03 Juli 2015

opini musri nauli : MENCARI PEMIMPIN JAMBI



Hiruk pikuk Pilkada di Jambi sudah mewarnai pemberitaan akhir-akhir ini di berbagai media massa. Pemilihan Kepala Daerah telah menyita energi. Berbagai tim sukses telah merancang strategi untuk memenangi kandidatnya.
Secara factual, pemilihan Gubernur Jambi telah mengerucut kepada kedua kandidat. Hasan Basri Agus (HBA) sebagai incumbent akan berhadapan dengan Zumi Zola (ZZ). ZZ adalah Bupati Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim). 

Keduanya kebetulan Ketua Partai besar sehingga memudahkan “mendapatkan perahu” dan mencari partner partai lain untuk mencukupi suara mendaftarkan ke KPU.

Keduanya relative telah dikenal masyarakat sehingga tingkat apresiasi merupakan modal yang kuat untuk maju menjadi Gubernur.

Tinggal keduanya masing-masing mencari Wakil Gubernur yang sepadan untuk “mendongkrak suara”. Tinggal menunggu waktu “deklarasi” .

Penulis mengapresiasi terhadap putra-putra Jambi untuk mengambil tantangan menjadi peserta pilkada. Sebuah kesempatan untuk berkiprah politik.

Tinggal public kemudian dihadapkan dan menunggu detik demi detik memasuki putaran Pilkada tanggal 9 Desember 2015.

Sebagai Gubernur yang membawahi wilayah administrasi Jambi, maka posisi Gubernur merupakan salah satu jabatan yang dihormati masyarakat. Posisi yang cukup dihormati membuat jabatan ini kemudian menarik perhatian masyarakat. Baik kalangan yang “melek” politik dengan berbagai kalkulasinya maupun di lapisan masyarakat yang berharap “siapapun yang menjadi Gubernur” dapat memenuhi janjinya untuk menyejahterakan rakyat baik.

Tentu saja tidak mudah tantangan menjadi Gubernur Jambi. Dengan wilayah Jambi yang berbatasan langsung dengan Propinsi tetangga seperti Riau, Sumbar, Sumsel dan Bengkulu, peran Gubernur bisa “mengamankan wilayah” Jambi dengan menggunakan pendekatan pengetahuan yang telah dikenal masyarakat.

Wilayah Jambi telah dikenal di tengah masyarakat. Dengan menggunakan “Tembo”, wilayah Jambi kemudian dituliskan “Mulai Dari Sialang Belantak Besi, menuju durian takuk rajo, mendaki ke Pematang Lirik dan Besibak, terus ke sekeliling air Bangis, Mendepat ke Sungai Tujuh Selarik, terus ke Sepisak Piasau Hilang, Mendaki Ke Bukit Alunan Babi, meniti Pematang Panjang, Laju Ke Bukit Cindaku, mendepat ke Parit Sembilan,  turun ke renah Sungai keteh Menuju Ke SUngai Enggang, terjun ke laut nan sedidis, mendepat ke Pulau Berhalo, Menempuh Sekatak Air Hitam, menuju Ke Bukit Si Guntang-guntang, Mendaki Ke Bukit Tuan, Menempuh Ke Sungai Banyu lincir, Laju Ke Ulu Singkut BUkit Tigo, Mudk ke serintik Hujan, -Paneh, Meniti Ke Bukit Barisan, Turun ke renah Sungai Bantal, Menuju Ke sungai Air dikit, Mendepat ke Hulu Sungai ketun, Mendaki ke bukit Malin Dewo, menuju K Sungai Ipuh, Mendaki ke BUkit Sitinjau laut, menuju ke GUnung Merapi, mendepat ke Hulu Danau Bentu, menempuh ke BUkit Kaco, meniti pematang lesung tereh, menuju ke Batu angit Batu Kangkung, terus ke teratak Tanjung Pisang, mudik kelipai nan besibak, terus ke siangkak nan bedengkang, ilir ke durian takuk rajo, melayang ke tanjung semalido, disitu tanah beringin duo batang.

Istilah “durian takuk rajo” bisa ditemui di VII Koto dan Sumay yang berbatasan langsung dengan Sumbar. Sedangkan berbatasan dengan Riau biasa dikenal “salo belarik”, Bukit alunan babi, bukit cindaku, parit Sembilan yang kesemuanya termasuk kedalam Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

Sedangkan Air dikit, Sungai Ipuh, Bukit tigo, merupakan nama-nama tempat yang berbatasan langsung dengan Bengkulu. Kesemuanya terdapat di Taman nasional Kerinci Sebelat.  Dan “sialang belantak besi” biasanya merupakan nama tempat yang berbatasan langsung dengan Sumsel.

Nama-nama tempat itulah yang mengelilingi Jambi yang biasa dikenal dengan istilah “Tembo”. Kesemua pengetahuan tentang Tembo masih terdapat di tengah masyarakat.

SIFAT KEPEMIMPINAN

Tantangan tidak cukup “mengamankan” wilayah  Propinsi .

