RSPO
DALAM PERDEBATAN
(Catatan
Kecil Mengikuti Kongres IV Sawit Watch, Palangkaraya, 19 – 21
November 2012)
Suka
atau tidak suka, pembahasan mengenai RSPO menemukan momentum dalam
acara Kongres IV SW di Palangkaraya, 19 – 21 November 2012. Agenda
pembahasan didalam komisi Rekomendasi membuktikan, tema RSPO salah
satu tema yang menarik dan paling ditunggu peserta dalam diskusi.
RSPO
merupakan salah satu tema yang dapat dipandang dari berbagai sudut.
Sudut yang mengakui sebagai kelompok yang kritis melihat pelanggaran
pembangunan kelapa sawit, memandang, RSPO merupakan salah satu tempat
“Cuci dosa” dari berbagai pelanggaran perusahaan sawit. Berbagai
pelanggaran yang sering dilakukan dilakukan oleh perusahan seperti
perampasan tanah, penangkapan terhadap aktivis, penembakan, kerusakan
lingkungan tidak dapat serta merta dapat “dibersihkan” melalui
mekanisme RSPO. RSPO dituding sebagai tempat berlindungnya “kelakuan”
perusahaan yang dituding berbagai pelanggaran.
Sementara
yang melihat “RSPO” sebagai ruang advokasi dan tempat mediasi
yang bisa “mempertemukan” antara masyarakat dengan pihak
perusahaan, masih menganggap “RSPO” effektif digunakan mekanisme
di RSPP (mekanisme complaint). Berbagai cerita sukses kecil yang bisa
diraih (succes story) merupakan energi dan buah advokasi yang bisa
dipetik walaupun kecil.
Tanpa
mengurangi keputusan yang hendak diambil oleh Sawit Watch didalam
menentukan sikap baik di RSPO maupun di Eksekutif Board, ada beberapa
catatan yang tercecer.
- Harus dipastikan evaluasi yang menyeluruh terhadap prestasi-prestasi di RSPO, perjuangan yang hendak dicapai di RSPO, strategi bertarung di RSPO bahkan memastikan Prinsip dan Kriteria dapat digunakan sebagai bahan kampanye di dalam RSPO.
- Mempersiapan diri “bertarung” didalam RSPO termasuk meleading berbagai issu-issu pelanggaran pembangunan perkebunan kelapa sawit di dalam RSPO.
- Mempersiapkan medan tarung yang seimbang antara masyarakat dengan perusahaan didalam mekanisme di RSPO.
- Harus memastikan bagaimana Dispute settle Fasility (DSF) dapat digunakan didalam “menekan” perusahan untuk dapat menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan dalam pembangunan kelapa sawit.
Berbagai
catatan-catatan yang tercecer memberikan beban kerja kepada SW agar
tetap “mengawal” berbagai agenda di RSPO agar tetap menggunakan
RSPO sebagai media advokasi dan ruang mediasi yang effektif.
Harus
diakui, terlepas dari berbagai prestasi yang telah diraih oleh SW di
dalam forum RSPO (success story), mekanisme yang harus dibangun dapat
dilihat dari berbagai aspirasi yang berkembang di forum Kongres IV
SW. Titik temu yang menjadi persoalan berangkat dari bacaan maupun
pengalaman untuk melakukan evaluasi.
Bacaan
maupun pengalaman seseorang membuat bahan evaluasi yang tidak
seimbang. Persoalan informasi, akses mendapatkan informasi, titik
ruang, merupakan bahan yang tidak seimbang. Sehingga perdebatan yang
timbul baik yang mendukung agar SW tetap di RSPO maupun yang kritis
terhadap SW di RSPO tidak berangkat dari bacaan dan pengalaman yang
sama. Sehingga tidak fair kemudian itu dijadikan bahan evaluasi.
Persoalan
inilah yang kemudian menjadi perdebatan yang tidak substansi. Diskusi
menjadi “debat kusir” tanpa menyentuh akar persoalan.
Dari
bacaan inilah, kemudian harus disiapkan dan dipresentasikan berbagai
perjalanan SW di RSPO, refleksi, bagaimana sejarah tentang Prinsip
dan Kriteria yang digagas oleh SW, investasi sosial yang telah
ditorehkan oleh SW, berbagai konflik yang kemudian digagas di forum
RSPO, perkembangan kasus dan analisis yang mendalam bagaimana
kasus-kasus di RSPO. Dalam bahan evaluasi yang dipersiapkan oleh
Sekretariat SW, maka bahan-bahan itulah yang kemudian dijadikan bahan
refleksi. Dengan bahan-bahan yang sama, maka kita dapat menentukan
bagaimana sikap yang harus diambil oleh SW dengan bahan analisis yang
dalam sehingga publik mendapatkan gambaran secara utuh dari SW.
Namun
apapun keputusan yang hendak diambil oleh anggota dalam Kongres SW,
harus disadari, keputusan apapun yang hendak diputuskan oleh SW akan
berdampak secara luas. Bukan saja akan berdampak kepada organisasi SW
secara organisasi, tapi juga dalam jaringan baik nasional maupun
internasional. Namun tentu saja akan menimbulkan implikasi serius
terhadap masyarakat yang menjadi korban pembangunan kelapa sawit.