01 Juni 2021

opini musri nauli : Negeri Astinapura - Gegar Gempita Istana Astinapura

 

Terdengar Langkah terburu-buru dari sang telik sandi. Mengabarkan peristiwa kepada Raja Astinapura. 

Daulat, tuanku. Hamba hendak mengabarkan kabar Penting. Semoga tuanku sudi mendengarkan kabar ini”, sembah sang telik sandi. Wajahnya bercucuran keringat. Nafasnya tersengal-sengal. Muka memerah. Terbakar matahari. 


“Ada apa, sang telik sandi”, tanya sang Raja Astinapura heran. 


“Daulat, tuanku. Pertandingan memanah di alun-alun Istana telah selesai dilaksanakan”, lapor sang telik sandi. 


“Terus ?”, tanya sang Raja Astinapura heran. 


“Menurut kabar angin, sang Adipati yang dikalahkan didepan alun-alun Istana tidak menerima hasil kekalahannya. Dia mengerahkan bala pasukan untuk membatalkan hasil pertandingan, tuanku”, lanjut sang telik sandi pelan. Suaranya hampir tidak terdengar. Terbayang murka Raja Astinapura. 


“Wahai sang telik sandi. Sikap ksatria adalah jiwa dari punggawa kerajaan. Melekat sebagai Adipati yang memimpin negeri didalam kerajaan Astinapura”, jawab sang Raja Astinapura pelan. Tidak nampak sekali kemarahannya. 


“Biarlah Rakyat Astinapura yang akan menilai. Apakah pantas sang adipati mengemban sebagai Punggawa kerajaan. Meninggalkan sikap ksatria”, lanjut sang Raja. 


“Kembalilah bertugas di kerumuman pasar. Tugasmu mencari pendekar untuk menaklukkan dedemit belum selesai engkau kerjakan”, titah sang Raja. 


“Daulat, tuanku. Hamba laksanakan titah, tuanku”, sembah sang Telik sandi . Sembari meninggalkan balairung Istana Astinapura.