06 Desember 2013

opini musri nauli : ALASAN SAYA TIDAK MEMILIH RHOMA IRAMA

Ketika berita Rhoma Irama “bersedia” menjadi Bakal Calon Presiden RI tahun 2014, bagi penulis, itu cuma berita entertainment. Tanpa mengurangi hak seseorang untuk menjadi Presiden (karena hak itu merupakan hak konstitusi dan memang belum dicabut oleh Pengadilan), berita-berita pencalonan Rhoma Irama “sering diletakkan dalam kolom entertainment”. Dan tentu saja berbagai pernyataan kontroversial dari Rhoma Irama yang “belum” melambangkan visi dan harapan yang bisa diharapkan ketika menjadi Presiden.


Namun ketika issu semakin menggelinding dengan semakin seriusnya sebuah partai mengusung, maka penulis kemudian “sedikit tersentak”. Selain partai yang mengusungnya dengan serius mendorong Rhoma Irama, penulis juga kaget, ketika berbagai poster di Jakarta sudah mulai dipasang dengan memampangkan photo Rhoma Irama.
Dan tanpa memasuki wilayah perhitungan partai yang mengusung Rhoma Irama, sebelum saya akan memilih seorang Presiden, maka ada beberapa peristiwa yang melatar belakangi saya untuk menentukan sikap.

Rekam jejak yang jelas, pandangan terhadap konstitusi, gaya hidup seseorang, pandangan tentang issu merupakan bagian kecil dari penilaian penulis untuk menentukan seseorang. Pokoknya segala kulit-kulitnya saya teropong, saya analisa, saya pelajari. Sehingga saya tidak salah didalam menentukan.

Didalam konstitusi, posisi Presiden begitu terhormat. Sebagai Presiden dia dikualifikasikan sebagai orang penting. Orang nomor satu. Dalam protokoler disebutkan sebagai Very very important person (VVIP)

UUD 1945 sudah menegaskan Presiden Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD, Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU, Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa), Menetapkan Peraturan Pemerintah, Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri, Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR, Membuat perjanjian internasional, , Menyatakan keadaan bahaya, Mengangkat duta dan konsul. , Menerima penempatan duta negara lain, Memberi grasi, rehabilitasi, Memberi amnesti dan abolisi, Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya dan sebagainya.

Begitu banyaknya kewenangan Presiden Republik Indonesia selain karena sistem Pemerintahan kita menganut sistem Presidentiil, dimana Presiden bertindak sebagai Kepala Negara maupun sebagai Kepala Pemerintahan.

Kewenangan seperti Mengangkat duta dan konsul, Menerima penempatan duta negara lain, Memberi grasi, rehabilitasi, Memberi amnesti dan abolisi, Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya adalah kewenangan Presiden sebagai kepala Negara.

Begitu banyaknya kewenangan Presiden yang diberikan berdasarkan konstitusi, maka seseorang menjadi Presiden adalah orang-orang pilihan. Putra-putra terbaik Indonesia. Presiden tidak melanggar konstitusi. Presiden harus tunduk kepada konstitusi.

Dengan melihat kewenangan yang luar biasa terhadap Presiden maka “tema seseorang menjadi Presiden” tidak boleh dijadikan dagelan politik. Mempermainkan suasana politik Indonesia dan menjadi bahan guyonan yang tidak sehat.

Dengan melihat begitu besar kewenangan yang diberikan konstitusi kepada Presiden maka dengan menggunakan perangkat konstitusi, maka saya mencoba melihat kepada diri Rhoma Irama.

Pertama. Gaya Hidup. Penulis menyoroti gaya hidup sebagai salah satu indikator untuk menilai pribadi yang bersangkutan. Gaya hidup tidak mesti berkaitan dengan issu-issu terkini seperti korupsi, transparansi, KKN ataupun issu lain tapi isu seperti “sytle”, kehidupan rumah tangga.

Publik dengan mudah mengingatkan akan perjalanan hidup Rhoma Irama. Bercerai dari Veronica (perkawinan dengan Veronica yang telah mendampinginya sejak tahun 1972. Rhoma dan Veronica akhirnya bercerai pada Mei 1985), karena “pindah kelain hati” ke Ricca Rahim. Teman main Film “Melodi Cinta, Badai di Awal Bahagia, Camellia, Cinta Segitiga, Melodi Cinta, Pengabdian, Pengorbanan, dan Satria Bergitar.

