang dilakukan baik tindak pidana dalam satu rumpun maupun berbagai tindak pidana yang berbeda maka dapat dilihat didalam pasal 69 KUHP. 


Didalam ajaran pemidanaan, maka hakim setelah terbuktinya berbagai tindak pidana yang dituduhkan termasuk melihat ancaman hukumannya, maka hakim dapat melihat pasal 69 ayat (2) KUHP. 


Didalam pasal 69 ayat (2) KUHP diterangkan, apabila adanya beberapa pidana pokok, maka untuk menjatuhkan pidana dapat menggunakan pidana yang terberat. 


Misalnya terbukti pembunuhan berencana yang ancamannya hukum mati sebagaimana diatur didalam pasal 340 KUHP, maka Hakim dapat menjatuhkan pidana mati. 


Atau terhadap kejahatan pokok yang kemudian dapat dijatuhi penjara seumur hidup atau penjara 20 tahun penjara, maka hakim dapat menjatuhkan penjara seumur hidup atau penjara 20 tahun penjara. 


Lalu bagaimana apabila terhadap pidana pokok yang tidak menjatuhkan pidana mati atau seumur hidup atau 20 tahun penjara ? 


Lalu bagaimana terhadap berbagai tindak pidana yang dipersalahkan kepada terdakwa ? 


Hakim dapat menggunakan berbagai mekanisme penjatuhan pidana penjara. 


Apabila terjadinya tindak pidana namun dalam berbagai tempat maka dapat menggunakan mekanisme pasal 65 ayat (1) KUHP. 


Dengan demikian maka hanya dijatuhkan pidana pokok yang terberat saja. 


Lalu bagaimana apabila adanya beberapa tindak pidana yang berbeda yang kemudian dapat dijatuhkan kepada terdakwa ? 


Hakim dapat melihat masa pidana masing-masing tindak pidana yang berbeda. Setelah dilihat ancaman tertingginya, maka hakim cukup menjatuhkan dengan pidana tertingginya. Misalnya hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau hukumam 20 tahun penjara atau 15 tahun penjara. 


Namun hakim dapat menjatuhkan akumulasi ancaman hukumannya yang kemudian ditambah sepertiga dari total masa hukumannya. 


Namun pasal 65 ayat (2) KUHP cukup membatasi. Akumulasi hukuman dari masing-masing tindak pidana yang kemudian ditambah sepertiga maka tidak boleh melebihi pidana penjara 20 tahun. Hakim cukup langsung menjatuhkan pidana 20 tahun. 


Nah, apabila Harun Yahya kemudian diadili karena tuduhan seperti mendirikan organisasi criminal, menjadi mata-mata politik/militer, melakukan pelecehan seksual dibawah umum, terlibat penyiksaan, perampasan kemerdekaan, pencurian data pribadi, pengancaman dan membantu organisasi teroris maka dipastikan Harun Yahya kemudian dapat dikategorikan melakukan berbagai tindak pidana. 


Apabila dilihat didalam regulasi hukum di Indonesia, maka Harun Yahya dapat dihukum dengan pidana mati atau seumur hidup. Bahkan paling maksimal sekalipun, Harun Yahya dijatuhi pidana paling maksimal 20 tahun.