10 Desember 2022

opini musri nauli : Pantang Larang

 


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pantang” diartikan hal (perbuatan dan sebagainya) yang terlarang menurut adat atau kepercayaan. Biasa juga disebutkan sebagai “pantangan”.


Sedangkan kata “larang” adalah larangan, melarang, melarangkan, pelarangan, terlarang. 


Ditengah masyarakat Melayu Jambi, Makna kata “pantang Larang” adalah ucapan sehari-hari terhadap berbagai norma yang mengatur kehidupan sehari-hari. Ada juga menyebutkan dengan istilah “larang pantang”. 


Menurut cerita dan tutur di berbagai dusun di Jambi, Pantang larang selalu diingatkan oleh “tetua kampong” baik sebelum perjalanan maupun selama perjalanan. Peringatan dari Tetua kampong” mengingatkan wilayah kekuasaan Rajo. 


Makna Pantang larang dapat diartikan penamaan tempat yang dihormati yang tidak boleh dibuka/diganggu. Daerah-daerah ini kemudian dikenal sebagai daerah konservasi atau kawasan lindung. 


Misalnya Hukum Rimbo mengatur Pantang larang yang mengatur tentang daerah yang tidak boleh dibuka, pengaturan tentang hewan dan tumbuhan, mengatur tentang adab dan perilaku di hutan. 

Daerah atau tempat yang dapat dikategorikan sebagai “pantang larang” atau  Daerah yang tidak boleh tidak boleh dibuka atau diganggu (Pantang larang) seperti “Hulu Air/Kepala Sauk, Rimbo Puyang/RImbo Keramat, Bukit Seruling/Bukit Tandus, “Imbo Pseko, “rimbo bulian”, “Bukit tepanggang” , “Rimbo Penghulu Depati Gento Rajo, hutan adat Pengulu Laleh, hutan adat Rio Peniti, hutan adat  Pengulu Patwa, hutan adat Pengulu Sati, hutan adat  Rimbo Larangan, hutan adat Bhatin Batuah, hutan adat  Paduka Rajo, hutan adat Datuk Menti Sati, hutan adat Datuk Menti, hutan adat Imbo Pseko, hutan adat  Imbo Lembago, “Rimbo batuah”, Hutan lindung batu Kerbau, Hutan lindung Belukar Panjang, “Rimbo sunyi, Rimbo Berpenghulu, Ulu Sungai/Rimbo Ganuh, hutan keramat, Tanah Penggal, Bulian Bedarah, Bukit Selasih, Pasir Embun”, hutan larangan, sialang pendulangan, lupak pendanauan, beduangan dan tunggul pemarasan dan Desa Semambu, “Pantang padang, Bukit Siguntang, Gulun, Tepi Sungai, Sialang Pendulangan, Lupak Pendanauan dan beduangan, “Daerah Sungai Menggatal, Kedemitan yang terletak didalam bukit 30, Sungai Sako, Talang Betung, Sungai Semerantihan, Sungai Kupang yang terletak di Pemandian gajah, Lubuk Laweh, Sungai Beringin, Pengian Hilir, Sungai Pauh, Pangian Ulu, Kemumu, Bukit Tambun Tulang, Hutan Keramat, Lupak Pendanauan, Pinang Belaian, Mendelang, Rimbo Siaga, Rimbo Lampau-lampau., “Bukit Bakar”, Tano Peranakon,, Tano Pasoron, Tano Terban, Sentubung Budak, Balo Balai, Balo Gajah, Inum-inuman, Tempelanai, Hutan hantu pirau. “Payo” atau “payo dalam”, Suak, Lopak, Lubuk, Danau, rongkat,”. 


Juga dikenal seloko  “Teluk sakti. Rantau Betuah, Gunung Bedewo”, “rimbo sunyi”, “hutan keramat, “hutan Puyang”, “Hutan betuah”, “Hutan hantu pirau” 


Selain itu juga masyarakat mengenal “pantang larang”, terhadap hewan dan tumbuhan. 


‘Tidak dibenarkan menyebut nama “harimau”. Harimau adalah salah satu hewan yang dihormati dan disebutkan dengan penamaan “nenek” atau “datuk”. Ada juga menyebutkan “Datuk Belang”. 


Begitu juga terhadap Gajah. Biasa disebutkan “datuk Gedang”. 


Setiap memasuki hutan (rimbo puyang), selalu menyebutkan dan mohon izin. “Oi, Tuk/nek, cucung nak masuk rimbo. Izin, yo. Jangan diganggu. Ini cucung, tuk/nek”. 



Istilah “Datuk Gedang” dikenal didalam Peraturan Gubernur Jambi Nomor 8 Tahun 2022 untuk Kawasan Ekosistem Essensisal Koridor Satwa Gajah di bentang Alam Bukit Tigapuluh. 


Untuk tumbuhan biasa dikenal dengan pantang larang yang tidak boleh dipanjat atau ditebang. 


Tanaman yang tidak boleh ditebang seperti durian, petai, cempedak hutan, kayu sengkawang, kabau, enau, landor rambai, tampui, mampaung, tayas, manggis, jering (jengkol), dan baungan. Dan hewan yang tidak boleh diburu seperti Harimau, macan, beruang, anjing hutan, tapir (tenok), kucing hutan, ungko, siamang, burung gading (termasuk seluruh burung-burung yang dilarang) atau “Pohon Durian, pohon embacang tidak boleh dipanjat. Ikan tidak boleh diracun. Burung gagak tidak boleh diambil.


Di Marga Jujuhan dilkenal pantang larang yang disebut kesalahan “memanjat langsat larangan”. Langsat adalah istilah lain dari tanaman duku. Tanaman duku dan durian sama sekali tidak boleh dipanjat. Namun duku boleh “dijuluk”, diambil dengan menggunakan kayu yang panjang. 


Di Marga Sungai Tenang dikenal Nutuh Kepayang Nubo Tepian artinya dilarang menebang kayu dihutan yang bermanfaat bagi orang banyak dan mahkluk lain seperti Kayu yang berbuah (embacang, pauh, petai, kepayang) dan kayu yang berbuah yang buahnya dimakan oleh burung-burung. Atau dilarang menebang kayu tempat bersarangya swowalang. Seloko seperti Petai dak boleh ditutuh, durian dak boleh dipanjat artinya mengambil buah petai dilarang memotong dahannya, mengambil buah durian dilarang memanjatnya dan menggugurkan buah yang belum masak. 


Selain itu juga dikenal Dilarang menubo (meracun) dan menyentrum ikan di sungai. 


Di Marga Sumay istilah “Membuka pebalaian”. Dilarang menebang Sialang. Sanksinya cukup keras dengan hukuman “Kain putih 100 kayu, kerbau sekok, beras 100 gantang, kelapa 100 butir, selemak semanis seasam segaram dan ditambah denda Rp. 30 juta, kayu diserahkan kepada Desa. 


Di Talang Mamak Istilah seperti Langsat-durandan, Manggis-Manggupo, Durian-Kepayang, Sialang-Pendulangan, Sesap-Belukar, Suak-Sungai, Lupai Pendanauan. 


Selain itu dikenal istilah Titak Tikal Embang. Titak adalah pohon yang sekali ditebang langsung putus. Tikal adalah pohon yang direbahkan. Sedangkan Embang adalah bekas belukar. Belukar adalah tanah yang sudah dibuka namun kemudian ditinggalkan. 


Advokat. Tinggal di Jambi