Disaat bersamaan dengan Ricca Rahim kemudian “pernah” dihebohkan bersama dengan Angel Elga dalam sebuah pengerebekan, tertangkap basah sedang berduaan di apartemen. Penggerebekan ini banyak ditayangkan media infotaiment

Kejadian ini disanggah Rhoma dengan berdalih bahwa ia hanya memberikan nasihat, wejangan, belajar kitab suci, merangkai kata-kata mutiara penuh kesucian dan petuah agar menghindarkan Angel dari jurang kenistaan. Beberapa waktu kemudian, Rhoma mengakui bahwa ia telah menikah dengan Angel.

Kedua. Pandangan tentang konstitusi. Pandangan ini diperlukan untuk “mengukur” apakah penguasaan konstitusi dalam dirinya cukup baik atau “cuma sekedar penggembira (cheepleader).

Ketika Rhoma Irama mencanangkan pembubaran MK dan menanggap MK tumpang tindih dengan MA, menurut penulis sangat “memalukan”. Argumentasi yang dikeluarkan sangatlah “naif”.

Mahfud, MD dan Jusuf Kalla yang duduk di sebelah Rhoma Irama bisa membayangkan bagaimana suasana hati ketika mendengarkan usulan dan argumentasinya yang disampaikan oleh Rhoma Irama. Apalagi kita sebagai rakyat yang membaca berita tersebut.

Ketiga. Issu kebangsaan. Publik dengna mudah mengingatkan ketika Rhoma Irama yang “menghujat” Inul Daratista yang dianggap sebagai “goyang ngebor” dan dikhawatirkan akan menimbulkan shahwat laki-laki. Rhoma menganggap Inul telah memindahkan adegan ranjang ke panggung musik (dangdut)

Belum lagi tuduhan “serius” yang berbau SARA ketika menghujat Jokowi dengan menuduh “orang tua Jokowi yang “kurang kuat islamnya”. Dan juga memilih pemimpin yang berasal dari agama yang sama (menuduh AHOK sebagai Wakil Gubernur DKI yang beragama Kristen).

Tuduhan ini sangat berbahaya terhadap sikap pandangan konstitusi yang mengagungkan pluarisme.

Keempat. Pandangan politik. Ketika diwawancarai oleh Najwa Shihab dalam acara talkshow “Mata Najwa”, berbagai pertanyaan dari Najwa Shihab “seakan-akan” tidak mampu dijawab. Persis seperti Dosen memberikan mata kuliah untuk anak SD. Jawabannya ngawur.

Misalnya issu APBN, BBM dan SKK Migas. Ketika Najwa bertanya kepada Rhoma Irama hal-hal yang sangat mendasar dan sederhana mengenai subsidi BBM, APBN, dan pembubaran BP Migas. Hee.. Hee.. Hee.
Kelihatan sekali bahwa dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana dan umum dari Najwa Shihab tentang isu-isu publik yang penting itu, Rhoma tidak mampu menjawabnya dengan baik dan benar.
Dia bahkan beberapa kali berusaha mengeles, tetapi bukan nama najwa Shihab kalau tidak bisa mengejar terus, sehingga Rhoma pun beberapa kali terpojok oleh jawabannya sendiri.

Beberapa kali Rhoma mengeles dari pertanyaan-pertanyaan Najwa, dengan mengatakan, “Saya bukan ahli soal perminyakan,” “Untuk menjadi seorang presiden bukan berarti harus menjadi Superman yang mengerti semuanya,” “Ini ‘kan masih wacana sebagai capres. Belum capres. Nanti kalau sudah capres baru saya akan mendalaminya secara detail,” dan seterusnya.

Najwa memotong gaya mengeles Rhoma itu dengan mengatakan, “Yang saya tanyakan itu hal-hal yang sederhana, yang umum-umum saja,” “Maka itu, saya tanyakan secara umum saja, global saja, tidak menanyakan sampai ke soal angka-angkanya, …”

Kelima. Konsistensi. Publik akan mudah mengingatkan langkah politik yang berubah-ubah dari Rhoma Irama. Pada masa orde baru pernah “bertengger” di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), kemudian pindah ke Golkar dan kemudian kembali ke PPP.

Sikap yang diambil Rhoma Irama semata-mata “adanya ganjalan” untuk konser Musik Sonata-nya.

Apakah dengan rekam jejak yang sudah diketahui publik kita akan mudah melupakannya ?