Ketika berita Rhoma Irama
“bersedia” menjadi Bakal Calon Presiden RI tahun 2014, bagi
penulis, itu cuma berita entertainment. Tanpa mengurangi hak
seseorang untuk menjadi Presiden (karena hak itu merupakan hak
konstitusi dan memang belum dicabut oleh Pengadilan), berita-berita
pencalonan Rhoma Irama “sering diletakkan dalam kolom
entertainment”. Dan tentu saja berbagai pernyataan kontroversial
dari Rhoma Irama yang “belum” melambangkan visi dan harapan yang
bisa diharapkan ketika menjadi Presiden.
Namun ketika issu semakin
menggelinding dengan semakin seriusnya sebuah partai mengusung, maka
penulis kemudian “sedikit tersentak”. Selain partai yang
mengusungnya dengan serius mendorong Rhoma Irama, penulis juga kaget,
ketika berbagai poster di Jakarta sudah mulai dipasang dengan
memampangkan photo Rhoma Irama.
Dan tanpa memasuki
wilayah perhitungan partai yang mengusung Rhoma Irama, sebelum saya
akan memilih seorang Presiden, maka ada beberapa peristiwa yang
melatar belakangi saya untuk menentukan sikap.
Rekam jejak yang jelas,
pandangan terhadap konstitusi, gaya hidup seseorang, pandangan
tentang issu merupakan bagian kecil dari penilaian penulis untuk
menentukan seseorang. Pokoknya segala kulit-kulitnya saya teropong,
saya analisa, saya pelajari. Sehingga saya tidak salah didalam
menentukan.
Didalam konstitusi,
posisi Presiden begitu terhormat. Sebagai Presiden dia
dikualifikasikan sebagai orang penting. Orang nomor satu. Dalam
protokoler disebutkan sebagai Very very important person (VVIP)
UUD 1945 sudah menegaskan
Presiden Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD, Memegang
kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara, Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden melakukan pembahasan dan pemberian
persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU,
Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam
kegentingan yang memaksa), Menetapkan Peraturan Pemerintah,
Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri, Menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan
persetujuan DPR, Membuat perjanjian internasional, , Menyatakan
keadaan bahaya, Mengangkat duta dan konsul. , Menerima penempatan
duta negara lain, Memberi grasi, rehabilitasi, Memberi amnesti dan
abolisi, Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya dan
sebagainya.
Begitu banyaknya
kewenangan Presiden Republik Indonesia selain karena sistem
Pemerintahan kita menganut sistem Presidentiil, dimana Presiden
bertindak sebagai Kepala Negara maupun sebagai Kepala Pemerintahan.
Kewenangan seperti
Mengangkat duta dan konsul, Menerima penempatan duta negara lain,
Memberi grasi, rehabilitasi, Memberi amnesti dan abolisi, Memberi
gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya adalah kewenangan
Presiden sebagai kepala Negara.
Begitu banyaknya
kewenangan Presiden yang diberikan berdasarkan konstitusi, maka
seseorang menjadi Presiden adalah orang-orang pilihan. Putra-putra
terbaik Indonesia. Presiden tidak melanggar konstitusi. Presiden
harus tunduk kepada konstitusi.
Dengan melihat kewenangan
yang luar biasa terhadap Presiden maka “tema seseorang menjadi
Presiden” tidak boleh dijadikan dagelan politik. Mempermainkan
suasana politik Indonesia dan menjadi bahan guyonan yang tidak sehat.
Dengan melihat begitu
besar kewenangan yang diberikan konstitusi kepada Presiden maka
dengan menggunakan perangkat konstitusi, maka saya mencoba melihat
kepada diri Rhoma Irama.
Pertama. Gaya Hidup.
Penulis menyoroti gaya hidup sebagai salah satu indikator untuk
menilai pribadi yang bersangkutan. Gaya hidup tidak mesti berkaitan
dengan issu-issu terkini seperti korupsi, transparansi, KKN ataupun
issu lain tapi isu seperti “sytle”, kehidupan rumah tangga.
Publik dengan mudah
mengingatkan akan perjalanan hidup Rhoma Irama. Bercerai dari
Veronica (perkawinan dengan Veronica yang telah mendampinginya
sejak tahun 1972. Rhoma dan Veronica akhirnya bercerai pada Mei
1985),
karena “pindah kelain hati” ke Ricca
Rahim. Teman main Film “Melodi Cinta, Badai di Awal Bahagia,
Camellia, Cinta Segitiga, Melodi Cinta, Pengabdian, Pengorbanan, dan
Satria Bergitar.
