06 Juli 2021

opini musri nauli : Para pendekar Walhi Yang kukenal

 

Mendapatkan kabar dua orang Penting di Walhi meninggal dunia “seakan-akan” merampas kenangan indah di Walhi. Dua orang Penting yang kemudia mewarnai perjalanan di Walhi. 


Emmy Hafid (mbak Emmy) yang kemudian sering dipanggil “maknyak” dan Chairil Syah (Kak Caca). Hanya berselang beberapa hari. Bahkan belum sempat menarik nafas mendapatkan kabar dari mbak Emmy, kemudian berselang kabar dari kak Caca. 

Waktu mendapatkan kabar meninggalnya Mbak Emmy kami sering menyebutkan “maknya”, Aku dalam keadaan istirahat. Mengambil pilihan istirahat panjang dari jumat - sabtu - minggu. Bahkan kemudian tetap mengambil pilihan dirumah hingga hari senin. 


Sehingga belum mendapatkan kesempatan dan energi yang cukup untuk menulis keduanya. 


Selasa pagi, barulah ke kantor. Selain menghadiri rapat di kantor (tentu saja melalui webinar), berkesempatan untuk menulis keduanya. Termasuk berbagai pernik-pernik. 


Kedua kukenal ketika awal-awal aku bergabung di Walhi. Ketika mendampingi masyarakat di Tungkal Ulu, membawa petani, menumpang di Walhi, waktu itu masih Mampang IV, kami kemudian berdemo kesana-kemari. 


Entah itu ke Komnas HAM, ke Pertanian maupun berbagai instansi. Ditemani mas Jamet, mas Joko Waluyo (Manager Sawit), aku juga bertemu dengan Longgena Ginting (manager Hutan yang kemudian menjadi Direktur Walhi 2002-2004), Chalid Muhammad (Manager tambang yang kemudian menjadi Direktur Walhi 2004-2008). Dan tentu saja tidak lupa ketemu dengan mas Winoto (yang juga baru-baru meninggal dunia), bang Imam Masfardi dan mbak Arimbi. 


Bertemu dengan para pendekar Walhi kemudian menapak tilas kekuatan Walhi. Sebagai Organisasi yang paling kritis tentang issu-issu lingkungna Hidup. 


Setelah Walhi Jambi kemudian terbentuk, saya mulai menghadiri acara-acara di Walhi. Maka bertemu dengan bang Rio, Bung Aristan (Direktur Walhi Sulteng yang kemudian menjadi Dewan nasional Walhi), Kak Caca (Dewan nasional Walhi) maupun pendekar-pendekar Lingkungan. 


Mereka bertarung gagasan. Keras dan bahkan nyaring. Tapi setelah usai dalam debat-debat yang keras, justru mereka mampu berinteraksi sesama Sahabat. Bahkan Sama sekali tidak terlihat dari pertarungan gagasan. Sebuah keteladanan yang menginspirasi. Sekaligus memberikan keteladanan yang dapat dipedomani. 


Interaksi personal dengan Mbak Emmy semakin dekat, ketika Mbak Emmy datang di hari Tani  di Empang Benao. Salah satu desa yang paling merasakan paska pengrusakan PT. KDA. 


Tentu saja sebagai Pemimpin tertinggi di Walhi, cerewet kebersihan, abu dari rokok, kaca yang kurang bersih menjadi perhatian utamanya. Termasuk WC yang harus senantiasa bersih. 


Namun setelah tidak menjadi Direktur Walhi, justru Mbak Emmy sering berbeda pandangan dengan saya. Termasuk issu-issu besar yang menjadi sikap politik Walhi. Tema-tema besar seperti “perubahan iklim”, tentang batang toru, tentang Reklamasi di Jakarta menyebabkan kami sering berbeda pandangan. 


Termasuk perbedaan pandangan Saya secara personal tentang sikap KLHK pembukaan tambang di Jambi-Sumsel menyebabkan “kami berdebat keras”. Tentu saja di group WA alumni. 


Namun terhadap pandangan mbak emmy, saya Tetap memberikan respek. Terhadap perbedaan pandangan itu hanyalah semata-mata perbedaan standing. Bukan substansi. 


Sedangkan “kemarahan” mbak Emmy terhadap aktivis yang kemudian banyak mendukung program Gubernur Jakarta, saya tidak berani berkomentar. Termasuk juga sikap keras mbak Emmy terhadap dukungan program-program Jokowi. 


Secara pribadi, saya respek dengan mbak Emmy. Terhadap issu yang menjadi mainstreamnya, justru Mbak Emmy menjadi pendukung utama program-program yang diusung oleh KLHK dan Jokowi. Sikapnya jelas. Tidak mencla-mencle. Siapapun akan berfikir berhadapan dengan dia. 


Namun disisi lain, sikap frontal berhadapan dengan sikap politik Walhi justru menimbulkan kegundahan bagi saya. Apakah kita tidak “kikuk” berhadapan dengan senior yang membesarkan kita ? 


Ah. Kenangan perbedaan pandangan justru memperkaya bacaan kita tentang lingkungna hidup. 


Berbeda dengan Mbak Emmy, secara personal interaksi saya dengan kak caca justru lebih intensif. Kak Caca salah satu orang Penting dibalik lahirnya ormas Walhi yang kemudian dikenal “Serikat Hijau Indonensia”. Kak caca hingga menjelang akhir hayatnya, rela membidani proses lahirnya hingga keliling Indonesia. Dia termasuk pendekar Walhi yang paling intens Bertemu dengan para Direktur di Indonesia. 


Berbagai narasi kekaguman para Direktur membuktikan, kak caca membumi dengan gerakan-gerakan sosial Lingkungan di Walhi. 


Entah beberapa kali saya masih ketemu dengan kak Caca di kantor Eknas Walhi. Mempersiapkan keberangkatan ke berbagai daerah. 


Selain itu karena kedekatan personal dari Daerah Sumbangsel, sikap turun tangan terhadap aktivis yang dikriminalisasi memberikan pelajaran baru kepada saya. Senior rela turun kapanpun apabila aktivis Walhi yang mengalami proses hukum. 


Ketika kasus menimpa Direktur Walhi Sumsel, dia rela datang dari Jakarta. Kemudian ngamuk-ngamuk di Polda Sumsel. 


Namun ketika di sekre Walhi Sumsel malah dia bertanya sembari tidak bersalah “masalah kamu Apo ?“, Tanyanya. 


Kamipun tertawa. Senior seperti bang Caca ini memang unik. Pokoknya ngamuk-ngamuk dulu. Baru tanya peristiwa yang terjadi. 


Ha.. ha.. ha. 


Tidak dapat dipungkiri. Keduanya memang dikenal komunitas Walhi. Keduanya kemudian mengajarkan kepada saya. Bagaimana sikap dan pandangan Walhi tentang Lingkungan Hidup di Indonesia. Termasuk bagaimana berpolitik di Walhi. 


Selamat jalan, pendekar Walhi.. Namamu selalu dikenang para pejuang lingkungan hidup di Indonesia.