12 April 2014

opini musri nauli : REFLEKSI PEMILU 2014



Usai sudah Pemilihan Umum untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kotamadya, DPRD Propinsi, DPR-RI dan DPD. Sembari menunggu penghitungan resmi dari KPU sebagai lembaga yang berwenang untuk menentukan suara yang bisa diraup oleh masing-masing kandidate, berbagai lembaga survey penghitungan cepat (quick count) telah merilis analisis dan prediksi masing-masing Partai.

Ada partai yang mengaku akan meraih suara dan menempati posisi 3 besar kemudian melempem. Ada partai yang habis-habisan kampanye di berbagai media cetak dan elektronik namun terseok-terseok dan hampir melewati batas akhir suara terkecil. Ada partai yang tidak pernah diunggulkan namun mampu menyodok dan menjadi partai menengah (medioker).

Tiba-tiba partai yang jauh dari prediksi kemudian menyalahkan partai lain. Ada yang belum terima dengan menyebutkan berbagai survey bisa keliru. Namun ada yang menyebutkan, masih menunggu penghitungan resmi dari KPU.

Terlepas dari analisis berbagai lembaga survey dan penghitungan cepat, jawaban dari berbagai partai membuktikan beberapa kekeliruan.

Pertama. Istilah Jokowi effek kemudian dijadikan sasaran tembak. Penulis bingung dengan analisis ini. Apakah partai yang sering menyebutkan Jokowi tidak memberikan effek kepada PDI-P menjadikan hitungan terhadap kekalahan partainya sendiri ? Jawaban ini agak bingung juga.

Dari sini kelihatan, partai-partai yang memberikan analisis Jokowi tidak memberikan effek tidak menangkap essensi dari keinginan publik.

Publik sudah marah dengan partai-partai yang sering disebut-sebutkan dalam kasus korupsi. Publik “sedang” memberikan hukuman. Apabila partai masih tidak mengakuinya, maka bukan dukungan yang akan diterima oleh partai. Tapi hukuman lebih keras akan dijatuhkan.

Dua. Naiknya suara PKB dengan tagline Rhoma Irama tidak bisa ditangkap oleh petinggi partai. Masih banyak petinggi partai yang “meremehkan” pengaruh magnis Rhoma Irama.

Terlepas dari pandangan pribadi seseorang dengan Rhoma Irama, namun yang pasti Rhoma Irama sudah terbukti kongkrit membangunkan PKB dan sekarang menjadi cukup diperhitungkan.

Dari sini kelihatan “jenius”nya Muhaimin Iskandar sebagai nakhoda PKB yang membawa PKB cukup diperhitungkan dalam kancah politik.

Ketiga. Dukungan kepada Jokowi tidak serta merta memberikan dukungan kepada PDI-P. Seharusnya para petinggi partai menyadari antara dukungan kepada PDI-P berbeda dengan dukungan kepada Jokowi.

Kekaguman orang kepada Jokowi memang tidak bisa dibendung. Berbagai serangan mulai dilakukan. Mulai dari issu sara dengan mengusung agama, mengaitkan berbagai kemungkinan Jokowi dengan beberapa pilkada (Solo dan Jakarta), dianggap tidak amanah dan sebagainya.

Namun apabila cara-cara ini masih diteruskan, hukuman publik akan dirasakan oleh partai-partai. Terlepas dari prestasi yang dilakukan oleh Jokowi apabila dibandingkan dengan nama-nama lain seperti Walikota Surabaya, namun kekaguman publik kepada Jokowi harus ditangkap oleh petinggi partai.

Partai yang sudah terang-terangan mencela dan terus menyebarkan black campaing kepada Jokowi justru akan menimbulkan antipati dari publik. Publik akan terus menunjukkan kekuatannya. Publik akan memberikan isyarat yang keras.

Keempat. Berbeda dengan Pileg, terhadap Pilpres, aspirasi rakyat akan dbuktikan. Berbagai skenario dan desain yang cukup canggih yang hendak dimainkan untuk membangun delegitimasi terhadap Jokowi akan menimbulkan serangan balik.

Tanda-tandanya sudah kelihatan. Berbagai perang di dunia maya (cyber war) dengan mudah ditangkis oleh pasukan dunia maya.

Dukungan kepada Jokowi haruslah ditangkap oleh partai-partai. Aspirasi ini adalah kesadaran alam bawah sadar pemilih yang muak dengan berbagai jargon partai.

Maaf. Apabila partai-partai masih menggunakan cara-cara lama, masih percaya dengan kekuatan kader, masih percaya dengan dukungan media, masih percaya dengan jaringan politik yang sudah dibangun, Pileg 2014 sudah membuktikan.

Kemenangan Jokowi merupakan pesan. Selamat datang Generasi muda. 9 Juli kita bertemu. Selamat jalan generasi lama. 9 Juli kita berpisah.