Tahun 2017 tidak dapat dipisahkan
diakhir tahun peristiwa OTT KPK (Operasi Tangkap Tangan) terhadap
pejabat-pejabat penting di Jambi. Peristiwa OTT KPK kemudian “menghentak” dan daya
gelegarnya menggeger Jambi. Dengan nilai fantastis ukuran nilai OTT KPK dan “berbarisnya”
pejabat yang ditangkap membuktikan KPK telah lama mencium aroma bau tidak sedap
didalam pengesahan RAPBD. Membuktikan anggapan ditengah masyarakat tentang aroma
bau tidak sedap didalam “ketok palu”.
Terlepas tengah berjalannya
proses hokum yang berlangsung, OTT KPK seakan-akan “kotak Pandora” yang siap
dibongkar KPK di tanah Jambi.
Dalam catatan KPK, Jambi tidak
pernah dijadikan “radar” KPK dalam issu korupsi. Dengan format “Korsup KPK”,
Jambi diharapkan dapat memberikan contoh pengelolaan keuangan daerah setelah
sebelumnya sukses dalam “korsup SDA”. Prestasi “tertib” pengelolaan SDA yang
berjalan 4 tahun sebelumnya. Jauh mengalahkan Sumsel, Kalteng, Kalbar.
Upaya KPK didalam menata dan
transparansi pengelolaan keuangan membuat KPK hingga dua kali harus ke Jambi
dan terus mengingatkan upaya agar berbagai pihak tidak “kongkalikong” didalam
mengesahkan RAPBD. Setelah sebelumnya berbagai propinsi tetangga Jambi kemudian
tersangkut OTT KPK (Propinsi Bengkulu, Kotamadya dan Kabupaten di Sumsel).
Daya gelegar OTT KPK kemudian
mewacanakan dan diskusi di berbagai tempat. Daya gelegar OTT KPK membuat
sebagian pejabat yang disebut-sebut namanya dalam pemberitaan merinding dan
membuat tidak nyenyak tidur. Terlepas dari proses yang tengah berlangsung,
keseriusan KPK didalam membongkar harus diapresiasi hingga dapat membuat
anggaran dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Tema korupsi kemudian menjadi
tema yang paling menyita perhatian public menjelang akhir tahun. Tema yang
tetap hangat hingga memasuki tahun 2018.
Akhir tahun 2017 ditutup manis
dengan diterima banding gugatan perdata dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK). KLHK semula sebagai penggugat yang ditolak oleh Pengadilan
Negeri Jambi kemudian ditingkat banding, Pengadilan Tinggi Jambi menyatakan PT.
RKK melakukan perbuatan melawan hokum.
Dengan putusan Banding, maka PT
Jambi kemudian menyatakan PT RKK bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan
hidup yang menimbulkan kerugian lingkungan hidup (strict liability). PT. RKK kemudian diwajibkan mengganti
kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 44,7 milyar.
Padahal kebakaran di Jambi seluas
135 ribu telah menghentikan penerbangan selama 3 bulan lebih, mematikan
perekonomian rakyat, meliburkan sekolah, memacetkan segala aktivitas
perekonomian hingga membuat panen menjadi gagal.
Kebakaran tahun 2015 kemudian
diidentifikasi terbakar di berbagai tempat areal perusahaan.
Polda Jambi sudah menetapkan 4
perusahaan sebagai tersangka (PT. DHL, PT. TAL, PT. RKK dan PT. ATGA), 27
Oktober 2015. Setelah sebelumnya memeriksa 12 perusahaan baik sawit maupun
kehutanan. Namun di pengadilan Negeri kemudian membebaskan PT. RKK dan PT.
ATGA.
Tidak salah kemudian putusan yang
membebaskan para pelaku kebakaran tahun 2015 membuat “patah arang” terhadap
proses penegakkan hokum.
Belum usai “kekagetan” putusan
Pengadilan yang membebaskan perusahaan, gugatan KLHK terhadap PT. RKK yang
dimentahkan di Pengadilan membuat semakin jauh dari “harapan’. Bahkan publikpun
semakin apatis.
Sehingga putusan banding yang
mengabulkan gugatan KLHK membangkitkan harapan yang sempat sirna.
Peristiwa OTT KPK dan putusan PT
Jambi terhadap kasus kebakaran adalah dua tema besar penegakkan hokum di Jambi
tahun 2017. Dua peristiwa yang “menyita energy” dan perhatian public.
Tema korupsi “sempat” dingin dan
praktis kurang mendapatkan liputan luas di media massa. Kasus korupsi yang
disidangkan di Pengadilan Adhock Tipikor Jambi cuma berkaitan dengan pejabat
selevel pejabat teknis yang “kurang menarik perhatian. Daya gelegarnya cuma
dilingkungan terbatas. Dengan OTT KPK, perhatian nasional kemudian tertuju dan
beralih ke Jambi. Negeri yang sepi dari pemberitaan korupsi kakap.
Sedangkan proses hokum terhadap
perusahaan penyebab kebakaran tahun 2015 juga sepi dari pengamatan public.
Ditambah bebasnya beberapa pelaku membuat proses hokum terhadap perusahaan
menyebabkan “patah arang” proses hokum dan diharapkan keadilan di pengadilan.
Namun dua peristiwa akhir tahun
2017 membuat gairah penegakan hokum telah berjalan baik (on the track). Sehingga
menatap tahun 2018, pengadilan diharapkan dapat menjadi jawaban dari suara
pencari keadilan.
Baca : Catatan hukum 2015
Advokat, Tinggal di Jambi