CATATAN
KRITIS ISSU HAM
Dalam
hiruk pikuk pilpres 2014, issu HAM menjadi salah satu tema pokok yang
sering dibicarakan. Sebagian kalangan menghendaki kasus HAM tetap
diproses secara mekanisme dan ketentuan yang berlaku. Sebagian
kalangan menghendaki kita tidak membicarakan kasus HAM dan menatap
masa depan yang lebih baik.
Satu
persatu saya simak perdebatan itu. Satu persatu pula saya menyadari
tema HAM sudah banyak melenceng dari substansi HAM itu sendiri.
Terlepas dari berbagai argumentasi dan alasan yang disampaikan
tulisan ini hendak mengembalikan dengan issu HAM itu sendiri. Saya
berharap dialog terbuka issu HAM menjadi bagian agenda penting dari
mandat reformasi. Tanpa itu semuanya, maka saya bisa pastikan kita
memasuki zaman kegelapan dimana misteri menjadi milik negara. Misteri
milik yang berkuasa. Dan misteri milik generasi kegelapan yang tidak
bisa ceritakan kepada generasi selanjutnya.
HAM
Produk Barat
Itu
selalu counter yang paling sering kita dengar. Saya sungguh tidak
mengerti mengapa counter ini cukup ampuh. Berhasil “meninabobokan”
dan melindungi kejahatan HAM sesungguhnya.
Apakah
counter ini “sengaja” dimainkan “tangan-tangan”
tersembunyi sehingga menjadi operasi yang “menutup mata” kita ?
Mengapa
kita melupakan deklarasi Human Right tahun 1948. Sebuah ikrar bangsa
beradab tentang penghormatan, pengakuan dan perlindungan HAM ?
Sebagai
bagian dari masyarakat internasional, Indonesia termasuk salah satu
negara yang cukup maju meratifikasi berbagai konvensi internasional
yang berkaitan dengan HAM.
UU
Belum
lagi berbagai terminologi sudah termaktub didalam pasal-pasal
konstitusi.
Dengan
demikian, maka bacaan tentang HAM juga harus lengkap. Tidak
sepotong-potong, parsial dan lebih menitikberatkan pendekatan formal
daripada substansi HAM itu sendiri.
Maka
dengan demikian Indonesia tunduk dengan berbagai konvensi
internasional berkaitan dengan HAM termasuk deklarasi Human Right
1948.
Sebelum
kita memantik diskusi lebih lanjut, ada baiknya kita mengenal sejenak
apa itu HAM ? Saya khawatir tema ini menenggelamkan substansi HAM itu
sendiri.
Dalam
UU HAM disebutkan “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Dengan
menggunakan kata “seperangkat hak yang melekat... keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan”, maka substansi dasar dari
pengertian HAM kemudian tidak terkristalisasi kepada HAM menjadi
produk barat atau HAM dalam produk timur.
Begitu
juga definisi HAM menurut Deklarasi umum HAM, HAM adalah semua orang
dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang
sama.
Dalam definisi ini dijelaskan bahwa HAM merupakan unsur
normatif yang melekat pada diri setiap manusi yang dalam penerapannya
berada dalam ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang
terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.
Turunannya,
maka HAM berlaku universal di berbagai dunia manapun.
Bahkan
Indonesia kemudian meratifikasi berbagai konvensi HAM diantaranya
Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 berdasarkan UU No. 59 Tahun 1958,
Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of
Political Rights of Women) berdasarkan UUDarurat No. 68 tahun
1958, Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan (Convention on the Elmination of
Discrimination againts Women) dengan UU No. 7 tahun 1984,
Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
dengan Kepres 36 tahun 1990, Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau
Merendahkan, atau merendahkan martabat Manusia (Toture Convention)
dengan UU No. 5 tahun 1998 dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights) berdasarkan Undang-Undang No.11/2005 dan
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
(International Covenant on Civil and Political Rights) berdasarkan
Undang-Undang No.12/2005.