Disaat bersamaan dengan
Ricca Rahim kemudian “pernah” dihebohkan bersama dengan
Angel Elga dalam sebuah pengerebekan, tertangkap basah sedang
berduaan di apartemen. Penggerebekan ini banyak ditayangkan media
infotaiment
Kejadian ini disanggah
Rhoma dengan berdalih bahwa ia hanya memberikan nasihat, wejangan,
belajar kitab suci, merangkai kata-kata mutiara penuh kesucian dan
petuah agar menghindarkan Angel dari jurang kenistaan. Beberapa waktu
kemudian, Rhoma mengakui bahwa ia telah menikah dengan Angel.
Kedua. Pandangan tentang
konstitusi. Pandangan ini diperlukan untuk “mengukur” apakah
penguasaan konstitusi dalam dirinya cukup baik atau “cuma sekedar
penggembira (cheepleader).
Ketika Rhoma Irama
mencanangkan pembubaran MK dan menanggap MK tumpang tindih dengan
MA, menurut penulis sangat “memalukan”. Argumentasi yang
dikeluarkan sangatlah “naif”.
Mahfud, MD dan Jusuf
Kalla yang duduk di sebelah Rhoma Irama bisa membayangkan bagaimana
suasana hati ketika mendengarkan usulan dan argumentasinya yang
disampaikan oleh Rhoma Irama. Apalagi kita sebagai rakyat yang
membaca berita tersebut.
Ketiga. Issu kebangsaan. Publik dengna mudah mengingatkan ketika Rhoma Irama yang “menghujat” Inul Daratista yang dianggap sebagai “goyang ngebor” dan dikhawatirkan akan menimbulkan shahwat laki-laki. Rhoma menganggap Inul telah memindahkan adegan ranjang ke panggung musik (dangdut)
Belum lagi tuduhan
“serius” yang berbau SARA ketika menghujat Jokowi dengan menuduh
“orang tua Jokowi yang “kurang kuat islamnya”. Dan juga memilih
pemimpin yang berasal dari agama yang sama (menuduh AHOK sebagai
Wakil Gubernur DKI yang beragama Kristen).
Tuduhan ini sangat
berbahaya terhadap sikap pandangan konstitusi yang mengagungkan
pluarisme.
Keempat. Pandangan
politik. Ketika diwawancarai oleh Najwa Shihab dalam acara talkshow
“Mata Najwa”, berbagai pertanyaan dari Najwa Shihab “seakan-akan”
tidak mampu dijawab. Persis seperti Dosen memberikan mata kuliah
untuk anak SD. Jawabannya ngawur.
Misalnya issu APBN, BBM
dan SKK Migas. Ketika Najwa bertanya kepada Rhoma Irama hal-hal yang
sangat mendasar dan sederhana mengenai subsidi BBM, APBN, dan
pembubaran BP Migas. Hee.. Hee.. Hee.
Kelihatan sekali bahwa
dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana dan umum dari Najwa Shihab
tentang isu-isu publik yang penting itu, Rhoma tidak mampu
menjawabnya dengan baik dan benar.
Dia bahkan beberapa kali
berusaha mengeles, tetapi bukan nama najwa Shihab kalau tidak bisa
mengejar terus, sehingga Rhoma pun beberapa kali terpojok oleh
jawabannya sendiri.
Beberapa kali Rhoma
mengeles dari pertanyaan-pertanyaan Najwa, dengan mengatakan, “Saya
bukan ahli soal perminyakan,” “Untuk menjadi seorang presiden
bukan berarti harus menjadi Superman yang mengerti semuanya,” “Ini
‘kan masih wacana sebagai capres. Belum capres. Nanti kalau sudah
capres baru saya akan mendalaminya secara detail,” dan
seterusnya.
Najwa memotong gaya
mengeles Rhoma itu dengan mengatakan, “Yang saya tanyakan itu
hal-hal yang sederhana, yang umum-umum saja,” “Maka itu, saya
tanyakan secara umum saja, global saja, tidak menanyakan sampai ke
soal angka-angkanya, …”
Kelima. Konsistensi.
Publik akan mudah mengingatkan langkah politik yang berubah-ubah dari
Rhoma Irama. Pada masa orde baru pernah “bertengger” di Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), kemudian pindah ke Golkar dan kemudian
kembali ke PPP.
Sikap yang diambil Rhoma
Irama semata-mata “adanya ganjalan” untuk konser Musik
Sonata-nya.
Apakah dengan rekam jejak
yang sudah diketahui publik kita akan mudah melupakannya ?