Di daerah-daerah hulu Sungai Batanghari, Sebagai pemimpin, maka mendapatkan mandate untuk bertindak “Yang berhak untuk memutih menghitamkan Yang memakan habis, memancung putus, dipapan jangan berentak, diduri jangan menginjek.

Kata-kata “Yang memakan habis, memancung putus” dimaknai sebagai “kata-kata pemimpin didalam mengambil keputusan dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya. Kata-katanya didengar dan merupakan solusi yang disampaikannya.

Kata-kata “dipapan jangan berentak, diduri jangan menginjek. Dimaknai sebagai “ketika setelah mengambil keputusan, maka keputusan yang telah dihasilkan tidak boleh disesali. Keputusan yang dilakukan harus dengna keyakinan yang terbaik untuk masyarakat.

Kata-kata “Disitu kusut diselesaikan. Disitu keruh dijernihkan. Disitu kesat sama diampelas. Disitu bongkol sama ditarah.

Seorang pemimpin dapat menjadi “muara” dari semua persoalan. Muara dari jawaban dari pertanyaan rakyat yang dipimpinnya. Tempat orang bertanya terhadap berbagai sengketa dan perselisihan yang terjadi di tengah masyarakat. Tempat mengadu berbagai persoalan dan muara dari jawaban persoalan itu sendiri.

Seorang pemimpin “didahulukan selangkah”. Dilebihkan sekata'

Seorang pemimpin harus diutamakan. Seorang pemimpin didepan menghadapi persoalan. Seorang pemimpin bersedia mengambil alih tanggung jawab dari berbagai persoalan.

Seorang pemimpin “dilebihkan sekata” melambangkan seorang pemimpin yang mempunyai wawasan yang luas. Bisa menjawab semua persoalan. Bisa menjelaskan “apa yang belum terpikirkan” masyarakat. Tempat orang “yang bisa menjelaskan dengan bijaksana.

Begitu juga pemimpin sering diibaratkan seperti pohon Beringin. “Pohonnya rindang tempat berteduh. Akarnya besar tempat Bersilo.

Pemimpin dihormati masyarakat dapat menjadi pengayom. Tempat berlindung masyarakat dari berbagai persoalan. Tempat “bercerita” bertukar pikiran terhadap persoalan sehari-hari. Tempat “bercengkrama” dan bersenda gurau. Tempat “bersuka ria” melewati persoalan.

Pemimpin yang baik “Tempat orang bertanyo. Tempat orang bercerito”. Ketika masyarakat hendak menyelesaikan berbagai persoalan, pemimpin merupakan orang pertama yang diminta pendapat. Pemimpin tempat “mengadukan” dan menemukan jawaban dari persoalan.

Masyarakat menemui pemimpin ketika “hendak pergi”. Tempat bertanya berbagai tempat yang hendak dituju. Tempat orang bertanya berbagai hal tentang tempat yang dituju.

Pemimpin yang baik “tempat” orang bercerita setelah datang dari tempat yang jauh. “tempat” bercerita tempat yang telah didatangi. Tempat orang menyampaikan berbagai peristiwa setelah kedatangan tempat yang telah dituju.

Begitu tinggi penghormatan kepada pemimpin sering diujarkan “Alam sekato Rajo. Negeri sekato batin”.
Begitu agung dan dihormati pemimpin, masyarakat akan mengikuti setiap perintah, setiap perkataan dari pemimpin. Setiap perkataan dan perintah dari pemimpin sebagai bentuk pemimpin yang dihormati.
Mereka “menyerahkan” hidupnya. Menyerahkan masa depannya kepada pemimpin.

Pemimpin yang baik tidak akan mencoba “menyakiti” rakyatnya. Tidak boleh mengkhianati rakyat. Tidak boleh “berbohong”. Tidak boleh bertindak tidak adil. “Belah bambunya”. Satu diangkat. Satu diinjek (dipijak). Satu di untungkan namun yang lain dikorbankan.

Satu di bedakan. Satu diistimewakan. Satu diperlakukan tidak adil. Satu diperlakukan begitu kejam. Satu diperlakukan tidak pantas. Tidak boleh itu.

Namun jangan coba-coba berkhianat terhadap rakyat. Kita sering mengenal ujaran “Rajo alim kami sembah, rajo zolim kami sanggah”. Jatuh dipemanjat. Jatuh di perenang

Rakyat mempunyai cara untuk melawannya. Rakyat mempunyai sikap untuk menentangnya.

Rakyat tahu “pemimpin yang baik”. Rakyat tahu pemimpin yang zolim”. Mereka menangkapnya dengan rasa. Mereka menangkapnya dengan hati.

Hati dan rasa merupakan cermin yang tidak bisa dibohongi. Hati dan rasa tidak bisa khianati.

Sebuah asa yang tidak bisa temukan dari perjalanan sehari atau dua hari kita ke desa itu.

Tentu saja masih banyak “Seloko” atau kata-kata bijaksana. Masih banyak yang mesti dituliskan. Tinggal kita mau mendengarkan dengan tulus dan memandang masyarakat yang mengagungkan seorang pemimpin.



Advokat, Tinggal di Jambi