Akhir-akhir
ini kita mendiskusikan sertifikat halal dalam setiap label makanan.
Menyimak berbagai tanggapan terhadap sertifikat halal, sembari kita
menunggu Panja RUU Jaminan produk halal, alangkah baiknya kita
sejenak melihat “kepentingan” konsumen diutamakan.
Mendorong
sertifikat halal dalam setiap produk makanan merupakan “informasi
penting” dari umat Islam. Dengan Informasi itulah, umat Islam
akan menentukan “apakah” menggunakan produk itu atau
bukan.
Saya
tidak perlu mendiskusikan “zat” yang diranah Umat Islam
termasuk kategori halal-haram. Itu sudah menjadi pegangan dan
pengetahuan dan sudah menjadi pengetahuan umat Islam . Begitu juga
ada keraguan terhadap produk, maka sudah dipastikan tidak akan
digunakan.
Namun
“memaksa” negara untuk juga menerapkan “sertifikat
halal” merupakan sebuah persoalan tersendiri. Saya tertarik
selain akan menimbulkan persoalan juga akan menyebabkan “negara”
kemudian menjadi “penentu” sebuah halal-haram sebuah
produk.
Pertama.
Betul. Informasi tentang produk halal-haram merupakan informasi
penting bagi umat Islam. Informasi itu harus disampaikan secara
terbuka. UU Konsumen sendiri juga telah menyatakan, “tidak ada
kesesatan informasi” yang diberikan kepada konsumen terhadap
sebuah produk.
Kedua.
Informasi yang diberikan tentu saja hanya berlaku kepada suatu kaum
agama tertentu. Umat Islam saja. Tentu saja sertifikat halal-haram
tidak bisa dipaksakan diluar umat Islam.
Dengan
demikian, maka sertifikat Halal-haram biarlah menjadi kewenangan
lembaga Islam saja.
Ketiga.
Dengan sertifikat Halal-haram maka, negara tidak bisa “dipaksa”
menjadi penentu halal-haram. Negara harus berdiri diatas semua agama,
diatas semua golongan.
Doktrin
ini sudah lama menjadi diskusi di kalangan ahli hukum dan sejarah
perumusan UUD 1945. Sehingga negara tidak bisa menjadi bagian dari
suatu agama tertentu.
Keempat.
Dengan UU Konsumen saja, konsumen sudah dilindungi dengna informasi
suatu produk. Dengan informasi itulah, kita bisa menentukan apakah
suatu produk sesuai dengan informasi yang diberikan.
Kelima.
Sudah saatnya, diskusi mengenai rumusan sertifikat Halal-haram
biarlah menjadi urusan umat Islam saja. Tidak perlu lagi negara
kemudian “intervensi” sehingga “paksaan”
sertifikat Halal-haram menjadi ranah negara.
Negara
sudah “pusing' mengurusi berbagai urusan publik. Tidak perlu
lagi negara dipaksa mengurusi yang berkaitan dengan privat. Ranah
yang seharusnya dihindarkan dari negara yang mengagungkan demokrasi.