07 Maret 2024

opini musri nauli : Ganti rugi (4)


Setelah dijelaskan ganti rugi tetap dimasukkan sebagai pidana tambahan yang diatur diluar KUHP,  seperti UU Tindak Korupsi, maka ganti rugi senilai Korupsi harus diletakkan pada konteksnya. 


Sebagaimana sering disebutkan didalam asas “no victim no crime”, maka pada asasnya, yang menjadi korban adalah kerugian negara. Sehingga kerugian negara ditempatkan sebagai korban. 


Mengikuti asas “no victim no crime” maka terhadap korban harus dilakukan pemulihan. UU Tindak Korupsi kemudian menempatkan “kerugian negara” sebagai “victim” sebagai “korban”, maka pelaku (tersangka/terdakwa) dibebankan mengganti kerugian negara. 

Sehingga tindak pidana Korupsi kemudian mengenal tindak pidana pokok dan tindak pidana tambahan. 


Dengan demikian maka pidana pokok kemudian dikenal pidana penjara. Sedangkan pidana tambahan berupa  denda dan kerugian negara. 


Didalam praktek kemudian pidana tambahan berupa dengan dan kerugian negara yang kemudian terdakwa tidak mau membayar maka kemudian dapat digantikan dengan pidana penjara. 


Sehingga pidana tambahan berupa denda dan kerugian negara yang kemudian dikonversi menjadi pidana penjara adalah pelaksanaan asas “no victim no crime”. 


Pidana tambahan yang memang diatur didalam Pasal 10 KUHP yang dikenal sebagai pidana tambahan kemudian dilanjutkan oleh UU Tipikor 


Ganti rugi terhadap kerugian negara dianggap harus dibayarkan oleh terdakwa. Bahkan apabila didalam waktu tertentu ternyata ganti rugi kemudian tidak dibayarkan dapat diganti dengan pidana penjara. 


Sehingga Pasal 10 KUHP yang memberikan hukuman pidana penjara terhadap perbuatan terdakwa yang kemudian diikuti pidana tambahan berupa denda dan kerugian sebagaimana diatur didalam UU Tipikor adalah perpaduan antara tindak pidana diatur didalam KUHP dan UU Tipikor. 


Dan menurut asas dan praktek yang telah dilakukan didalam praktek hukum acara pidana di Pengadilan. 



Advokat. Tinggal di Jambi