12 Juni 2014

opini musri nauli : CATATAN KRITIS ISSU HAM



CATATAN KRITIS ISSU HAM

Dalam hiruk pikuk pilpres 2014, issu HAM menjadi salah satu tema pokok yang sering dibicarakan. Sebagian kalangan menghendaki kasus HAM tetap diproses secara mekanisme dan ketentuan yang berlaku. Sebagian kalangan menghendaki kita tidak membicarakan kasus HAM dan menatap masa depan yang lebih baik.

Satu persatu saya simak perdebatan itu. Satu persatu pula saya menyadari tema HAM sudah banyak melenceng dari substansi HAM itu sendiri. Terlepas dari berbagai argumentasi dan alasan yang disampaikan tulisan ini hendak mengembalikan dengan issu HAM itu sendiri. Saya berharap dialog terbuka issu HAM menjadi bagian agenda penting dari mandat reformasi. Tanpa itu semuanya, maka saya bisa pastikan kita memasuki zaman kegelapan dimana misteri menjadi milik negara. Misteri milik yang berkuasa. Dan misteri milik generasi kegelapan yang tidak bisa ceritakan kepada generasi selanjutnya.

HAM Produk Barat

Itu selalu counter yang paling sering kita dengar. Saya sungguh tidak mengerti mengapa counter ini cukup ampuh. Berhasil “meninabobokan” dan melindungi kejahatan HAM sesungguhnya.

Apakah counter ini “sengaja” dimainkan “tangan-tangan” tersembunyi sehingga menjadi operasi yang “menutup mata” kita ?

Mengapa kita melupakan deklarasi Human Right tahun 1948. Sebuah ikrar bangsa beradab tentang penghormatan, pengakuan dan perlindungan HAM ?

Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Indonesia termasuk salah satu negara yang cukup maju meratifikasi berbagai konvensi internasional yang berkaitan dengan HAM.
UU

Belum lagi berbagai terminologi sudah termaktub didalam pasal-pasal konstitusi.

Dengan demikian, maka bacaan tentang HAM juga harus lengkap. Tidak sepotong-potong, parsial dan lebih menitikberatkan pendekatan formal daripada substansi HAM itu sendiri.

Maka dengan demikian Indonesia tunduk dengan berbagai konvensi internasional berkaitan dengan HAM termasuk deklarasi Human Right 1948.

Sebelum kita memantik diskusi lebih lanjut, ada baiknya kita mengenal sejenak apa itu HAM ? Saya khawatir tema ini menenggelamkan substansi HAM itu sendiri.

Dalam UU HAM disebutkan “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Dengan menggunakan kata “seperangkat hak yang melekat... keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan”, maka substansi dasar dari pengertian HAM kemudian tidak terkristalisasi kepada HAM menjadi produk barat atau HAM dalam produk timur.

Begitu juga definisi HAM menurut Deklarasi umum HAM, HAM adalah semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Dalam definisi ini dijelaskan bahwa HAM merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusi yang dalam penerapannya berada dalam ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.

Turunannya, maka HAM berlaku universal di berbagai dunia manapun.

Bahkan Indonesia kemudian meratifikasi berbagai konvensi HAM diantaranya Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 berdasarkan UU No. 59 Tahun 1958, Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women) berdasarkan UUDarurat No. 68 tahun 1958, Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againts Women) dengan UU No. 7 tahun 1984, Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) dengan Kepres 36 tahun 1990, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan, atau merendahkan martabat Manusia (Toture Convention) dengan UU No. 5 tahun 1998 dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) berdasarkan Undang-Undang No.11/2005 dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) berdasarkan Undang-Undang No.12/2005.

Melihat begitu banyaknya Indonesia meratifikasi berbagai kovenan HAM, maka Indonesia sudah menempatkan persoalan HAM begitu penting dan sudah banyak tercantum didalam konstitusi kita.
Maka sudah terbantahkan HAM merupakan produk negara barat.

Kejahatan HAM adalah Kejahatan kemanusiaan

Berbagai pelanggaran kejahatan terjadi di Indonesia. Sekedar menyebutkan Semanggi 1 dan Semanggi II, Kerusuhan Mei 1998, penculikan merupakan “masa kelam” pemerintahan Soeharto. Kejadian ini terus terjadi di Timor Timur sebelum lepasnya dari Indonesia.

Kejahatan ini dapat kita tarik sebelumnya seperti pembantaian Talangsari, kasus Tanjung Priok 1984, Penembakan misterius (Petrus) tahun 1970-an akhir, pembantaian pasca G 30 S/PKI.

Bahkan pembunuhan Marsinah, Udin dan Munir menambah catatan kelam kejahatan HAM di Indonesia.

Kejahatan HAM adalah kejahatan kemanusian. Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU tersebut dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil.

Maka menggunakan definisi yang telah ditentukan, berbagai kejahatan yang telah disebutkan diatas dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan kemanusiaan.

Bergidik memang apabila kita melihat dan mendengarkan kesaksian para korban, orang tua maupun saksi yang mengetahui kejahatan HAM.

Lalu apakah dengan telah dijatuhi hukuman disiplin militer kepada para pelaku, maka persoalan HAM kemudian menjadi selesai ?

Dalam berbagai literatur disebutkan, untuk memastikan pemenuhan HAM, maka HAM juga merupakan tanggung jawab Pemerintah seperti yang tecantum dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia Pasal 28 I yang menyatakan bahwa perlindungan dan penegakan HAM merupakan tanggung jawab negara yang diatur dalam perundang-undangan seperti disebutkan dalam Pasal 28 I ayat 5. “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”

Konferensi PBB tentang HAM di Wina pada tahun 1993, juga menegaskan hal ini bahwa perlindungan dan pemajuan HAM adalah tanggung jawab pertama pemerintah sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Wina. “human rights and fundamental freedoms are the birthright of all human beings; their protection and promotion is the first responsibility of Governments:.

