26 November 2020

opini musri nauli : Pendekar Perempuan Yang kukenal

 

Photo : dari internet


Mau perusahaan negara, mau swasta, 

pokoknya yang merampas tanah rakyat,

 berhadapan ama gue

(Nurhidayati, 2013)



Kata-kata bak “petir ditengah bolong”, kata-kata itu membungkam sekaligus telak. Sekaligus sikap dan pandangan yang tanpa kompromi. 


Teringat kata-kata yang disampaikan ketika menjadi Kepala Departemen Advokasi Walhi 2012-2016. Dia Tangguh sekaligus tegas. 


Kata-kata bak mantra sekaligus mengakhiri perdebatan tentang sikap perusahaan yang kemudian merampas tanah rakyat. 


Masih ingat perdebatan apakah “elegan” dan khawatir tidak dituding tidak nasional ketika kemudian melakukan advokasi dan langsung berhadapan dengan perusahaan milik negara. 


Perdebatan kemudian sempat panas. Sebagian menghendaki tidak perlu melihat latarbelakang dari perusahaan. Sebagian tetap kukuh harus tegas didalam melakukan advokasi. 


Namun bak seperti “petir disiang bolong”, suaranya kemudian tegas. Tanpa ampun. 


Sebagai panglima yang memimpin advokasi di Walhi, pernyataan sekaligus sikap yang harus diambil. Sekaligus perintah tanpa reserve. 


Tubuhnya kecil. Khas orang Indonesia. Suaranya lirih. Kadangkala suara guyonan lebih kental daripada sikap kerasnya. 


Namun sebelum menjadi Kepala Departemen Advokasi Walhi, dia memimpin organisasi Lingkungan Hidup yang dihormati. Green Peace. Organisasi kampanye yang aksi-aksinya cukup menyita perhatian publik. 


Sekedar memimpin organisasi sebesar Green Peace sekedar bukti. Dia bukan perempuan sembarangan. 


Tamatan ITB, menguasai Teknik lingkungan dan kemudian jago Bahasa Inggeris membuat para bule sering geleng-geleng kepala. 


Memimpin Green Peace yang sebagian besar lelaki adalah jam terbang yang tidak boleh diremehkan. Sehingga dikalangan internasional dihormati. 


Namun ketika Walhi memanggil dan Ketua Abetnego meminta menjadi Kepala Departemen Advokasi, tanpa berfikir dia bersedia. Meninggalkan segala fasilitas dan jaringan yang dinikmatinya. 


“Darah saya, darah Walhi, ketua”, katanya datar. Tidak ada sama sekali keistimewaan. 


Sehingga sebagai “darah Walhi”, darahnya mendidih. Melihat ketidakadilan. Segera adrenalinnya kemudian bangkit. 


Kekukuhannya didalam prinsipnya teringat dengan kisah pewayangan. Dewi Srikandi. Seorang perempuan yang paling terkenal didunia pewayangan. 


Dewi Srikandi sering digambarkan perempuan biasa, cantik, sopan dan pintar nembang. 


Namun ketika panggilan negara kemudian harus dipikulnya, keterampilan memanah, berkuda membuat dia dihormati di medan tempur. 


Sehingga tidak salah kemudian sikapnya yang “tegas”, tanpa tedeng aling-aling menolak undangan dari istana. Terhadap agenda yang tidak jelas. 


Sebagai “panglima” Walhi, sikapnya tegas. Tidak perlu berkompromi terhadap agenda yang merugikan kepentingan rakyat. 


Dialah panglima Walhi. Direktur Walhi, Nurhidayati. Seorang Dewi Srikandi yang tidak pernah mundur setapakpun. 


Keep spirit, Mbak Yaya. 


Baca : Perempuan