Melihat
begitu banyaknya Indonesia meratifikasi berbagai kovenan HAM, maka
Indonesia sudah menempatkan persoalan HAM begitu penting dan sudah
banyak tercantum didalam konstitusi kita.
Maka
sudah terbantahkan HAM merupakan produk negara barat.
Kejahatan
HAM adalah Kejahatan kemanusiaan
Berbagai
pelanggaran kejahatan terjadi di Indonesia. Sekedar menyebutkan
Semanggi 1 dan Semanggi II, Kerusuhan Mei 1998, penculikan merupakan
“masa kelam” pemerintahan Soeharto. Kejadian ini terus
terjadi di Timor Timur sebelum lepasnya dari Indonesia.
Kejahatan
ini dapat kita tarik sebelumnya seperti pembantaian Talangsari, kasus
Tanjung Priok 1984, Penembakan misterius (Petrus) tahun 1970-an
akhir, pembantaian pasca G 30 S/PKI.
Bahkan
pembunuhan Marsinah, Udin dan Munir menambah catatan kelam kejahatan
HAM di Indonesia.
Kejahatan
HAM adalah kejahatan kemanusian. Diatur dalam Statuta Roma dan
diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak
asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU tersebut dan juga
sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan
terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian
dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil.
Maka
menggunakan definisi yang telah ditentukan, berbagai kejahatan yang
telah disebutkan diatas dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan
kemanusiaan.
Bergidik
memang apabila kita melihat dan mendengarkan kesaksian para korban,
orang tua maupun saksi yang mengetahui kejahatan HAM.
Lalu
apakah dengan telah dijatuhi hukuman disiplin militer kepada para
pelaku, maka persoalan HAM kemudian menjadi selesai ?
Dalam
berbagai literatur disebutkan, untuk memastikan pemenuhan HAM, maka
HAM juga merupakan tanggung jawab Pemerintah seperti yang tecantum
dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia Pasal 28 I yang menyatakan
bahwa perlindungan dan penegakan HAM merupakan tanggung jawab negara
yang diatur dalam perundang-undangan seperti disebutkan dalam Pasal
28 I ayat 5. “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia
sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan
hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan.”
Konferensi
PBB tentang HAM di Wina pada tahun 1993, juga menegaskan hal ini
bahwa perlindungan dan pemajuan HAM adalah tanggung jawab pertama
pemerintah sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Wina. “human
rights and fundamental freedoms are the birthright of all human
beings; their protection and promotion is the first responsibility of
Governments:.
Pandangan
ini kemudian dipertegas lagi pada konferensi PBB tentang Populasi dan
Pembangunan (Kairo, 1994), Perempuan (Beijing, 1995), dan pada KTT
Dunia tentang Pembangunan Sosial (Copenhagen, 1995).
Dengan
demikian, perwujudan secara penuh HAM pada dasarnya bukanlah
semata-mata kewajiban organisasi masyarakat sipil atau Komnas HAM
semata, melainkan kewajiban utama dari Pemerintah.
Negara
memiliki tanggung jawab tertentu secara tertentu dalam hal
pelaksanaan. Negara juga memiliki peran pengawasan dalam memastikan
aktor non-negara agar dapat melindungi berbagai ancaman terhadap
pemenuhan HAM.
Maka,
selain kasus Timtim, dalam catatan saya, hampir praktis saya
tidak pernah mendengarkan pemeriksaan dan didorongnya untuk
mengungkap kejahatan HAM di muka persidangan.
Dijatuhi
hukuman dengan pemberhentian kepada Prabowo “tidak menyebabkan”
kasus ini menjadi terkuak (termasuk berbagai dokumen yang kemudian
telah tersebar dimasyarakat). Pertanggungjawaban Prabowo dengan
telah disidangkan dalam Dewan kehormatan Perwira merupakan persoalan
yang terpisahkan dari pertanggungjawaban kejahatan HAM.
Persidangan
Dewan Kehormatan Perwira dan pemberhentian Prabowo merupakan
tanggungjawab Prabowo dari ranah militer. Sebuah dimensi yang
terpisah dari pertanggungjawaban Prabowo dari pertanggungjawaban
kejahatan HAM.
