Tiba-tiba terdengar suara terompet dikejauhan di Seberang balairung Istana. Barisan para punggawa kerajaan menggunakan kuda kemudian memasuki istana.
Para Adipat, para punggawa kerajaan, Kerio, Carik bahkan hingga abdi Istana segera menyambut. Para tamu yang hendak mengabarkan peristiwa penting.
“Tuanku. Syahdan. Setelah hampir empat purnama. Kepingan Emas dari brangkas Istana telah dapat diketahui. Demikian, tuanku”, kata sang punggawa kemudian menyerahkan kepingan emas.
“Para punggawa. Siapakah gerangan punggawa kerajaan yang mencuri kepingan emas dari brangkas Istana”, kata sang adipati heran.
“Tuanku. Konon ada kabar angin yang berembus dibelakang Istana. Mengabarkan sang pencuri yang telah mencuri kepingan emas. Namun sang pencuri kemudian berhasil kabur dari rumahnya. Setelah para pasukan kerajaan kemudian mengepung persembunyian.
Untuk sementara hamba hantarkan kepingan emas. Sembari menunggu fajar yang akan berlalu, biarlah para pasukan Istana sejenak mengaso, tuanku”, kata sang punggawa membungkukkan badannya. Serasa pamit meninggal balairung istana.
“Baiklah, para punggawa. Istirahatlah terlebih dahulu. Kelak setelah capekmu hilang dan setelah mengaso, segeralah bergegas ke balairung Istana. Para adipati hendak mendengarkan kabar darimu”, kata sang adipati segera meninggalkan balairung istana.
“Baiklah, tuanku”, kata sang punggawa kerajaan.