Tiba-tiba
putraku ketiga menyampaikan kabar penting. “Ronaldo cedera”. Aku
panik. Bagaimana kalo Real Madrid tanpa Ronaldo ?
Aku
cari sumber di media maya. Tidak ah, Ronaldo baik-baik saja. Ku telp
lagi. Diapun tertawa terbahak-bahak. Ternyata, Ronalda cuma cedera di
Playstation (PS).
Ya.
Di rumah, diskusi bola kaki “mendominasi” pembicaraan. Entah
karena bola kaki lagi digandrungi orang Indonesia. Pilihan bermain
bola kaki di PS lebih sering dimainkan daripada game yang lain
seperti GTA ataupun permainan lainnya.
Di
rumah kami yang lebih banyak lelaki, permainan PS lebih sering
“ribut” daripada akurnya. Entah berapa buah stick yang pecah
dibanting, memori yang sering diumpetin, PS yang berapa kali
perbaiki.
Sebagai
permainan bola kaki, masing-masing mempunyai tim kesebelasan yang
berbeda-beda. Saya penggemar Manchester United dari Inggeris, putra
pertamaku penggemar Arsenal, putra keduaku malah Juventus.
Dengan
perbedaan kesebelasan bola kaki, kami sering memainkan pertandingan
di PS. Nah. Itu dia. Karena setiap kesebelasan mempunyai ciri khas
masing-masing, maka gaya permainan sepakbola juga mewarnai
pertandingan PS.
Biasanya,
yang pegang remote control, apabila berhasil memasukkan bola ke
gawang lawan, setelah memasukkan bola, malah replay (tayangan ulang)
diputar beberapa kali. Dari berbagai angle yang mempertontonkan bola
yang masuk ke gawang.
Tapi
kalo yang memegang remote control malah kemasukkan bola, replay malah
dipercepat. Biasanya keributan itulah yang sering terjadi.
Dalam
acara di televisi ketika program Sport ditayangkan, masing-masing
kami menganalisis tim kesebelasan masing-masing. Dengan penguasaan
informasi masing-masing klub kesayangan, diskusi mengalur ngidul.
Tanpa moderator dan biasanya tidak ada yang mau mengalah.
Saya
membayangkan, apakah yang dirasakan oleh Presiden melihat rakyat yang
mempunyai selera yang berbeda. Baik dalam aspirasi politik, pandangan
maupun keyakinan agama.
Ah.
Entahlah. Namun yang pasti. Setiap perbedaan adalah kodrati. Setiap
perbedaan memang ada. Namun menurutku, justru toleran yang menghargai
perbedaan pandangan itulah. Sikap menghormati dan menghargai
perbedaan terhadap pilihan masing-masing.
Yang
pasti, kita tetap memberikan ruang untuk perbedaan dan selera pilihan
masing-masing. Tugas negara hanya “memastikan” orang dengan
kebebasan untuk memilih dan menentukan seleranya masing-masing.
Negara harus “melindungi” agar orang bebas untuk memilih. Dan
yang pasti, negara tidak boleh “menentukan” mana pilihan yang
baik. Dan negara kemudian “melarang” untuk memilih yang lain. Itu
cuma fungsi negara.
Selanjutnya.
Biarlah rakyat sendiri yang menilainya.
Menurutku
itulah yang disebut pluralisme.