28 April 2021

opini musri nauli : Pantang Larang (1)


Ditengah masyarakat Melayu Jambi dikenal istilah “pantang larang”. Ada juga yang menyebutkan sebagai “larang pantang”. 


Pantang larang yang mengatur tentang daerah yang tidak boleh dibuka, pengaturan tentang hewan dan tumbuhan, mengatur tentang adab dan perilaku di hutan.  

Daerah-daerah yang tidak boleh tidak boleh dibuka atau diganggu (Pantang larang)

ini kemudian didalam seloko seperti “Teluk sakti. Rantau betuah, Gunung Bedewo”. 


Di beberapa tempat dikenal “Rimbo sunyi”, Rimbo Puyang/RImbo Keramat, rimbo bulian”, Rimbo batuah, Rimbo Berpenghulu, Rimbo Ganuh,  hutan keramat, hutan larangan, Hutan hantu pirau.


Ada juga penyebutan nama-nama tempat seperti hutan adat Rio Peniti, hutan adat
Pengulu Patwa, hutan adat Pengulu Sati, hutan adatRimbo Larangan, hutan adat Bhatin Batuah, hutan adat Paduka Rajo, hutan adat Datuk Menti Sati, hutan adat
Datuk Menti, hutan adat Imbo Pseko, hutan adat. 


Di Daerah Hilir Jambi kemudian dikenal “Payo”, “payo dalam”, Suak, Lopak, Lubuk, Danau, rongkat. 


Ada juga penyebutan seperti “Kepala Sauk” sebagai nama tempat yang terletak di hulu sungai. Kepala Sauk sering juga disebutkan sebagai “ulu sungai”. 


Ada juga tempat yang kemudian dikategorikan sebagai sialang pendulangan dan upak pendanauan. 


Di beberapa tempat dikenal daerah-daerah yang memang tidak boleh dibuka atau diganggu. Tempat-tempat ini kemudian dikenal sebagai Daerah resapan air yang kemudian sering ditetapkan sebagai kawasan Konservasi. 


Begitu pentingnya tempat-tempat yang digunakan sebagai Konservasi maka kemudian harus dilindungi.  Dan daerah ini kemudian sering disebut sebagai “pantang larang” atau “larang pantang. 



Advokat. Tinggal di Jambi