17 Mei 2021

opini musri nauli : Nenek



Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata nenek diartikan sebagai sebutan dari cucu kepada orang tua ayah ibunya. Didalam penjelasannya, hubungan biologis diutamakan kepada nenek yang melahirkan ibu atau ayah. Sehingga Perempuan disebut nenek, Lelaki disebut kakek. 

Nenek juga sering dipadankan dengan “eyang” putri (nenek perempuan). Ada juga menyebutkan “ninik”. Mereka sering ditempatkan sebagai “pinisepuh”. 


Panggilan nenek juga disematkan kepada perempuan yang Sudah tua. “Se-nenek juga disematkan kepada “satu keturunan dari satu nenek”.  Dalam sistem matrilial” sistem ini menentukan pewarisan, status sosial dan berbagai hubungan sosial sehari-hari. 


Di Jambi biasa dikenal “Kalbu”, “guguk”, “Suku” sebagai padanan untuk Melihat hubungan kekerabatan satu nenek. 


“Nenek” kemudian sering juga disandingkan dengan kata “datuk” sebagai padanan hubungan sosial. Sehingga dalam interaksi sehari-hari, perumpamaan penyebutan “nenek” sering berhimpitan dengan kata “datuk”. 


Dalam panggilan sehari-hari (tutur ditengah masyarakat), Orang tua dari ayah/Ibu biasanya dipanggil “nenek” atau “datuk”. Ada juga menyebutkan “nektan (Nenek jantan) atau “nekno (nenek Betino/Nenek perempuan). Ada juga menyebutkan “Nenek” terhadap ibu daripada ayah/ibu. Sebagian ada yang menyebutkan “nyai”. Nyai tidak bisa dipadankan dengan panggilan “nyai” dari istri Kiai di Jawa. Nyai biasa dikenal sebagai perempuan tua desa yang tidak pernah ketinggalan Nyirih (makan sirih) didalam bilik rapat. Saudara Ibu/Bapak yang tertua biasa disebut “Gdeh” (Gede atau besar).


Di atas nenek/Datuk ada yang menyebutkan “Buyut”. Diatas buyut biasa disebut juga “puyang”. Puyang merupakan nenek yang dianggap sebagai keturunan utama yang mendiami dusun. Atau bisa juga disebutkan dengan “puyang” apabila urutan diatasnya yang tidak bisa diketahui oleh urutan keluarga diatasnya (tambo).


Agak berbeda istilah nenek didalam Kamus Besar bahasa Indonesia dengan urutan “ibu/bapak, nenek, moyang, buyut dan seterusnya. 


“Nenek moyang” sering dilekatkan kepada tutur diatas “puyang” yang Sudah tidak boleh disebutkan namanya. Baik karena kemuliaan maupun memang dianggap tabu menyebutkan/memanggil nama nenek moyang. 


Nenek sering juga dilekatkan “nenek mamak”. Walaupun sering juga disebutkan dengan dialek “ninik mamak”. 


Istilah nenenk sering disebutkan dalam struktur dan sejarah. Didalam sejarah yang disebut secara turun menurun sebelum menjadi desa Lubuk Beringin,  wilayah desa ini berada dalam wilayah Pesangggrahan yang di atur oleh Nenek Tigo Silo yang kemudian disebut dengan nama Tigo Pemangku Margo Pesanggrahan, mereka itu adalah Depati Surau Kembalo Hakim, Depati Manggalo, Depati Keramo. 


Ketiga pemangku Depati di  atas berada di dusun lubuk beringin dan desa kandang. Dan untuk Lubuk Birah pemangkunya adalh Depati Annggo, serta untuk Durian Rambun pemangkunya Adalah Depati Riyo Kemuyang.