Selain
mengatur pantang larang terhadap daerah-daerah yang tidak boleh dibuka seperti “Teluk
sakti. Rantau Betuah, Gunung Bedewo”, “rimbo sunyi”, “hutan keramat, “hutan
Puyang”, “Hutan betuah”, “Hutan hantu pirau” dan pantang larang terhadap hewan
dan tumbuhan tertentu, pantang larang terhadap perilaku terhadap alam juga
dikenal.
‘Tidak
dibenarkan menyebut nama “harimau”. Harimau adalah salah satu hewan yang
dihormati dan disebutkan dengan penamaan “nenek” atau “datuk”.
Setiap
memasuki hutan (rimbo puyang), selalu menyebutkan dan mohon izin. “Oi, Tuk/nek,
cucung nak masuk rimbo. Izin, yo. Jangan diganggu. Ini cucung, tuk/nek”.
Selain
itu tidak dibenarkan membangun pondok/tenda apabila ditemukan jejak Harimau
atau jejak hewan lainnya. Daerah ini dikenal sebagai tempat “peminuman”. Tempat
yang menjadi tempat berkumpul dan meminum air dari hewan-hewan yang berada di
hutan.
Apabila
hendak membuang hajat (baik hajat kecil maupun hajat besar) dianjurkan
mengucapkan “permisi tuk/nek. Cucung mau buang hajat”. Selain itu yang membuang
hajat harus berada di hilir sungai dan tepi sungai. Sehingga tidak mengganggu
yang sedang mandi.
Di
beberapa tempat tidak dibenarkan membawa telur. Dikhawatirkan akan memancing
bau yang tajam dan menarik perhatian dari penghuni hutan.
Tidak
dibenarkan mandi tanpa menggunakan “kain basahan”. Mandi hanya menggunakan
celana dalam dikhawatirkan akan tidak sopan. Di Marga Sungai Tenang dapat
dijatuhi sanksi apabila mandi tanpa menggunakan “kain basahan”.
Tidak
dibenarkan “tertawa terbahak-bahak” atau ngomong yang tidak pantas. Sikap ini
akan justru akan menimbulkan “bala” yang akan mengganggu perjalanan.
Tidak
dibenarkan “takabbur” dan teriak yang tidak pantas. Cara ini akan menyebabkan “Rajo”
akan marah dan akan menimbulkan masalah.
Adab,
sikap bahkan perilaku harus menempatkan hutan sebagai tempat “berkuasanya Rajo”.
Pendatang harus menghormati dengan sikap, adab dan perilaku yang harus dijaga.
Kesalahan
dan sikap takabur akan menyebabkan korban dan akan mengganggu perjalanan
dihutan.
Pantang
larang selalu diingatkan oleh “tetua kampong” baik sebelum perjalanan maupun
selama perjalanan. Peringatan dari Tetua kampong” mengingatkan wilayah
kekuasaan Rajo.
Sebagai
“rajo” maka dia akan menunjukkan kekuasaannya untuk mengamankan wilayahnya. Sehingga
setiap peristiwa konflik satwa dengan manusia, “tetua kampong” akan mudah
mencari penyebab terjadinya konflik. Sehingga “ingatan, teguran” dari Rajo akan
selalu menjadi peringatan kepada yang lain. Supaya dapat menempatkan “Rajo”
yang berkuasa di hutan.
Baca : Pantang Larang