Hiruk pikuk Pilkada di Jambi sudah mewarnai
pemberitaan akhir-akhir ini di berbagai media massa. Pemilihan Kepala Daerah
telah menyita energi. Berbagai tim sukses telah merancang strategi untuk
memenangi kandidatnya.
Secara factual, pemilihan Gubernur Jambi telah
mengerucut kepada kedua kandidat. Hasan Basri Agus (HBA) sebagai incumbent akan
berhadapan dengan Zumi Zola (ZZ). ZZ adalah Bupati Tanjung Jabung Timur
(Tanjabtim).
Keduanya kebetulan Ketua Partai besar sehingga
memudahkan “mendapatkan perahu” dan mencari partner partai lain untuk mencukupi
suara mendaftarkan ke KPU.
Keduanya relative telah dikenal masyarakat sehingga
tingkat apresiasi merupakan modal yang kuat untuk maju menjadi Gubernur.
Tinggal keduanya masing-masing mencari Wakil
Gubernur yang sepadan untuk “mendongkrak suara”. Tinggal menunggu waktu
“deklarasi” .
Penulis mengapresiasi terhadap putra-putra Jambi
untuk mengambil tantangan menjadi peserta pilkada. Sebuah kesempatan untuk
berkiprah politik.
Tinggal public kemudian dihadapkan dan menunggu
detik demi detik memasuki putaran Pilkada tanggal 9 Desember 2015.
Sebagai Gubernur yang membawahi wilayah
administrasi Jambi, maka posisi Gubernur merupakan salah satu jabatan yang
dihormati masyarakat. Posisi yang cukup dihormati membuat jabatan ini kemudian
menarik perhatian masyarakat. Baik kalangan yang “melek” politik dengan
berbagai kalkulasinya maupun di lapisan masyarakat yang berharap “siapapun yang
menjadi Gubernur” dapat memenuhi janjinya untuk menyejahterakan rakyat baik.
Tentu saja tidak mudah tantangan menjadi Gubernur
Jambi. Dengan wilayah Jambi yang berbatasan langsung dengan Propinsi tetangga
seperti Riau, Sumbar, Sumsel dan Bengkulu, peran Gubernur bisa “mengamankan
wilayah” Jambi dengan menggunakan pendekatan pengetahuan yang telah dikenal
masyarakat.
Wilayah Jambi telah dikenal di tengah masyarakat.
Dengan menggunakan “Tembo”, wilayah Jambi kemudian dituliskan “Mulai Dari Sialang Belantak Besi, menuju
durian takuk rajo, mendaki ke Pematang Lirik dan Besibak, terus ke sekeliling
air Bangis, Mendepat ke Sungai Tujuh Selarik, terus ke Sepisak Piasau Hilang,
Mendaki Ke Bukit Alunan Babi, meniti Pematang Panjang, Laju Ke Bukit Cindaku,
mendepat ke Parit Sembilan, turun ke
renah Sungai keteh Menuju Ke SUngai Enggang, terjun ke laut nan sedidis,
mendepat ke Pulau Berhalo, Menempuh Sekatak Air Hitam, menuju Ke Bukit Si
Guntang-guntang, Mendaki Ke Bukit Tuan, Menempuh Ke Sungai Banyu lincir, Laju
Ke Ulu Singkut BUkit Tigo, Mudk ke serintik Hujan, -Paneh, Meniti Ke Bukit
Barisan, Turun ke renah Sungai Bantal, Menuju Ke sungai Air dikit, Mendepat ke
Hulu Sungai ketun, Mendaki ke bukit Malin Dewo, menuju K Sungai Ipuh, Mendaki
ke BUkit Sitinjau laut, menuju ke GUnung Merapi, mendepat ke Hulu Danau Bentu,
menempuh ke BUkit Kaco, meniti pematang lesung tereh, menuju ke Batu angit Batu
Kangkung, terus ke teratak Tanjung Pisang, mudik kelipai nan besibak, terus ke
siangkak nan bedengkang, ilir ke durian takuk rajo, melayang ke tanjung
semalido, disitu tanah beringin duo batang.
Istilah “durian
takuk rajo” bisa ditemui di VII Koto dan Sumay yang berbatasan langsung
dengan Sumbar. Sedangkan berbatasan dengan Riau biasa dikenal “salo belarik”, Bukit alunan babi, bukit
cindaku, parit Sembilan yang kesemuanya termasuk kedalam Taman Nasional
Bukit Tigapuluh.
Sedangkan Air
dikit, Sungai Ipuh, Bukit tigo, merupakan nama-nama tempat yang berbatasan
langsung dengan Bengkulu. Kesemuanya terdapat di Taman nasional Kerinci
Sebelat. Dan “sialang belantak besi” biasanya merupakan nama tempat yang
berbatasan langsung dengan Sumsel.
Nama-nama tempat itulah yang mengelilingi Jambi
yang biasa dikenal dengan istilah “Tembo”.
Kesemua pengetahuan tentang Tembo masih terdapat di tengah masyarakat.
SIFAT KEPEMIMPINAN
Tantangan tidak cukup “mengamankan” wilayah Propinsi .
