Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, tunggul dapat diartikan sebagai pangkal pohon yang Masih tertanam didalam tanah sehabis menebang/ditebang.
Kata tunggul juga dapat diartikan sebagai pokok batang yang Masih Tertinggal sehabis dituai, disabit.
Kata tunggul juga dapat diartikan sebagai tonggak untuk menambatkan perahu.
Tunggul juga berarti bendera atau panji-panji. Panji-panji kebesaran.
Ditengah masyarakat Melayu Jambi, kata tunggul dilekatkan didalam Seloko “tunggul pemarasan”. Seloko yang dikenal di Marga Sumay. Terutama di Dusun Semambu dan Muara Sekalo.
Makna “tunggul pemarasan” adalah tanda atau tanaman yang Masih Tertinggal didalam wilayah tanahnya. Dengan melihat tunggul maka dipastikan sang pemilik tanah dapat membuktikan kepemilkkannya.
Persis seperti didalam Seloko “hilang celak jambu kleko”. Atau seloko-seloko lain seperti “belukar mudo, belukar tuo, belukar lasah”, “sesap rendah jerami tinggi.
Kata tunggul juga dikenal didalam wilayah Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Wilayah Taman Nasional Bukit Tigapuluh sering juga disebutkan “Bukit tiga jurai”.
Tiga jurai kemudian diartikan, air yang berasal dari Taman Nasional Bukit Tigapuluh kemudian mengalir ke batang Sumay, Batang Pengabuan dan ke arah Provinsi Riau.
Diantaranya bukit Daun Salo di Bukit Seling, Bukit selasih, Bukit Siguntang. Selain itu juga dikenal Bukit Tambun Tulang. Ada juga menyebutkan Bukit Alur babi, bukit Ulu tandikat, bukit ulu benglu, bukit ulu sungai rambutan, bukit ngayau, bukit badak teguling, bukit bakar, bukit ulu senanam, bukit mendelang, bukit temiang, bukit merbau, bukit tunggul berempat.
Advokat. Tinggal di Jambi