Terdengar suara mememiki dibelakang Istana Astinapura. Terlihat para dayang-dayang berhamburan keluar dari pasebanan milik para punggawa.
Pengawal kerajaan segera bergegas ke pasebanan. Melihat peristiwa apa yang akan terjadi.
“Ada apa, para dayang-dayang Istana. Mengapa engkau keluar dari pasebanan. Suaramu yang memekik ditengah malam mengganggu konsentrasi para penghuni kerajaan”, tanya sang pengawal kerajaan.
“Wahai para pengawal kerajaan. Entah apa yang terjadi di dalam pasebanan. Suara terdengar memekik. Hamba khawatir nasib para putri didalam, tuanku.
“Segeralah bergegas”, Sambung sang putri.
“Baiklah. Hamba akan melihat didalam pasebanan”, kata sang pengawal kerajaan. Sembari membuka pintu pasebanan.
Tidak lama kemudian terdengar suara keras didalam. Pertempuran dan berbagai jurus ilmu kanuragaan. Bersahutan dengan kelewang dan keris sang pengawal kerajaan.
Hampir menjelang fajar menyingsing, kemudian suara pertempuran kemudian berhenti. Suasana pasebanan kembali sepi.
Dengan rasa penasaran, para punggawa lain segera memasuki pasebanan. Melihat peristiwa apa yang terjadi.
Disusul para adipati yang Sudah mendapatkan laporan telik sandi. Tentang keadaan di pasebanan.
Terlihat badan punggawa tersungkur. Dadanya penuh darah. Tikaman dan serangan dari pengawal kerajaan.
Sementara para pengawal kerajaan bersimbuh darah. Disudut pasebanan. Dengan tangan menghunus keris.
“Ada apa, pengawal kerajaan. Apa peristiwa yang terjadi ?”, tanya sang adipati heran.
“Hamba menemukan kepingan emas. Kepingan emas yang hendak dicuri, tuanku.
Hamba Sudah meminta kepada punggawa. Agar menyerahkan diri kepada adipati. Namun punggawa tidak mau. Bahkan mengeluarkan keris dari pasebanan”, kata sang pengawal kerajaan.
Wajah sang Adipati tercenung. Sama sekali tidak terbayang khianat dari sang punggawa.
Tatapan matanya kosong. Dengan Langkah gontai, dia kemudian meninggalkan pasebanan.
Kembali kedalam istana Astinapura.