Didalam
Administrasi Kabupaten Tanjung Jabung Barat dikenal daerah Tungkal Ulu dan
Tungkal Ilir. Tungkal Ulu terletak di Kota Kuala Tungkal dan daerah Tungkal Ulu
terletak di Merlung.
Tungkal
Ulu sebagai bagian administrasi Marga kemudian berhimpun Kecamatan Tungkal Ulu,
Kecamatan Merlung dan Kecamatan Pengabuan.
Didalam
Peta Belanda tahun 1910, Marga Tungkal Ulu terdapat nama-nama tempat seperti “Merloeng”,
Loeboekkambing, Kampoeng Baroe, Soeban, Tanjung Bodjo dan Taman Raja”.
Nama-nama tempat ini masih terdapat didalam berbagai kecamatan di Kabupaten
Tanjungjabung Barat (Tanjabbar). Sedangkan didalam “Mededeling, Issue 42,
Koninklijk Instituut voor de Tropen, 1936[1]
disebutkan “Marga Toengkal-Hoeloe” “in de
derde maand de Boekitbolend-streek, eveneens in Boven Sarolangoen en de
voornaamste nederzettingen langs de Tembesi-rivier tusschen Sarolangoen en
Moearatembesi en in de vierde maand Moerasabak, Koelatoengkal en de afgelegen
Marga Toengkal Hoeloe”.
Marga
Tungkal Ulu berbatasan dengan Marga “toengkal-hilir”, Marga Awin, Marga
Pemajoeng-hilir, Marga Soengai Baoeng, Marga Marasebo Ilir”, Marga Maro Sebo
Tengah, Marga Kembang Paseban, Marga Marasebo Ulu, Marga Petadjin Hilir dan
Marga Petadjin Hoeloe. Bahkan Marga Tungkal Ulu langsung berbatasan dengan
propinsi Riau yang ditandai dengan batas wilayah (tembo) “Sungai Lumahan.
Puyang
Marga Tungkal Ulu mengaku berasal dari Pagaruyung. Namun melihat kedekatan
wilayah dengan perbatasan Riau, maka yang dimaksudkan keturunan Pagaruyung
berasal dari Kerajaan Indragiri.
Menurut
Tambo Minangkabau, wilayah Minangkabau dibagi menjadi tiga. Darek, Rantau dan
Pesisia.
Darek adalah daerah tinggi
diantara pegunungan diantaranya Gunung Singgalang dan Gunung Merapi. Darek
dibagi 3 (luhak nan tigo). Luhak tanah datar, luhak Agam dan Luhak 50 Koto yang
terdiri luhak, ranah dan Lareh. Maninjau termasuk kedalam Luhak Agam. Rantau
adalah daerah diluar Luhak nan tigo. Menyusuri Sungai seperti Rokan, Siak,
Kampar, Kuantan/Indragiri dan Batanghari. Biasa disebut juga Minangkabau Timur
atau “ikua rantau (Ekor rantau) Sedangkan Pesisia (Pesisir) adalah daerah
sepanjang pesisir pantai barat Sumatera. Termasuk Painan.
Indragiri merupakan alur
migrasi dari Pagaruyung kemudian diketahui sebagai sebuah Kerajaan Indragiri.
Nah. Daerah Indragiri yang
kemudian menjadi Kerajaan Indragiri merupakan “puyang” dari Marga Tungkal Ulu.
Sekaligus “ikrakr” dari Pagaruyung adalah refleksi dari “puyang” Indragiri yang
merupakan wilayah administrasi Kerajaan Pagaruyung. Sehingga menjadi jelas yang
dimaksudkan “keturunan” dari pagaruyung adalah berasal dari Indragiri-Riau.
Puyang
mereka bernama Raja Tengku Besak, Tengku Gonjong dan Tengku Bae yang berasal
dari Indragiri. Dalam rentang administrasi, masih ditemukan “kekentalan”
hubungna kekerabatan dari Indragiri terutama Desa Selensen yang termasuk
kedalam kecamatan Kemuning Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau.
Alur
migrasi dari Indragiri juga dapat ditemukan dari ikrar “puyang” di Marga Kumpeh
di Kabupaten Muara Jambi.
Menurut
tutur di Merlung[2],
Masyarakat Merlung menyebutkan Merlung juga disebut “Pangkalan Juang. Posisi
strategis sebagai benteng pertahanan yang mudah menyebar ke Jambi, Ke Riau dan
Ke Kuala Tungkal mulai disebutkan baik sebagai bagian dari Kerajaan Johor,
Kerajaan Indragiri maupun Kerajaan Jambi.
Terdapat
dusun-dusun seperti Dusun Merlung, Dusun Tanjung Paku, Dusun Rantau Badak,
Rantau Dusun Mudo, Dusun Kuala Dasal, Dusun Pelabuhan Dagang, Dusun Taman Raja,
Dusun Tebing Tinggi, Dusun Kampung Baru, Dusun Tanjung Bojo, Dusun Kebun, Dusun
Suban, Dusun Lubuk Bernai, Dusun Pematang Pauh, Dusun Tanjung Tayas, Dusun,
Badang, Dusun Lubuk Terap, Dusun Penyabungan, Dusun Pulau Pauh, Dusun Sungai
Rotan dan Dusun Lubuk Kambing.
