28 November 2020

opini musri nauli : Cara Pandang Kasus Menteri KKP





Ketika Menteri KKP ditangkap beserta rombongan termasuk istrinya, maka seketika pertanyaan normatif kemudian muncul. Apakah kasus ini tepat disidangkan di Indonesia. 


Perhatian penulis ketika pertanyaan umum diceletuk melihat rangkaian penangkapan. 


Sebagaimana diketahui, Menteri KKP ditangkap beserta istrinya setelah kunjungan dari Honolulu (Amerika Serikat). 


Apakah Menteri melakukan kejahatan diluar negeri atau di wilayah hukum Indonesia (yurisdiksi Indonesia). 


Sebelum memulai pembahasan, maka dapat dilihat berbagai rangkaian kegiatan. 


Sebagaimana yang diketahui, Menteri KKP membelanjakan uang di Honululu. Diantaranya Rp 750 juta membeli barang pribadi seperti jam tangan rolex, tas Tumi dan LG, baju Old Navy. 


Peristiwa hukum terhadap pembelian memang dilakukan di Honolulu (AS). Dan itu memang termasuk kedalam wilayah hukum negara Amerika Serikat. 


Namun rangkaian pembelian barang adalah muara dari peristiwa tindak pidana. 


Yang menjadi perhatian KPK adalah ditemukan kiriman uang sebesar US$ 100 ribu (1,4 milyar rupiah) dari Direktur PT. DPP. Uang dikirimi melalui Safri yang merupakan Staf Khusus Menteri KKP dan Amirul Mukminin (swasta). 


Kiriman juga dari PT. Aero Citra Kargo Amri dan Ahmad Bahtiar senilai Rp. 3,4 milyar. Uang digunakan untuk keperluan Menteri KKP dan istrinya. Termasuk juga Safri dan Andreu Pribadi Misata. 


Belum lagi  Safri dan Andreu (staf Khusus Menteri) yang pernah kepergok menerima uang senilai Rp 436 juta. 


Melihat rangkaian peristiwa yang diuraikan oleh KPK, maka pembelian kebutuhan pribadi adalah muara dari peristiwa. Dan itu memang terjadi di wilayah hukum Amerika. 


Namun rangkaian peristiwa yang terjadi dimulai dari pengiriman uang yang termasuk kedalam wilayah hukum Indonesia. 


Pengiriman uang sudah dilakukan sebelum Menteri KKP dan rombongan berangkat ke Honolulu. Sehingga dipastikan perbuatan pidana yang dituduhkan kepada Menteri KKP dan rombongan sudah selesai. 



Atau dengan kata lain, dengan dikirimi uang melalui transfer membuktikan Menteri KKP telah menerima uang dari pihak ketiga. 


Sehingga dipastikan Menteri KKP telah menerima gratifikasi yang bertentangan menurut hukum. 


Dengan demikian terhadap penggunaan yang diterima bukanlah peristiwa penting untuk dilihat sebagai bagian dari kejahatan korupsi. 


Yang menjadi sorotan adalah tetap disebutkan Menteri KKP telah menerima uang dari pihak ketiga. 


Sehingga pertimbangan untuk menunggu kembalinya KKP dari Honolulu hanyalah sekedar menunggu waktu penangkapan. Bukan semata-mata “apakah uang itu digunakan atau tidak”. 


Dengan melihat rangkaian yang telah disampaikan oleh KPK didalam konferensi pers dan melihat rangkaian yang telah dilakukan oleh Menteri KKP membuktikan adanya terjadi tindak pidana korupsi. 


Sehingga dipastikan alasan menggunakan “bukan yurisdiksi” Indonesia atau diluar wilayah hukum akan mudah dipatahkan oleh KPK. 


Namun yang menarik perhatian penulis bukan semata-mata terhadap persoalan apakah termasuk kedalam yurisdiksi Indonesia atau tidak. 


Tapi adalah penggunaan dana yang diterima untuk digunakan pembelian perlengkapan pribadi. 


Pembelian seperti membeli barang pribadi seperti jam tangan rolex, tas Tumi dan LG, baju Old Navy adalah mental dari penguasa yang membelikan barang-barang bermerk ditengah pandemic yang melanda Indonesia. 


Alangkah memalukan. Terlepas itu adalah mimpi kelas menengah Indonesia terhadap barang-barang bermerk, barang-barang bukti yang digelarkan oleh KPK adalah sekedar hanya memenuhi nafsu pribadi. 


Sama sekali tidak ada yang perlu dibanggakan memiliki barang tersebut. Apalagi ditengah masyarakat yang terancam kehidupan ekonominya yang tengah sekarat. 


Keteladanan dari Jokowi dimana pejabat publik harus hidup sederhana, jauh dari kesan memamerkan kesan mewah ternyata tidak diikuti para pembantunya. 


Sehingga tidak salah kemudian banyak sekali program-program yang digagas oleh Jokowi sama sekali tidak dapat dilaksanakan dilapangan. Terutama para Menteri yang mempunyai berbagai agenda pribadi. Agenda yang justru bertentangan dengan semangat yang ditularkan oleh Jokowi.. 


Semoga tamparan dari KPK mengingatkan Menteri dan para pembantunya agar tetap mengurusi rakyat. Jauh dari keinginan pribadi apalagi bermewah-mewahan. Ditengah rakyat yang sedang berjuang melewati krisis pandemic.