Batin
VIII berasal dari batin II. Kisah bermula dari Keris Bayang II. Keris Bayang II
berasal dari Batin VIII. Keris ini terdapat di Museum Yogyakarta. Sehingga
Batin VIII berasal dari Mataram.
Batin
VIII sebenarnya terdiri dari 7 Dusun asal. Desa Tertua dikenal adalah Teluk
Kecimbung. Makanya kemudian cara menghitungnya dimulai dari Teluk Kecimbung.
Cara
menghitungnya dari tengah. Dimulai dari Teluk Kecimbung. Biasa dikenal “ke ilir’.
Jadi Teluk Kecimbung, Tanjung, Pulau Lintang dan Penarun. Sedangkan “ke mudik” Teluk Kecimbung, Pulau Buayo, Rantau Gedang
dan Tanjung Gagak.
Sehingga
Teluk Kecimbung adalah Dusun asal yang terletak ditengah-tengah Batin VIII.
Sehingga
disebut sebagai Batin VIII adalah 4 Dusun Ilir dan 4 Dusun Mudik. 4 Dusun Ilir
dan 4 Dusun Mudik inilah yang kemudian dikenal sebagai Batin II.
Setiap
dusun dipimpin Rio. Rio adalah system pemerintahan setingkat Desa. Dihapuskan
sejak UU No. 5 Tahun 1979.
4
Dusun Mudik mempunyai hubungan kekerabatan dengan Marga Cermin Nan Gedang.
Marga Cermin Nan Gedang adalah salah satu Marga yang berbatasan langsung dengan
Batin VIII.
Selain
itu dikenal Dusun Sungai Abang, Dusun Panti, Dusun Sungai Baung dan Dusun
Tingting dikenal sebagai “Kampung Mpek” atau “Kampung empat”. Lebih dekat ke
Batin daripada penghulu. 4 Dusun kemudian masuk kedalam Kecamatan Sarolangun.
Pembagian
wilayah di Batin VIII mengingatkan tentang pembagian wilayah di Marga Sungai
Tenang. Terdiri dari Pungguk 6, Pungguk 9 dan Koto 10.
Masyarakat
mengenal “minta tanah sepekokok ayam”. Istilah ini dikenal didalam Hukum Tanah
Melayu Jambi. Seperti di Marga Pelepat[1]
dan Marga IX Koto[2]. Sedangkan
di Batin V Sarolangun mengenal istilah “Sebiduk
luncur. Sekokok ayam.
Batas
Batin VIII dengan Merangin terletak di Sangkil Belarik. Batas ini terletak
Limbur Tembesi. Kemudian lantak seribu ketemu di ujung Batang Asai yang
termasuk wilayah Marga Batang Asai. Lantak Seribu termasuk kedalam Kabupaten
Merangin.
Istilah
“lantak seribu” mirip dengan tembo “durian takuk Rajo. Tembo “durian takuk rajo”
adalah pohon yang ditakuk (dipotong sebagai tanda).
Tembo
“durian takuk Rajo” dikenal sebagai perbatasan Jambi dengan Provinsi Sumbar.
Baik didalam Tembo Minangkabau maupun Tembo di Marga Jujuhan, Marga IX Koto,
Marga IX Koto dan Marga Sumay.
Kemudian
ketemu dengan Muara Sungai Selembau mati. Terletak di Marga Cermin Nan Gedang. Kemudian
dengan Marga V Sarolangun terletak di Lapah Ulah dan pangkal bulian.
Sedangkan
menurut Marga Simpang 3 Pauh, berbatasan dengan Batin VIII terletak didaerah
“Semapit besar” di Sungai Itam[3]
Menurut Schetskaart Residentie Djambi – Adatgemeenschappen (Marga’s),
Schaal 1 : 750.000, Batin VIII berbatasan dengan Marga Batin IX Ilir, Marga Air
Hitam, Marga Simpang 3 Pauh, Batin V Sarolangun, dan Marga Cermin Nan Gedang[4].
Pusat Batin di Tanjung[5].
Sebagai pemegang keputusan di Teluk Kecimbung, maka untuk
menyelesaikan masalah di Dusun Penarun. Dusun Penarun adalah Rio Pembarap.
Hubungan ini mengingatkan Hubungan antara Marga Tiang Pumpung,
Rendah Pembarap dan Marga Senggrahan. Ditandai
dengan seloko “Gedung di tiang pumpung,
Pasak di Pembarap. Dan kunci di Senggrahan[6]
Orang Penarun mempunyai kemampuan untuk mencari ikan. “Dimanapun genah mencari ikan, ikan selalu
ditemukan”.
Kemampuan ini dibuktikan di sebuah tempat dekat teluk terdapat
napal. Napal itu suatu saat akan musiman. Suatu waktu ikan sering terdapat di
napal. Istilah ini biasa dikenal dengan “Nyakai”. Nah, kemampuan inilah yang
kemudian dikenal pada keluarga tertentu.
Batin VIII kemudian menjadi Kecamatan di Kabupaten Sarolangun.
Desa-desa yang termasuk kedalam Kecamatan Batin VIII adalah Desa Bangun Jayo,
Desa Batu Penyabung, Desa Dusun Dalam, Desa Limbur Tembesi, Desa Muaralati,
Desa Penarun, Desa Pulau Buayo, Desa Pulau Lintang, Desa Pulau Melako atau Desa
Malako, Desa Rantau Gedang, Desa Sukajadi, Desa Tanjung, Desa Tanjung Gagak,
Desa Teluk Kecimbung atau Desa Sikumbang dan Desa Teluk Mancur.
Baca : Istilah Marga di Jambi