Pandangan ini kemudian dipertegas lagi pada konferensi PBB tentang Populasi dan Pembangunan (Kairo, 1994), Perempuan (Beijing, 1995), dan pada KTT Dunia tentang Pembangunan Sosial (Copenhagen, 1995).

Dengan demikian, perwujudan secara penuh HAM pada dasarnya bukanlah semata-mata kewajiban organisasi masyarakat sipil atau Komnas HAM semata, melainkan kewajiban utama dari Pemerintah.

Negara memiliki tanggung jawab tertentu secara tertentu dalam hal pelaksanaan. Negara juga memiliki peran pengawasan dalam memastikan aktor non-negara agar dapat melindungi berbagai ancaman terhadap pemenuhan HAM.

Maka, selain kasus Timtim, dalam catatan saya, hampir praktis saya tidak pernah mendengarkan pemeriksaan dan didorongnya untuk mengungkap kejahatan HAM di muka persidangan.

Dijatuhi hukuman dengan pemberhentian kepada Prabowo “tidak menyebabkan” kasus ini menjadi terkuak (termasuk berbagai dokumen yang kemudian telah tersebar dimasyarakat). Pertanggungjawaban Prabowo dengan telah disidangkan dalam Dewan kehormatan Perwira merupakan persoalan yang terpisahkan dari pertanggungjawaban kejahatan HAM.

Persidangan Dewan Kehormatan Perwira dan pemberhentian Prabowo merupakan tanggungjawab Prabowo dari ranah militer. Sebuah dimensi yang terpisah dari pertanggungjawaban Prabowo dari pertanggungjawaban kejahatan HAM.

Dokumen dan pemberhentian Prabowo merupakan “pintu masuk” untuk mengungkapkan kasus ini di persidangan HAM.
Dari dimensi inilah kita harus bersuara terus menerus meminta pertanggungjawaban negara untuk memastikan pengungkapan kasus-kasus HAM.

Kejahatan HAM tidak sama dengan kejahatan umum

Kejahatan HAM tidak bisa dibaca dari ranah kejahatan umum konvensional seperti yang sering disampaikan berbagai kalangan. Selain dengan telah diberhentikan Prabowo dari dinas militer dan tetap diminta pertanggungjawaban dalam persidangan HAM, berbagai pernyataan dari korban penculikan yang telah memaafkan merupakan persoalan yang sama sekali terpisahkan dari pengungkapan kasus itu sendiri.

Pengungkapan kasus HAM merupakan salah satu sendi dari amanat UU HAM. Pengingkaran terhadap pengungkapan kejahatan HAM merupakan salah satu catatan penting kita melihat bagaimana negara memperlakukan rakyatnya. Dalam kajian HAM biasa dikenal dengan istilah imunitas. Sebuah kata-kata yang paling menyakitkan dari bangsa yang mengaku beradab di zaman modern ini.

Lalu dengan pernyataan yang mengaitkan Prabowo yang sudah diusulkan Wakil Presiden tahun 2009 dan kemudian dipersoalkan pada pilpres 2014 ?

Saya kira itu pernyataan yang paling menyesatkan. Terlepas dari gegap gempita pilpres 2014 yang cukup ramai dengan semakin canggihnya informasi dan sedikit meleknya rakyat Indonesia, mendorong pengungkapan kasus HAM terus disuarakan.

Issu HAM menjadi laporan tahun Indonesia dalam berbagai pertemuan international. Indonesia terus melaporkan baik pelaksanaan konvenan HAM maupun kemajuan HAM di Indonesia.

Pengungkapan kasus HAM tetap menjadi keprihatinan internasional.

KOMNAS HAM dan berbagai korban terus menyuarakan pengungkapan berbagai kasus HAM. Acara demo di depan istana setiap kamis sore telah berlangsung hampir 400 minggu. KOMNAS HAM tidak pernah mencabut rekomendasi agar didorong pengungkapan berbagai kasus HAM. KOMNAS HAM terus menyuarakan.

Kasus HAM bukan berkaitan dengan urusan politik menjelang maupun setelah pilpres. Kasus HAM tidak pernah terjebak dengan urusan politik praktis.

Terlepas dari PDIP yang mencalonkan Prabowo tahun 2009, kasus ini terus disuarakan di berbagai tempat. Menjadi rujukan berbagai kajian HAM di Indonesia, menjadi literatur kampus yang tidak pernah beranjak menghentikan pembahasan ini.

Kasus HAM adalah kejahatan kemanusian. Kita membutuhkan jawaban terhadap berbagai misteri yang melingkupi kasus itu sendiri.

Kasus HAM bukanlah kejahatan masa lalu yang mengenal masa lewat waktu (daluarsa). Pengungkapan kasus HAM merupakan pelajaran pahit yang didesak oleh rakyat kepada negara.

Negara harus bertanggungjawab terhadap berbagai kesalahan masa lalu. Negara harus “memberikan” pelajaran kepada kita semua. Kesalahan masa lalu tidak usah ditutupi. Kesalahan masa lalu memberikan pelajaran kepada kita semua. Pelaku kejahatan HAM harus diproses. Dan negara harus memastikan agar proses itu terus berjalan. Dan negara kemudian memastikan kejahatan HAM tidak terulang kembali. Agar kita tidak mewarisi generasi dendam. Dendam rakyat kepada negara yang telah 'salah urus” dan mengambil hak-hak rakyat.