NARASI KEBANGSAAN (4)
WILAYAH
Ketika
deklarasi Pemuda Indonesia menyatakan “Satu
tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa”
yang kemudian dikenal sebagai “Sumpah
Pemuda” maka kemudian Pemuda Indonesia kemudian menyatakan tentang satu
Wilayah, menetapkan satu Bangsa dan satu Bahasa. Deklarasi tanggal 28 Oktober
1928 yang kemudian menggerakkan dan menjadi inspirasi untuk kemerdekaan.
Peserta
Kongres Pemuda terdiri dari Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak,
Jong Sumatera, Jong Islami, Pemuda Kaum Betawi. Bahkan terdapat pemuda Tionghoa
seperti Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie. Bahkan terdapat
Perwakilan Papua seperti Aitai Karubaba dan Poreu Ohee[1].
Melihat
keberagaman dan mewakili berbagai kepemudaan di Indonesia maka “deklarasi’
Pemuda Indonesia kemudian melebur menjadi “satu Tanah air, satu bangsa dan satu
Bahasa’ maka deklaras ini kemudian menegaskan. Tentang satu Bangsa, satu Bahasa
sebagai identitas menjadi satu Tanah Air.
Sebagai
satu tanah air maka menghentikan wacana tentang “perbedaan” wilayah yang
kemudian dijajah oleh Belanda. Dimulai dari Timur Indonesia seperti Ternate
(1605), Makassar ditaklukan berdasarkan Perjanjian Bungaya (1667), Perang
Padri (1821-1837), Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Aceh (1873-1907),
Perang Jambi (1833-1907), Perang Lampung (1834-1856), Perang Lombok
(1843-1894), Perang Puputan Bali (1846-1908), Perang Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah (1852-1908), Perlawanan Sumatra Utara (1872-1904), Perang Tanah
Batak (1878-1907) dan Perang Aceh (1873-1912)[2].
Deklarasi kemudian menegaskan tentang satu wilayah. Deklarasi kemudian
menegaskan tentang satu kesatuan 17.504 pulau[3].
Wilayah Indonesia yang harus merdeka
dari colonial Belanda. Harus merdeka dan menjadi bangsa yang berdaulat.
Pengakuan terhadap wilayah Indonesia
kemudian dikenal sebagai “Deklarasi Juanda”. Deklarasi yang disampaikan oleh
Ir. H. Djuanda Kartawidjaja untuk menghubungkan satu bentang wilayah dengan
menggunakan laut sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu
kesatuan wilayah NKRI.
Sebelum Deklarasi Djuanda, wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu
Teritoriale Zeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939) tercantum
dalam Staatsblad 1939 Nomor 442 dan berlaku 25 September 1939. Dalam peraturan
jaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah nusantara dipisahkan oleh laut
di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3
mil dari garis pantai, yang berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari
laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut[4].
Kemenangan deklarasi Juanda kemudian dikenal Indonesai
sebagai negara kepulauan (archipelagic
state).
Upaya memisahkan diri atau upaya melakukan kudeta
terhadap Pemerintahan yang sah dapat dilihat Pemberontakan G30 S/PKI,
Pemberontakan Permesta, Pemberontakan PRRI, Pemberontakan PKI Madiun,
Pemberontakan DI/TII, Pemberontakan GAM, Pemberontakan RMS. Namun pemberontakan
dapat dipadamkan. Indonesia tetap berdiri hingga sekarang.
Dengan Sumpah Pemuda, Proklamasi, Deklarasi Juanda
maka kita berdiri dalam wilayah Indonesia. Negeri yang diwariskan oleh leluhur
dan diturunkan kepada generasi mendatang.
Baca : NARASI KEBANGSAAN (3)