PERGESERAN MAKNA KEADILAN
CATATAN AKHIR TAHUN 2010
Tahun 2010 merupakan tahun berat terhadap penegakan hokum.
Berbagai peristiwa penting di Republik ini terlalu saying dilewatkan untuk didiskusikan sebagai bahan refleksi akhir tahun. Diadilinya Susno Duaji, Rekening Gendut, berlarut-larutnya pemeriksaan skandal Bank Century, Kasus Gayus Tambunan merupakan peristiwa kelam terhadap penegakan hokum.
Seorang Whitesblower yang membuka berbagai “bau busuk” di Kepolisian diadili dengna tuduhan yang berkaitan semasa menjadi Kapolda Jawa Barat.. Tidak wajarnya rekening Petinggi Polri mengindikasikan.
Berbagai asumsi di tengah masyarakat adanya berbagai “rekening tidak wajar. Sementara “skandal memalukan” berhenti dengan tataran diplomasi.
Belum ada indikasi korupsi dalam kasus Century. Yang paling menyita tentu saja skandal Pajak yang dilakukan oleh seorang pegawai rendahan di Ditjen Pajak yang bernyanyi adanya upaya sistematis “main mata” debitur pajak namun hanya berkutat dengan persoalan klasik.
Cukup hanya pegawai rendahan yang tidak bias menjangkau petinggi republik ini.
Peristiwa tahun 2010, juga diwarnai berbagai kekerasan (baik dimensi agama, dimensi hokum dan berbagai peristiwa yang menggunakan cara-cara kekerasan didalam menyelesaikan berbagai persoalan).
Kekerasan yang diwariskan orde baru sudah menemukan tempat dan ‘seakan-akan” dibiarkan oleh aparat keamanan.
Kekerasan menjadi wajah dari Bumi Pertiwi.
Peristiwa demi peristwai mengajarkan kepada kita, bahwa sesungguhnya penegakkan hokum cuma sebatas slogan tanpa makna. Keadilan tanpa rasa.
Dalam kajian ilmiah, lebih tepat dikategorikan sebagai keadilan produral. Mengabaikan keadilan substansi.
Namun prestasi tahun 2010 juga harus dilihat dan dimaknai, kemenangan Yusril “Laksamana Cheng Ho” dalam permohonan di MK yang membatalkan jabatan Jaksa Agung Hendarman Soepanji.
Peristiwa ini membuat ekspetasi terhadap MK begitu tinggi.
Pelajaran penting tahun 2010 sekali lagi menafikan “rasa keadilan” rakyat banyak yang berangkat bukan tataran keadilan normative dan prosedural semata tapi mengajarkan kepada kita semua keadilan yang substansi yang tetap berpatokan kepada keadilan yang sesungguhnya.
Dari peristiwa yang telah menghiasi media massa, catatan hokum Tahun 2010 di Jambi menampakkan kemajuan yang berarti.
Di “ekseksusi”-nya Assad Syam dan ditahannya Zulkilfi Somad membuat persoalan korupsi di Jambi menampakkan harapan terhadap lembaga penegak hokum.
Terlepas dari berlarut-larut kasus mantan Bupati Kerinci dan tidak disentuhnya mantan Bupati Merangin, prestasi Kejaksaan Tinggi haruslah diacungi jempol dalam upaya pemberantasan korupsi.
Tinggal pekerjaan yang tersisa untuk melakukan pemeriksaan MM dalam perkara di Muara Jambi. Kejaksaan Tinggi harus selalu didorong agar proses hokum menjadi fair dan tidak berat sebelah (equality before the law).
Dalam kejahatan Narkoba, terseretnya Anak petinggi Jambi mewarnai pemberitaan di media massa.
Terlepas dari posisi penting, terlibatnya anak petinggi Jambi harus juga dilihat perbedaan perlakuan terhadap proses hokum (equality before the law).
Namun yang menjadi persoalan klasik, apakah terhadap pelaku narkoba harus menjalani pidana penjara (disatu sisi sebagai korban dan disatu sisi sebagai pelaku). Apakah tidak dicari mekanisme penyelesaian terhadap korban narkoba.
Dari berbagai studi di berbagai Negara, korban narkoba lebih dititik beratkan kepada penyembuhan ketergantungan narkoba daripada menjalani pidana penjara.
Dalam lapangan pidana, selain menimbulkan ketidakadilan juga harus dilihat mekanisme hokum pidana yang tidak tepat menjalani pidana penjara terhadap korban narkoba.
Dari titik inilah, kesempatan ini untuk melihat persoalan ini secara utuh tanpa menyampingkan persoalan sebenarnya yang harus dicari rumusan yang adil dan tidak menghukum kepada korban narkoba.
Tahun 2010 juga harus ditandai dengan kemenangan HBA dalam Pilgub Jambi. Pilgub Jambi terbilang sukses selain tidak terjadi kerusuhan massa yang terjadi di berbagai daerah lain, Pilgub Jambi tidak sampai disidangkan di MK.
Keberhasilan ini harus dilihat prestasi politik Jambi yang sudah dewasa dan lebih mementingkan kepada kemenangan demokrasi di Jambi.
Catatan yang tercecer penulis sampaikan semata-mata didasarkan bagaimana hokum masih jauh tertinggal dibandingkan dengan kemajuan demokrasi di Jambi. Hukum masih tertatih-tatih didalam mengejar reformasi.
Hokum masih menjadi harapan yang diidam-idamkan rakyat dalam melihat persoalan ketatanegaraan. Dari mimpi itulah, kita berharap Jambi lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya.
Salam demokrasi
Baca : Catatan Hukum 2009
Dimuat di Harian Posmetro Jambi, 29 Desember 2010