26 Maret 2014

opini musri nauli : MASALAH PESAWAT TERBANG BAGI MALAYSIA



Usai sudah “penantian panjang” dari penumpang Malaysia Airline MH 370 yang hilang. Pernyataan resmi dari Pemerintah Malaysia yang menganggap Malaysia Airline jatuh di sebelah utara Perth, Australia. Titik jatuh dari jalur resmi perjalanannya.
Berbagai berita saling berseliweran. Semula Malaysia “menuduh” pesawat di bajak sekelompok teroris. Dengan “serius” tuduhan itu juga disampaikan ke Pemerintah Indonesia dengan “mencatut” nama-nama penumpang yang bagian dari teroris. Pemerintah Indonesia kemudian resmi mengajukan keberatan dan tidak menganggap adanya tuduhan serius. Tuduhan ini kemudian menghantam berbagai nama-nama ke negara Iran ataupun tuduhan lainnya.

Belum selesai tuduhan itu, Pemerintah Malaysia meminta kepada negara-negara kepulauan Pasifik untuk membantu pencarian. Bahkan skenario sampai ke Pulau Andaman hingga ke Kazakhtan.

Sementara keluarga penumpang “mulai kesal”. Berbagai informasi yang cenderung tertutup diminta untuk dibuka. Selain memastikan perjalanan pesawat juga sebagai bentuk membantu mengungkapkan berbagai informasinya.

Malaysia kemudian panik. Berbagai manuver yang dilakukan justru membuat Pemerintah mulai tersudut. Menghadapi persoalan ini justru Pemerintah mengeluarkan jurus aneh. Meminta ke berbagai negara agar menyerahkan berbagai laporan radar kepada Malaysia. Cara ini selain aneh dan mengundang keberatan dari negara-negara Pasifik. Justru cara-cara ini menunjukkan Pemerintah Malaysia tidak menghormati kedaulatan negara-negara. Selain itu juga, cara koordinasi Malaysia mengakibatkan Malaysia semakin “diserang” oleh keluarga korban.

Persoalan Malaysia mengingatkan penulis akan berbagai peristiwa kejadian “hilangnya” pesawat Adam Air di Sekitar Pulau Sulawesi. Adam Air yang semula menolak memberikan informasi namun kemudian tidak ada pilihan selain memenuhi permintaan dari berbagai kalangan. Adam Air kemudian diketahui tenggelam di sekitar Pulau Sulawesi, jalur yang tidak biasa ditempuh penerbangan domestik komersil.

Cara menghadapi persoalan mengenai pesawat dapat kita dalam pandangan Prof. Satjipto Rahadjo didalam bukunya “BIARKAN HUKUM MENGALIR” telah menguraikan panjang lebar.

Ketika terjadi kecelakaan pesawat terbang di Amerika yang menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawatnya, yang terjadi kemudian adalah proses litigasi dimana pengacara si korban dan pihak asuransi berdebat meminta pertanggungjawaban maskapai dan besaran ganti rugi yang harus ditanggung oleh pihak maskapai yang dibayarkan kepada keluarga korban atau ahli waris.

Lain dengan Jepang ketika kecelakaan pesawat terbang yang menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawatnya, yang terjadi kemudian adalah dimana pimpinan maskapai penerbangan tersebut menunduk dan meminta maaf dalam-dalam terhadap keluarga korban, kemudian pihaknya menanggung biaya penguburan dan pendidikan bagi keluarga korban. Setelah proses santunan dan penguburan selesai dilaksanakan, pimpinan maskapai mengundurkan diri.

Fenomena yang terjadi di Amerika dan Jepang diatas memberikan sebuah contoh perilaku dan cara menyelesaika sengketa dengan gaya masing-masing. Walaupun sama-sama sebagai negara maju, tetapi dalam perilaku Amerika tetaplah Amerika yang selalu tetap menekankan kebebasan dan individu. Jepang tentulah memiliki cara dan kekhasan tersendiri seperti yang tercermin dalam peristiwa diatas.

Dengan mengingatkan cara Indonesia menghadapi persoalan pesawat Adam Air, cara Jepang dan Amerika menghadapi persoalan pesawat terbang, maka kita dapat melihat cara Pemerintah Malaysia.

Pemerintah Malaysia tidak terbiasa menghadapi berbagai polemik. Dengan sistem politik yang bisa dikendalikan dengan ISA Act (semacam UU Subversi), tidak ada suara keberataran dari publik di Malaysia. Pemerintah Malaysia bisa mengendalikan baik suara kritis, media massa yang terbuka menyampaikan fakta hingga bisa mengendalikan “sumber informasi” resmi dari Pemerintah. Informasi yang disorting demi kepentingan dengan kedok nasionalisme.

Pemerintah “dianggap pelit” baik memberikan informasi maupun pembiayaan yang akan timbul dalam operasi mengungkapkan keberadaan pesawat yang hilang.

Sudah saatnya Malaysia “berbenah” menghadapi putaran global yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kejujuran, transparan dan keteladanan.