15 Maret 2021

opini musri nauli : Zabag atau Sabak



Ketika seseorang nitezen memposting “Zabag” dengan kemudian menempatkan di daerah Sabak (Tanjung Jabung Timur, 46 km arah Timur Kota Jambi), saya kemudian ingin urun rembug. Sekedar menambah cerita. 


Menempatkan “Zabag”  yang terletak di Muara Sabak merupakan sebuah perumpaan yang pelik. Bambang Budi Utomo didalam bukunya “Pengaruh Kebudayaan India dalam Bentuk Arca di Sumatera” dengan jelas menerangkan. Sebagaimana berita Arab yang ditulis Ibn Rosteh (903 M) dan Abu Zayd (916 M) menyebutkan “Sribuza” sebagai jalur-jalur perdagangan oleh pelaut/Saudagar Arab dari Oman ke Kalah (Kedah). Pelayaran selanjutnya dilakukan oleh Pelaut/saudagar Melayu. Salah seorang Saudagar Arab yang bernama Ibn Hordadhe berkunjung ke Sriwijaya tahun 844 – 848 m. Sedangkan pada zaman Kekhalifan Muawiyah disebutkan negeri “Zabag” sebagai bandar lada tersebesar di Sumatera Bagian Selatan. Sedangkan Sejarah Dinasti Tang disebutkan adanya utusan “Mo-lo-yeu tahun 644-645 m. 


Bambang Budi Utomo kemudian menempatkan “Zabag” yang terletak di Muara Sabak, muara Sungai Batanghari. 


Disebut Raja Zabag sebagai “Maharaja” dengan kekuasaannya di pulau-pulau TImur Sumatera. Sebagai pemasok utama kapur barus, Cengkeh, kayu cendana dan pala. Saudagar Arab seperti Sulayman juga berkunjung tahun 851 dan Ibn Al Fakih yang berkunjung tahun 902. 


Kekayaan dan hasil negeri Maharaja Zabag melebihi kekayaan Maharaja India. Setiap hari Maharaja Zabag melemparkan segumpal emas ke kolam didekat istananya. 


Selain itu ahli geografi Arab seperti Mas’udi juga berkunjung ke Muara  Zabag tahun 955 m. Dengan fasih Mas’udi menguasai  banyak pulau, rakyat dan tentaranya sangat kuat yang dikuasai oleh Maharaja Zabag. 


Kekuasaan Maharaja Sriwijaya mulai dari Indonesia bagian barat, Tanah Semenanjung Malaysia sampai Laut Tiongkok Selatan. Menguasai jalur perdagangan yang didatangi oleh Arab, Persia, India dan Tiongkok di Selat Melaka, Tanah Genting Kra, Selat Sunda dan Selat Karimata. Akhir abad 7 Sriwijaya telah menguasai kawasan selatan Asia Tenggara dan kawasan Selat Melaka. Akhir Abad 8 kemudian menguasai Sumatera dan Tanah Semenanjung. 


Dalam sejarah Dinasti Ming dikatakan “San-bo-tsai kemudian ditaklukan oleh Majapahit. Berita Tiongkok juga mencatat adanya utusan dari Sriwijaya yang datang ke Tiongkok yaitu “Se-li-tieh-hwa tahun 1028 m. 


Sebelum kemaharajaan Sriwijaya dikenal juga kerajaan Malayu Jambi. Jejaknya masih bisa ditemukan di Muara Sabak, Koto Kandis, Pertemuan sungai Batanghari dan Sungai Kumpeh seperti Ujung plancu, Suakkandis, Sematang Pundung, Muara Jambi dan Solok Sipin. Mengutip data-data arkeologi seperti situs Kotokandis, Situs Suakkandis, Situs Muara Jambi dan berita Tiongkok “Ling – Piao – Lu- I dan Kita Sejarah Dinasti Song, Kerajaan Melayu sebelum Sriwijaya terletak di Kota Jambi. 


Bahkan sebelum kerajaan Melayu Kuno juga dikenal Kerajaan Kantoli. Walker didalam bukunya “The Fall of Sriwijaya” Kantoli berpusat di Kuala Tungkal. Rajanya seperti Varanarendra, Gautama Subhadra dan Pyravarman Vinyavarman. Hasil utamanya damar, rotan, kayu, kapur barus dan gading gajah. 


Cerita tentang Pantai Timur Jambi juga diceritakan oleh John Anderson didalam bukunya  “Mission to the East Coast Of Sumatra”. 


Dengan panjang lebar menerangkan tentang Kerajaan Jambi, perjalanan dan rute dari Jambi ke berbagai daerah seperti Kwalla Saddoo (Kuala Sadu), Kwalla Nior (Kuala Niur). Atau Desa-desa di seberang Jambi seperti Koonangan (Kunangan), Talandooka (Talang Duku), Muara Jambi, Kampong Mooda, Sungei Bulu (Sungai Buluh), Ookam (Rukam), Bali Mata (Manis Mata), Lindrong (Londrang). 


Sedangkan dari Kota Jambi ke Sungei Tijuan (Sungai Pijoan) selama 1 hari, Tompeno (Tempino) selama 2 hari, Punerokau (Penerokan) selama 4 hari, Sungei Lalang selama 5 hari, Bunuossin (Banyuasin) selama 6 hari dan Benteng. 


Sungai yang dapat dilalui dihuni penduduk dan navigasi dapat membantu perjalanan. 


Dengan perjalanan panjang baik 15 hari hngga 30 tergantung dari perahu, maka perjalanan ke Tanjong (Desa Tanjung di Kecamatan Kumpeh Ilir) membutuhkan waktu hingga 10 hari.


Melengkapi catatan John Anderson maka pada tahun 1823, penduduk di Pantai Timur sudah beragama Islam yang ditandai dengan kalimat “rajin beribadah” dan “pintar berdagang”.


Dengan bersandarkan kepada paparan dari Bambang Budi Utomo yang menyebutkan “Zabag” yang terletak di Muara Sabak maka harus digali berbagai artefak untuk mendukungnya. 


Namun meletakkan Zabag yang terletak di Muara Sabak dan kemudian melihat letak Kerajaan Melayu Jambi, Kerajaan Melayu Kuno atau cikal bakal Sriwijaya yang terletak di Muara Jambi maka diperlukan waktu yang panjang untuk membuktikannya. 


Apalagi berbagai dokumen atau jurnal I-tsing menyebutkan “letak Kerajaan Besar” justru terletak di Muara Jambi maka diperlukan waktu panjang untuk mengungkapkanya.. 


Baca Marga Sabak