Di daerah-daerah hulu Sungai Batanghari, Sebagai
pemimpin, maka mendapatkan mandate untuk bertindak “Yang berhak untuk
memutih menghitamkan Yang memakan habis, memancung putus, dipapan jangan berentak,
diduri jangan menginjek.
Kata-kata “Yang memakan habis, memancung putus” dimaknai
sebagai “kata-kata pemimpin didalam mengambil keputusan dapat
menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya. Kata-katanya didengar dan
merupakan solusi yang disampaikannya.
Kata-kata “dipapan jangan berentak, diduri
jangan menginjek. Dimaknai sebagai “ketika setelah mengambil keputusan,
maka keputusan yang telah dihasilkan tidak boleh disesali. Keputusan yang
dilakukan harus dengna keyakinan yang terbaik untuk masyarakat.
Kata-kata “Disitu kusut diselesaikan. Disitu
keruh dijernihkan. Disitu kesat sama diampelas. Disitu bongkol sama ditarah.
Seorang pemimpin dapat menjadi “muara” dari
semua persoalan. Muara dari jawaban dari pertanyaan rakyat yang dipimpinnya.
Tempat orang bertanya terhadap berbagai sengketa dan perselisihan yang terjadi
di tengah masyarakat. Tempat mengadu berbagai persoalan dan muara dari jawaban
persoalan itu sendiri.
Seorang pemimpin “didahulukan selangkah”. Dilebihkan sekata'
Seorang pemimpin harus diutamakan. Seorang pemimpin
didepan menghadapi persoalan. Seorang pemimpin bersedia mengambil alih tanggung
jawab dari berbagai persoalan.
Seorang pemimpin “dilebihkan sekata” melambangkan seorang pemimpin yang mempunyai
wawasan yang luas. Bisa menjawab semua persoalan. Bisa menjelaskan “apa yang
belum terpikirkan” masyarakat. Tempat orang “yang bisa menjelaskan dengan
bijaksana.
Begitu juga pemimpin sering diibaratkan seperti
pohon Beringin. “Pohonnya rindang tempat berteduh. Akarnya besar tempat
Bersilo.
Pemimpin dihormati masyarakat dapat menjadi
pengayom. Tempat berlindung masyarakat dari berbagai persoalan. Tempat “bercerita”
bertukar pikiran terhadap persoalan sehari-hari. Tempat “bercengkrama”
dan bersenda gurau. Tempat “bersuka ria” melewati persoalan.
Pemimpin yang baik “Tempat orang bertanyo.
Tempat orang bercerito”. Ketika masyarakat hendak menyelesaikan berbagai
persoalan, pemimpin merupakan orang pertama yang diminta pendapat. Pemimpin
tempat “mengadukan” dan menemukan jawaban dari persoalan.
Masyarakat menemui pemimpin ketika “hendak pergi”.
Tempat bertanya berbagai tempat yang hendak dituju. Tempat orang bertanya
berbagai hal tentang tempat yang dituju.
Pemimpin yang baik “tempat” orang bercerita
setelah datang dari tempat yang jauh. “tempat” bercerita tempat yang
telah didatangi. Tempat orang menyampaikan berbagai peristiwa setelah
kedatangan tempat yang telah dituju.
Begitu tinggi penghormatan kepada pemimpin sering
diujarkan “Alam sekato Rajo. Negeri sekato batin”.
Begitu agung dan dihormati pemimpin, masyarakat
akan mengikuti setiap perintah, setiap perkataan dari pemimpin. Setiap
perkataan dan perintah dari pemimpin sebagai bentuk pemimpin yang dihormati.
Mereka “menyerahkan” hidupnya. Menyerahkan
masa depannya kepada pemimpin.
Pemimpin yang baik tidak akan mencoba “menyakiti”
rakyatnya. Tidak boleh mengkhianati rakyat. Tidak boleh “berbohong”.
Tidak boleh bertindak tidak adil. “Belah bambunya”. Satu diangkat. Satu
diinjek (dipijak). Satu di untungkan namun yang lain dikorbankan.
Satu di bedakan. Satu diistimewakan. Satu diperlakukan tidak adil. Satu diperlakukan begitu kejam. Satu diperlakukan tidak pantas. Tidak boleh itu.
Namun jangan coba-coba berkhianat terhadap rakyat.
Kita sering mengenal ujaran “Rajo alim kami sembah, rajo zolim kami
sanggah”. Jatuh dipemanjat. Jatuh di perenang”
Rakyat mempunyai cara
untuk melawannya. Rakyat mempunyai sikap untuk menentangnya.
Rakyat tahu “pemimpin yang baik”. Rakyat
tahu pemimpin yang zolim”. Mereka menangkapnya dengan rasa. Mereka
menangkapnya dengan hati.
Hati dan rasa merupakan
cermin yang tidak bisa dibohongi. Hati dan rasa tidak bisa khianati.
Sebuah asa yang tidak bisa
temukan dari perjalanan sehari atau dua hari kita ke desa itu.
Tentu saja masih banyak “Seloko” atau kata-kata
bijaksana. Masih banyak yang mesti dituliskan. Tinggal kita mau mendengarkan
dengan tulus dan memandang masyarakat yang mengagungkan seorang pemimpin.
Advokat, Tinggal di Jambi