Didalam gugatan Perdata, seringkali ditemukan istilah “turut tergugat”.
Walaupun menurut hukum acara Perdata dan berbagai yurisprudensi Mahkamah Agung, hak para penggugat untuk menarik para pihak didalam perkara di Lapangan hukum acara Perdata, namun apabila tidak tepat menarik para pihak didalam perkara maka mengakibatkan secara hukum.
Didalam uraian perkara (posita), para penggugat harus menguraikan hubungan hukum antara para penggugat dengan “turut tergugat”. Ataupun hubungan hukum antara para tergugat dengan “turut tergugat”.
Menurut Putusan MA No. 98/1952 disebutkan “bahwa dalam gugatan pihak penjual tanah tambak tidak ditarik sebagai “Turut Tergugat”.
Begitu juga Putusan MA No. Mahkamah Agung No.45 K/Sip/1954 menerangkan “Gugatan A terhadap B agar jual beli antara B dan C dibatalkan tidak dapat diterima, karena C tidak ikut digugat”.
Lihat juga Putusan MA No.439 K/Sip/1960, yang menyebutkan “Gugatan terhadap pihak ketiga yang menguasai harta warisan untuk dikembalikan kepadanya dan selanjutnya dilakukan pembagian warisan kepada semua ahli waris, termasuk pihak ketiga yang juga ahli waris, gugatan tersebut diperkenankan diajukan oleh sebagian saja dari seluruh ahli waris yang ada; tidak harus seluruh ahli waris bertindak sebagai Penggugat”
Dengan demikian jelaslah Apabila para penggugat sama sekali tidak menerangkan hubungan hukum antara para penggugat dengan turut tergugat ataupun hubungan hukum antara para tergugat dengan turut tergugat maka membuat gugatan para penggugat menjadi kabur.
Advokat. Tinggal di Jambi