Dokumen
dan pemberhentian Prabowo merupakan “pintu masuk” untuk
mengungkapkan kasus ini di persidangan HAM.
Dari
dimensi inilah kita harus bersuara terus menerus meminta
pertanggungjawaban negara untuk memastikan pengungkapan kasus-kasus
HAM.
Kejahatan
HAM tidak sama dengan kejahatan umum
Kejahatan
HAM tidak bisa dibaca dari ranah kejahatan umum konvensional seperti
yang sering disampaikan berbagai kalangan. Selain dengan telah
diberhentikan Prabowo dari dinas militer dan tetap diminta
pertanggungjawaban dalam persidangan HAM, berbagai pernyataan dari
korban penculikan yang telah memaafkan merupakan persoalan yang sama
sekali terpisahkan dari pengungkapan kasus itu sendiri.
Pengungkapan
kasus HAM merupakan salah satu sendi dari amanat UU HAM. Pengingkaran
terhadap pengungkapan kejahatan HAM merupakan salah satu catatan
penting kita melihat bagaimana negara memperlakukan rakyatnya. Dalam
kajian HAM biasa dikenal dengan istilah imunitas. Sebuah
kata-kata yang paling menyakitkan dari bangsa yang mengaku beradab di
zaman modern ini.
Lalu
dengan pernyataan yang mengaitkan Prabowo yang sudah diusulkan Wakil
Presiden tahun 2009 dan kemudian dipersoalkan pada pilpres 2014 ?
Saya
kira itu pernyataan yang paling menyesatkan. Terlepas dari gegap
gempita pilpres 2014 yang cukup ramai dengan semakin canggihnya
informasi dan sedikit meleknya rakyat Indonesia, mendorong
pengungkapan kasus HAM terus disuarakan.
Issu
HAM menjadi laporan tahun Indonesia dalam berbagai pertemuan
international. Indonesia terus melaporkan baik pelaksanaan konvenan
HAM maupun kemajuan HAM di Indonesia.
Pengungkapan
kasus HAM tetap menjadi keprihatinan internasional.
KOMNAS
HAM dan berbagai korban terus menyuarakan pengungkapan berbagai kasus
HAM. Acara demo di depan istana setiap kamis sore telah berlangsung
hampir 400 minggu. KOMNAS HAM tidak pernah mencabut rekomendasi agar
didorong pengungkapan berbagai kasus HAM. KOMNAS HAM terus
menyuarakan.
Kasus
HAM bukan berkaitan dengan urusan politik menjelang maupun setelah
pilpres. Kasus HAM tidak pernah terjebak dengan urusan politik
praktis.
Terlepas
dari PDIP yang mencalonkan Prabowo tahun 2009, kasus ini terus
disuarakan di berbagai tempat. Menjadi rujukan berbagai kajian HAM di
Indonesia, menjadi literatur kampus yang tidak pernah beranjak
menghentikan pembahasan ini.
Kasus
HAM adalah kejahatan kemanusian. Kita membutuhkan jawaban terhadap
berbagai misteri yang melingkupi kasus itu sendiri.
Kasus
HAM bukanlah kejahatan masa lalu yang mengenal masa lewat waktu
(daluarsa). Pengungkapan kasus HAM merupakan pelajaran pahit
yang didesak oleh rakyat kepada negara.
Negara
harus bertanggungjawab terhadap berbagai kesalahan masa lalu. Negara
harus “memberikan” pelajaran kepada kita semua. Kesalahan
masa lalu tidak usah ditutupi. Kesalahan masa lalu memberikan
pelajaran kepada kita semua. Pelaku kejahatan HAM harus diproses. Dan
negara harus memastikan agar proses itu terus berjalan. Dan negara
kemudian memastikan kejahatan HAM tidak terulang kembali. Agar kita
tidak mewarisi generasi dendam. Dendam rakyat kepada negara yang
telah 'salah urus” dan mengambil hak-hak rakyat.
Baca : Catatan Hukum 2013