Kekagetan penulis didasarkan kepada dua hal. Pertama, apa “rationalitas” wacana itu. Kedua, apa urgensi wacana.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
28 September 2010
opini musri nauli : Memaknai Keperawanan dari sudut sistem sosial
Penulis kaget ketika Bambang Bayu Suseno (BBS), seorang anggota DPRD Propinsi Jambi mewacanakan “tes keperawanan” untuk murid melanjutkan Sekolah.
opini musri nauli : NASIB TRAGIS HENDARMAN SOEPANDI (HERO TO ZERO)
27 September 2010
Keberpihakan pada Petani Masih Setengah Hati
26 September 2010
opini musri nauli : PPSB Terapkan Tes Keperawanan Dinilai Tak Tepat
Minggu, 26 September 2010 21:33 WIB
Jambi, (tvOne).
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Keadilan Provinsi Jambi, Henry Mashur menilai wacana penerapan tes keperawanan bagi siswi baru SLTP dan SLTA bukan solusi yang tetap dan tidak dapat diterapkan.
25 September 2010
opini musri nauli : Kekuasaan dan Hukum
Menghubungkan Kekuasaan dan hukum harus diartikan hukum didalam mengawasi negara, mengontrol negara dan menjaga konstitusi, dimana negara tidak dibenarkan melakukan perbuatan bertentangan dengna konstitusi.
24 September 2010
opini musri nauli : Pelajara Penting dari Renah Kemumu
Tanggal 30 September setahun lalu, gempa bumi berkekuatan 7,6 SR menimpa Sumatera Barat dengan daya getarnya sampai ke Singapura (Kompas, 1 Oktober 2009).
Gempa bumi dengan daya rusak sebagian besar di Padang dan Padang Pariaman mengakibatkan Ratusan orang tewas, ratusan tertimbun runtuhan rumah dan bangunan, Bandara Internasional Minangkabau, Padang, pun sempat ditutup.
23 September 2010
opini musri nauli : SESAT PIKIR MEMAHAMI PUTUSAN MK
MK sudah mengabulkan permohonan yang disampaikan oleh Yusril Ihza Mahendra (YIM) terhadap masa jabatan Jaksa Agung. Sebagai salah satu perumus UU No. 16 Tahun 2004, YIM mengetahui persis “suasana kebathinan” saat pembahasan UU No. 16. Tahun.
Dalam berbagai dokumen, YIM justru menghendaki agar jabatan Jaksa Agung merupakan jabatan karier.
18 September 2010
opini musri nauli : Pemberian Setengah Hati
17 September 2010
opini musri nauli : JAKSA AGUNG, KARIR ATAU NONKARIR ?
Wacana penggantian Jaksa Agung, menimbulkan pertanyaan polemik, Jaksa Agung berasal “karir” atau “non karir” ?
Dalam perjalanan sejarah Indonesia, Jaksa Agung sudah berjumlah 21 orang (belum termasuk Jaksa Agung terakhir, Hendarman Soepanji) dimulai setelah kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru dan masa reformasi.
opini musri nauli : PERTEMUAN PRESIDEN DENGAN CALON PIMPINAN KPK
Berita yang dimuat berbagai media nasional menarik untuk didiskusikan.
Pertemuan yang diliput media massa menimbulkan polemik.
Disatu sisi, sebagian kalangan menganggap pertemuan tidak pantas. “tidak elok”. Sebagian lagi menyatakan, tidak ada yang salah.
Selain karena terbuka dan diliput media massa, integritas kedua kandidate tidak perlu diragukan lagi.
Pantas atau tidak
Apa implikasi serius dari kandidate pimpinan KPK dengna Presiden. Kekhawatiran berbagai pihak, “intervensi” Presiden terhadap lembaga KPK harus ditangkap “pembiaran” Presiden ketika KPK “dikriminalisasi”.
Kekhawatirkan itu juga didasarkan rasa “frustasi” publik terhadap berbagai lembaga pemberantasan korupsi yang nyaris tenggelam dan gagal memberantasan korupsi.
Dari ranah, kita harus menangkap pesan yang dikhawatirkan publik.
Menimbulkan persoalan serius, apakah pertemuan itu melanggar etika/pantas ? Menggunakan ukuran publik didalam menggunakan indikator “etika” akan sulit diukur.
Namun menghadiri undangan dari Presiden, rasanya “tidak elok” tidak datang. Kewenangan Presiden yang mengusulkan nama-nama hasil Pansel KPK ke Presiden harus dilihat dari Presiden sebagai Kepala Pemerintahan yang berkepentingna terhadap agenda pemberantasan korupsi.
Dari ranah, ini akan menimbulkan debateble yang masing-masing berpegangan kepada konsepnya masing-masing.
Dengan demikian, menggunakan ukuran “pantas atau tidak” menghadiri pertemuan dengan Presiden tidak dapat ditarik kedalam ranah “etika”.
Namun yang harus diperhatikan, ukuran dikhawatirkan “mengganggu” independensi haruslah lebih tepat dibaca sebagai reaksi berbagai kalangan terhadap pertemuan dengan Presiden
Namun yang menarik, mengapa terhadap calon anggota Komnas HAM hasil Pansel, misalnya, tidak diadakan pertemuan seperti yang dilakukan kandidate Pimpinan KPK.
Pencitraan
SBY menyampaikan harapannya bahwa pemberantasan korupsi harus dimulai dari diri sendiri dan meminta agar keduanya mampu menjaga diri, sedikit bicara banyak bekerja dan jangan memiliki konflik kepentingan.
Dengan melihat pertemuan dengan Presiden, maka haruslah dibaca sebagai gaya “pencitraan” SBY. SBY yang melihat dukungan kepada kedua kandidate dari publik menggunakan kesempatan itu sebagai bentuk membangun “pencitraan” pemberantasan korupsi.
SBY menggunakan momentumnya setelah dalam kasus “kriminalisasi” KPK dianggap melakukan “pembiaran”.
Harapan Publik
Terlepas dari debatable ranah “etika” dan ranah “mengganggu” independensi KPK, harapan publik terhadap hasil Pansel pimpinan KPK harus diapresiasi.
Apresiasi harus diwujudkan dengan menjaga “roh” KPK didalam memberantas korupsi. Apabila “roh” ini tidak jaga, maka kita menggali kuburan sendiri untuk memberantasan korupsi.
Langganan:
Postingan (Atom)