08 Desember 2022

opini musri nauli : Asas contrario de limitasi (2)


Setelah dapat dibuktikan didalam Hukum Acara Perdata sama sekali tidak dapat ditandai batas tanah,  yang ditandai hak atas tanah kemudian diakui oleh batas sepadan (sepadan) atau penamaan berdasarkan hukum adat Melayu Jambi didalam seloko seperti “mentaro”, “pringgan”, “Pasak mati” atau “Patok mati”, “takuk pohon”. “tuki”, “sak Sangkut”, “hilang celak. Jambu Kleko”, “Cacak Tanam. Jambu Kleko” dan “Lambas” maka dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar. 


A.P Parlindungan menegaskan “Di Jambi dijumpai aturan bahwa sawah yang ditinggalkan selama 5 tahun, jajaran 3 tahun dan talang 3 tabun akan nienyebabkan gugumya hak atas itu. 

Berdasarkan Yurisprudensi No. 1226 K/Sip/1976 “Di Enrengkang dan Bantaeng tanah yang ditinggalkan selarna 3 tahun dan menjadi belukar kembali, maka pemiliknya kehilangan hak atas tanah itu. 


Begitu juga  Yurisprudensi No. 329 K/Sip/1957  “di Tapanuli Selatan apabila sebidang tanah yang diperoleh secara merimba, maka hak atas tanah dapat dianggap dilepaskan dan tanah itu oleh Kepala Persekutuan kampong dapat diberikan kepada orang lain. 


Atau Yurusprudensi Mahkamah Agung Nomor 59 K/Sip/1958 kemudian menyebutkan “menurut adat Karo sebidang tanah “kesian” yaitu sebidang tanah kosong yang letaknya dalam kampong bisa menjadi hak milik perseorangan setelah tanah itu diusahai secara intensif oleh seorang penduduk kampong itu. 


Juga dapat dilihat Putusan Mahkamah Agung No. 1192 K/Sip/1973 menyebutkan “Menurut peraturan adat setempat, hak semula dari seseorang atas tanah usahanya gugur apabiia ia telah cukup lama belum/tidak mengerjakan lagi tanahnya, kemudian ia diberi teguran oleh Kepala Persekutuan Kampung atau Kepala Kampung untuk mengerjakannya, tetapi teguran itu tidak diindahkannya; dalam hal ini bolehlah tanah itu oleh Kepala Persekutuan Kampung atau Kepala Kampung diberikan kepada orang lain yang memerlukannya. 


Atau Putusan Mahkamah Agung No. 590 K/Sip/1974  menyebutkan “Menurut hukum, baik hukum adat maupun ketentuan-ketentuan U.U.P.A. tahun 1960 hapusnya hak atas tanah adalah antara lain karena diterlantarkan. 


Dengan demikian maka “empang krenggo”, “mengepang”, ”Belukar tuo” atau “belukar Lasa”, “sesap rendah jerami tinggi” atau “sesap rendah tunggul pemarasan”, “perimbun”, “Mati tanah. Buat tanaman” dan “Larangan krenggo” adalah tanah terlantar. 


Kategori tanah terlantar kemudian dikenal seperti (1) Apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifatnya. (2).Apabila tanah tersebut tidak dipergunakan  sesuai  dengan tujuan pemberian haknya. (3) Tanah tersebut tidak dipelihara dengan baik. (Pasal 3 dan pasal 4 PP No. 36 Tahun 1998 junto PP No. 11 Tahun 2010). 


Dengan demikian maka kepemilikkan terhadap tanah tidak dibenarkan ditelantarkan. 



Advokat. Tinggal di Jambi