Menyebutkan nama bulian tidak dapat terlepas dari nama Kayu. Kayu bulian adalah jenis pohon asli Indonesia (indigenous tree species) yang digolongkan ke dalam suku Lauraceae.
Memiliki tinggi pohon umumnya 30,35 m, diameter setinggi dada (dbh) 60-120 cm. Batang lurus berbanir, tajuk berbentuk bulat dan rapat serta memiliki percabangan yang mendatar. Terkuat dari habitat asli, sangat tahan lama dan tahan rayap.
(Lihat Yusliansyah dkk, Status Litbang Ulin).
Kayu bulian juga dikenal kayu ulin. Di Jambi sering juga disebut “Kayu besi”. Atau “pasak besi”.
Wilayah Muara Bulian dikenal sebagai muara sungai. Pertemuan Batang Tembesi dan Batanghari.
Disebut sebagai Muara Bulian karena dimuara yang merupakan pertemuan dua sungai besar yakni Sungai Batanghari dan Sungai Tembesi terdapat pohon bulian yang sangat banyak.
Sehingga dikenal sebagai “rimbo bulian”.
Sedangkan didalam tutur ditengah masyarakat Marga Pemayung Ulu, nama tempat muara bulian pangkal bulian.
Wilayah Muara Bulian yang disebut sebagai “pangkal bulian termasuk kedalam Marga Pemayung Ulu.
Berdasarkan peta Schetkaart Resindentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910 disebutkan Marga/batin yang berada di Kabupaten Batanghari terdiri dari Batin XXIV, Marga Maro Sebo Ulu, Marga Kembang Paseban, Marga Maro Sebo Tengah, Marga Maro Sebo Ilir, Marga Pemayung Ulu, Marga Pemayung Ilir dan Marga Mestong. Peta juga menyebutkan Batin 5 berpusat di Matagoal.
Semula pusat Kabupaten Batanghari Di Kenali Asam berdasarkan UU Nomor 12 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Sumatera Tengah.
Namun berdasarkan UU Nomor 81 tahun 1958, setelah Provinsi Jambi menjadi Provinsi yang terpisah dari Sumatera Tengah, maka pusat Pemerintahan kemudian berpindah ke Dusun Pijoan. Dan semakin dikukuhkan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1965.
Setelah itu kemudian berdasarkan UU UU Nomor 12 tahun 1979 Pusat kabupaten kemudian dipindahkan Ke Muara Bulian.
Muara Bulian kemudian dikenal sebagai pusat Pemerintahan Kabupaten Batanghari.