07 Desember 2020

Istana Astinapura : Pak Tua

 



Kamu yang sudah tua, apa kabarmu?
Katanya baru sembuh, katanya sakit?
Jantung, ginjal, dan encok, sedikit saraf
Hati-hati Pak Tua, istirahatlah
Di luar banyak angin


Kamu yang murah senyum memegang perut
Badanmu semakin tambun memandang langit
Hari menjelang magrib Pak Tua ngantuk
Istri manis menunggu, istirahatlah
Di luar banyak angin


Pak Tua sudahlah
Engkau sudah terlihat lelah oh ya
Pak Tua sudahlah
Kami mampu untuk bekerja oh ya
Pak Tua

(Elpamas, 1991)



Lagu yang dinyanyikan oleh Toto Towel justru diciptakan oleh Pitat Haeng. Pitat Haeng dikenal Virgiawan Listanto (Iwan Fals). 


Iwan Fals sengaja mencantumkan nama Pitat Haeng selain menyembunyikan diri dari kejaran orde baru juga Elpamas tidak terjebak bayang-bayang sang Legenda. 


Lagu ini kemudian meledak dalam Album Elpamas tahun 1991. Begitu menggema mengkritik Soeharto yang mulai tua. Lagu “Wajib’ yang dinyanyikan para demonstran menjelang kejatuhan Soeharto tahun 1998. 


Lagu yang sering dinyanyikan disela-sela teriakan orasi ditengah lapangan mengingatkan bagaimana rakyat Indonesia sudah mulai muak dengan Soeharto. Seorang Presiden yang berkuasa 32 tahun lebih. 


Sering orang menduga lagu kritik sosial ditujukan kepada Soeharto. Padahal menurut pengakuan dari sang pencipta lagu, lagu ini diciptakan untuk melihat realitas “seorang pengusaha tua” yang sakit-sakitan namun tidak mau berhenti.   Mencari nafkah untuk kehidupannya sehari-hari. 


Ditinggalkan anak yang sudah dewasa, sang bapak Tua yang terus mencari nafkah kemudian menjadi perhatian dari sang pencipta lagu. Melihat kegigihan dan seringnya sakit pak tua, sang penulis lagu malah berkeinginan untuk melihat pak tua istirahat. Sekaligus berkumpul dengan keluarganya. 


Namun disaat “sumbatan” demokrasi, lagu ini kemudian meledak, enak didengar (easy learning). Lagu ini kemudian menjadi “lagu wajib” didendangkan para demonstran disela-sela aksi heroiknya. 


Entah momentum yang pas atau memang lagu ini kemudian enak dinyanyikan, lagu ini kemudian menjadi “koor”. Dan lagu ini kemudian menjadi terkenal ditengah demonstran. 


Dan publik tidak bisa disalahkan ketika lagu ini kemudian dinyanyikan sebagai kritik sosial. 


Padahal sang pencipta lagu justru bertujuan menciptakan syair lagu semata-mata hanya melihat kehidupan dari pengusaha tua yang sakit-sakitan. Dan berkeinginan agar sang Bapak tua istirahat. 






Pencarian terkait : opini musri nauli, musri nauli, hukum adat jambi, jambi,