03 Oktober 2022

opini musri nauli : Hukum Adat (6)

 


Dahulu Sebelum disahkan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Desa, berbagai jabatan Kepala Desa dikenal dengan penamaan yang berbeda-beda. 


Di Bangko diketahui oleh Rip Pemuncak/Kepala Desa Muara Jernih Marga Batin V dulu Marga Tabir. 

Putusan Pengadilan Negeri Bangkon Nomor 17/Pdt.G/2017/PN Bko tanggal 7 Desember 2017  kemudian mengakui sebagai Kepala Desa yang bertanggungjawab menyelesaikan persoalan adat di Desa. 


Sedangkan ukuran tanah berbeda-beda antara satu tempat dengan yang lainnya. 


Dikenal istilah “depa” biasa disebutkan dengan dialek “depo”  (Putusan Mahkamah Agung Nomor 273 K/Pdt/2014 tanggal 17 Juli 2014), Di Sungai Penuh dikenal tanah kering (plak) (Pengadilan Negeri Sungai Penuh Nomor: 3/Pdt.G/2015/PN.SPn tertanggal 7 Juli 2015), Di Muara Bungo dikenal Bidang (Pengadilan Negeri Muara Bungo 48 / Pdt.G / 2014 / PN.Mrb. 23 April 2015 ) dan di Muara Tebo dikenal batas sepadan (Pengadilan Negeri Tebo 01/Pdt.G/2014/PN.Tebo
tanggal 8 Juli 2014). 


Sedangkan tatacara mendapatkan tanah dengan cara “Membuka hutan (Putusan Kasasi Nomor 410 K/Pdt/2016 tanggal 5 Oktober 2016 Lihat juga Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2016 tanggal 6 Oktober 2016). 


Yang kering ditanami karet dan yang lembab dijadikan sawah (Pengadilan Negeri Muara Bungo Nomor 6/Pdt.G/2015/PN Mrb tanggal 12 Agustus 2015) dan di Tebo (Pengadilan Negeri Tebo No . 10/Pdt.G/2009/PN. TEBO tanggal 25 Februari 2010 dan dikuat Putusan Banding pengadilan Tinggi Jambi Nomor 19/PDT/2010/PT.JBI tanggal 6 Juli 2010). 


Di Bangko dikenal cara mendapatkan tanah dengan “tebang tebas”.  Putusan Pengadilan Negeri Bangko  Nomor 08/Pdt.G/2009/PN.Bk tanggal 21 Januari 2010  menyebutkan “Bahwa tanah kebun tersebut didapat oleh penggugat secara sah menurut hukum yaitu dari tebang tebas hutan pada tahun 1973 hingga tahun 1974. 


Sedangkan Di Kerinci dikenal istilah tanah kering (plak). Didalam Putusan Pengadilan Negeri Sungai Penuh Nomor: 3/Pdt.G/2015/PN.SPn tertanggal 7 Juli 2015 menyebutkan “Para “Penggugat memiliki harta warisan peninggalan Moyang Para Penggugat, yaitu MAT KAYO, bahwa tanah tersebut berupa sebagian tanah sawah dan sebagian tanah kering (Plak) yang terletak di Desa Koto Tuo, Kecamatan Tanah Kampung, Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi. Dengan Ukuran Panjang ± 120 Depo dan Lebar ± 8 Depa”. 


Di Sungai Tenang (Bangko) dikenal tanah ladang dan tanah Renah Sawah ( Payo Buku)(Pengadilan Negeri Bangko  Nomor 08/Pdt.G/2009/PN.Bk tanggal 21 Januari 2010). 


Di Muara Bungo dikenal tanah rawa atau payau (Pengadilan Negeri Muara Bungo Nomor 69/Pdt.G/2014/PN.Mrb tanggal 20 Januari 2015) dan Di Jambi dikenal istilah  Kebun Parah (Putusan Mahkamah Agung Nomor 273 K/Pdt/2014 tanggal 17 Juli 2014)



Masih banyak putusan Pengadilan negeri di Jambi yang sudah lama mengatur tentang Hukum Adat. 



Advokat. Tinggal di Jambi