07 Juli 2021

opini musri nauli : Bang Deddy Mawardi yang kukenal

 

Lagi-lagi belum selesai menarik nafas mendengarkan kabar Mbak Emmy Hafid dan Kak Caca, lagi-lagi mendapatkan kabar. Deddy Mawardi menyusul kemudian. 


Nama Deddy kukenal dari mas Budi Susilo. Korwil SBSI Lampung. Waktu itu kami sama-sama sebagai Pemimpin wilayah SBSI. Yang membawahi pengurus Cabang (DPC) SBSI. Mas Budi untuk Lampung dan saya untuk Jambi. 

Sebagai orang sama-sama di Lampung, mas Budi dan Bang Deddy kukenal sama-sama kuliah di Universitas Islam Indonesia. Di Yogyakarta. Salah satu kampus yang terkenal dengan “intelektualnya”. Banyak alumni yang kemudian memegang posisi puncak hingga kini. Prof. Mahfud salah satunya. Atau Artijo yang dikenal sebagai hakim angker di Mahkamah Agung. 


Sebagai kampus yang melahirkan pemikir Intelektual Tangguh, saya yang berasal dari kota Kecil di Sumatera, menjadikan kiblat pemikiran alumni UII. Sebagai “intisari” pemikiran kritis yang marak menjelang kejatuhan Soeharto. 


Interaksi rutin dengna mas Budi (baik pertemuan nasional) maupun Lampung sebagai tempat pematangan pengorganisasian Buruh di Panjang membuat saya sering ketemu dengan Bang Deddy. Direktur LBH Lampung. Tempat “persembunyian” sekaligus benteng melindungi aktivis dari kejaran orde baru. 


Berbagai kegiatan di Lampung yang membuat saya ketemu dengan bang Deddy membuat ide-ide tentang advokasi petani kemudian dibukakan pintunya. Oleh Bang Deddy kemudian saya diketemukan dengan Mas Imam Masfardi. Deputi Emmy Hafid di Walhi. 


Dengan dibukanya pintu oleh Bang Deddy Mawardi kemudian saya kemudian “main ke Walhi” membuat bang Deddy salah satu orang membuka mata saya. Termasuk jaringan nasional di Lingkungan. 


Sehingga praktis semula rutinitas hanya mampir ke Tebet (Kantor DPP SBSI) kemudian rajin main ke Mampang Prapatan (Kantor Eknas Walhi). 


Mas Budi, Bang Deddy dan Mas Imam Masfardi kemudian dikenal kelompok “rode”. Organisasi yang banyak melahirkan aktivis-aktivis yang Kuat advokasi. Sekaligus konseptor berbagai ideologi Gerakan. 


Ketiganya kemudian berjibaku. Mas Budi Kuat di Buruh. Bang Deddy dengan background LBH dan Mas Imam di Walhi membuat jejak-jejak pemikirannya masih dapat dilihat didalam berbagai dokumen organisasi. Sekaligus strategi ulung untuk berhadapan dengan orde baru. 


Secara fisik, pertemuan dengan Bang Deddy justru menghadiri persidangan Mas Gie. Seorang pendeta yang mengorganisir petani di Menggala. Lagi-lagi mas Gie Kawan Bang Deddy dari Yogyakarta. 


Waktu itu, Bang Deddy Sudah menjadi orang Penting di Timses Jokowi di Seknas Jokowi. 


Namun terhadap persidangan yang menimpa sahabatnya, Bang Deddy tetap menunjukkan persahabatan yang tulus. 


Ketika bertemu dengan Mas Gie, dengan enteng malah dia berujar, “Sabar, gie”, kemudian keduanya tertawa. Akupun tersenyum melihat ketulusan persahabatan mereka. 


Tidak salah kemudian kepergian Bang Deddy menyusul Kak Caca (sesama Direktur LBH) dan Mbak Emmy (sesama orang Walhi) akan membuat dunia surga yang mereka tempat akan riuh. 


Riuh dengan perdebatan yang menyaksikannya akan tidak mau kehilangan momentum. Kaya dengan berbagai pemikiran, istilah, strategi hingga ide-ide besar yang berlompatan keluar dari ketiganya. 


Selamat jalan, bang Deddy. Engkau salah satu orang yang menginspirasi Arah perjuangan untuk masyarakat. 


Biarlah kami melanjutkan mimpi-mimpimu yang belum terwujud.