Penamaan
Dusun berdasarkan tipologi khas wilayah. Seperti Dusun Rantau Badak yang
terdapat banyaknya badak di Rantau, banyaknya jenis kayu yang bernama Terap
yang kemudian bernama Dusun Lubuk Terap. Banyaknya Kambing di Lubuk Kambing,
banyaknya Rotan di dusun Sungai Rotan, banyaknya bernai. Bernai adalah nama
buah-buahan. Hanya Ditempat ini ada bernai sehingga dinamakan Dusun Lubuk Bernai.
Banyak pohon yang bernama pauh (sejenis palm) di Pematang Pauh, banyakya Tayas
(buah-buahan sejenis mangga) di Dusun Tanjung Tayas atau banyaknya Bojo
(sejenis kacang-kacangan) di Tanjung yang kemudian disebut Dusun Tanjung Bojo. Banyaknya
Kebun yang kemudian disebut Dusun Kebun. Kebun kemudian dimaksudkan banyak
kebun yang menghasilkan buah-buahan setiap musim. Dan banyaknya rusa dalam satu
tempat. Kemudian bernama Dusun Suban.
Atau
berdasarkan sifat tipologi nama tempat seperti Rantau yang lurus (lurus
kemudian disebutkan benar) sehingga dinamakan Dusun Rantau Benar, Anak negeri
yang berdagang yang kemudian dinamakan Dusun Pelabuhan Dagang, tempat
bermainnya Raja kemudian bernama Dusun Taman Raja, Tebing yang tinggi kemudian
bernama Dusun Tebing Tinggi, Dusun baru yang kemudian disebut Dusun Mudo atau
kampong yang baru yang kemudian disebut Kampung Baru.
Selain
penamaan dusun berdasarkan sifat dan khas tipologi, penamaan dusun juga
berdasarkan tempat digunakan. Maka dikenal tempat penyabungan atau tempat
bertemunya para pendekar yang kemudian disebut “Penyabungan”, nama sungai
seperti Muara Dasal yang kemudian Kuala Dasal.
Namun
yang unik adalah Dusun Dadang. Sebenarnya nama dusun disebut Dusun Padang.
Namun dialek kemudian menyebutkan “dadang” (pengaruh pengucapan secara cepat)
sehingga kemudian dusun bernama Dusun Dadang.
Setiap
dusun dipimpin oleh seorang Penghulu atau Demang.
Didalam
menyelesaikan setiap perselisihan, maka diselesaikan oleh pemangku adat yang
disebut Waris nan Delapan. Waris Nan delapan yaitu Waris Aur Duri, Waris Kebun
Tengah, Waris Pulau Ringan, Waris Kuburan Panjang, Waris Gemuruh, Waris
Langkat, Waris Bukit Telang dan Waris Teluk.
Setiap
pemangku Waris dipilih oleh kaumnya sendiri. Di daerah hulu, kaum biasa disebut
juga “kalbu”. Sedangkan di sebagian daerah hilir Jambi, biasa disebut juga “guguk”..
Sebuah komunitas dari keturunan Ibu. Sebagaimana menjadi seloko “Anak sekato
Bapak. Kemenakan sekato Mamak”.
Di
berbagai tempat, susunan struktur ini biasa disebut “tengganai” sebagaimana
sering disampaikan “rumah betengganai, rantau bejenang, kampong bepenghulu dan negeri
bebatin.
Sebagai
pemangku adat, posisinya begitu penting dan dihormati sebagaimana seloko “memakan
habis. Memancung putus”. Di tangan merekalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan hukum adat dapat diselesaikan.
Dalam
proses penyelesaiannya, maka Pesirah sebagai Pemangku adat marga kemudian
memanggil para penghulu masing-masing setiap dusun untuk menyelesaikannya. Tata
cara memanggil dilakukan oleh Pesirah dengan menyuruh “Kermit”. Kermitlah
menggunakan canang (semacam gong kecil) memanggil kabar kepada seluruh negeri.
Kermit kemudian menyampaikan maksud dari pertemuan yang akan diadakan oleh
Pesirah.
Setelah
diputuskan oleh pemangku adat, maka terhadap sanksi haruslah dilaksanakan.
Pelanggaran atau pengingkaran terhadap sanksi ataupun perundingan tidak dapat
diselesaikan maka diserahkan kepada Pemangku Negeri yang ditandai dengan seloko
“alam berajo, negeri bebatin”.
Pengingkaran
terhadap sanksi ditandai dengan seloko “digantung
tinggi, dibuang jauh”. Di tempat lain sering juga disebut didalam seloko “tinggi tidak dikadah. Rendah Tidak dikutung”.
Seloko ini dapat dijumpai di Marga Luak XVI di hulu Kabupaten Merangin yang
sering disebutkan “Plali” sebagaimana seloko ”Bebapak pado
harimau, Berinduk pada gajah. Berkambing pada kijang. Berayam pada kuawo”. Dalam
bahasa sehari-hari sering juga disebut “orang buangan’. Orang yang tidak perlu
diurus di kampong karena tidak mau menaati sanksi yang telah dijatuhkan.
Sedangkan
Proses yang kemudian diserahkan kepada Rajo atau pemangku Batin sering
disebutkan didalam seloko “Gajah yang
begading. Rimau yang bebelang dan ombak yang bederuh”.
Dusun-dusun
yang termasuk kedalam Marga Tungkal Ulu kemudian menyebar di berbagai
Kecamatan. Baik kedalam Kecamatan Tungkal Ulu, Kecamatan Merlung, Kecamatan
Tebing Tinggi, Kecamatan Batang Asam. Bahkan Penyabungan merupakan salah satu
kecamatan pemekaran dari kecamatan-kecamatan sebelumnya.
Baca : istilah marga di Jambi