24 November 2023

opini musri nauli : Jambi dan Kebakaran (3)

 


Didalam pertemuan besar yang dihadiri berbagai instansi Pemerintah di Serpong, diikuti “orang-orang berpengaruh”, tiba-tiba kemudian salah satu anggota pertemuan menyebabkan adanya deforestasi yang tinggi di Jambi disebabkan kebakaran. 


Kebakaran masif terjadi sejak 2019 kemudian menjadi penyebab deforestasi yang tinggi sehingga menyebabkan tutupan hutan di Jambi tidak akan mampu menyerap karbon didalam program Bio Carbon Fund - KLHK - World Bank. 


Sayapun kaget. Apakah benar adanya kebakaran massif sejak 2019 hingga 2023 yang kemudian menyebabkan sehingga adanya tinggi angka deforestrasi ? 

Apabila mengutip data-data dari website resmi KLHK yang dikenal https://sipongi.menlhk.go.id, data-data titik panas tahun 2020 angka tertinggi di bulan Agustus 2020 yang mencapai hingga hampir 800. Kemudian turun hingga 400 titik api dan terus hingga angka 0 pada Bulan Desember 2020. 


Di tahun 2021, bulan September 350 titik. Turun mencapai 250 di bulan Oktober 2021 dan hampir mencapai 0 bulan November dan Terus melandai hingga titik 0. 


Di tahun 2022, bulan maret sempat mencapai 140 titik panas kemudian turun drastis hanya 20 titik. Sempat naik bulan Agustus mencapai 80 titik panas terus turun hanya 60 titik panas bulan September dan hanya 20 titik panas bulan Oktober dan terus melandai hingga mencapai angka nol di bulan November. 


Sedangkan di tahun 2023, hanya di bulan September yang mencapai 1200 titik kemudian naik di bulan Oktober yang sempat di angka 1800 titik. Namun kemudian turun drastis hanya mencapai 200 lebih titik di bulan November. 


Titik panas belum menggambarkan titik api. Sedangkan data yang dimuat di website sipongi KLHK berdasarkan dari Citra TERAA/AQUA. Data Sipongi KLHK adalah data up to date setiap waktu (real time). 


Lalu darimana tinggi kebakaran yang kemudian menyebabkan deforestrasi ?


Sayapun kemudian tersentak. Sehingga setelah anggota pertemuan menyampaikan “tuduhan” tidak berdasarkan, langsung saya kemudian menyanggah. 


Sejak 2021, praktis saya terlibat aktif memantau langsung terhadap Pergerakan ancaman kebakaran di Jambi. Khususnya di Jambi. 


Dengan adanya personil Fasilitator Desa (Tenaga Teknis) BRGM yang tersebar di berbagai Desa di wilayah gambut, day to day informasi langsung dari Lapangan bisa diakses (up to date). Sehingga sejak 2021, sama sekali tidak ada informasi yang menakutkan. 


Selain melakukan kontrol berkala ( up to date) dari data-data resmi BRGM di website “Sipalaga”. Yang real time melaporkan adanya titik Merah menggambarkan rendahnya air muka gambut. Hampir 2 hari sekali (terutama menjelang bulan Juli - Oktober) membuka website Sipalaga. 


Dengan menyampaikan “dimana kebakaran massif” yang terjadi di Jambi, saya kemudian memaparkan bagaimana upaya serius Pemerintah Provinsi Jambi melakukan kegiatan langsung upaya pemulihan gambut (pencegahan kebakaran) dan aktifnya berbagai pihak (multistake holder) didalam upaya penanggulangan kebakaran (preventif). 


Berbagai desa-desa yang langsung beririsan dengan kebakaran massif tahun 2015 dan tahun 2019 sudah menyiapkan berbagai infrastruktur yang mumpuni. 


Berbagai desa selain sudah adanya kader-kader MPA yang berpengalaman menghadapi kebakaran (saya menyebutkan pendekar melawan naga). Belum lagi berbagai sarana dan prasarana. Termasuk juga berbagai peraturan Desa yang tegas mengatur tentang pencegahan dan penanggulangan. 


Sehingga “spaning” saya yang sempat naik ketika tuduhan kebakaran Jambi yang menyebabkan deforestrasi membuat saya langsung “komplain” terhadap pernyataannya. 


Tentu saja sebagai “pemain panggung”, arena sebesar itu langsung saya gunakan. Dengan meminta didaerah mana dan berapa titik api di Jambi sejak 2020 terjadinya kebakaran, saya kemudian “tidak lupa” memaparkan data-data resmi. Data Sipongi KLHK. Data resmi Rujukan didalam Melihat titik panas dan menjawab berbagai angka-angka resmi titik panas. 


Meminjam Seloko Jambi “menggaji diatas kitab. Menangis diatas bangkai”, saya kemudian menegaskan. Agar setiap pihak yang menyampaikan pernyataanya haruslah tetap bersandarkan data-data resmi yang bersumber kepada instansi resmi Pemerintah. Bukan “sekedar berkoar”, bombastis yang tidak menggambarkan keadaan di Lapangan. 


Alhamdulilah. Ketika menyampaikan pandangan dengan keras yang kemudian disampaikan dengan sikap tegas, sang penutur kemudian memperbaiki pernyataannya. (Mungkin setelah melihat data-data Sipongi). Sekaligus meminta maaf atas pernyataannya yang sama sekali tidak berdasar. 


Dari peristiwa diatas, selain Provinsi Jambi yang kemudian ditempatkan sebagai Provinsi Percontohan upaya preventif didalam menanggulangi kebakaran sebagaimana telah disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang telah datang ke lokasi, upaya serius program Pemulihan gambut BRGM haruslah ditempatkan sebagai apreasi Provinsi Jambi di kancah nasional. 

Menteri KLH yang datang bersama-sama dengan Kepala BRGM dan Duta besar Norwegia kemudian telah menyaksikan langsung di Lapangan. 


Peristiwa itu juga menggambarkan agar di berbagai forum resmi baik di forum nasional maupun internasional, fakta-fakta di Lapangan, data-data resmi harus tegas disampaikan. Sama sekali jangan “terjebak” apalagi minder terhadap forum-forum yang diisi orang-orang yang “berpengaruh”.