10 Desember 2020

opini musri nauli : Kisah Minum Kopi

 



Disela-sela mengikuti perjalanan politik Al Haris (roadshow) ke Kecamatan Sadu, ada kisah dan pengalaman paling menggelikan. 


Setelah pertemuan internal Al Haris bertemu dengan Tim Kecamatan dan Tim Desa, kami kru mantap Jambi 2024 menunggu di speedboat. Rencana hari ini hendak ke Pulau Berhala. Setelah dua hari mengelilingi desa-desa didalam kecamatan Sadu, Tanjabtim. 


Rencana ke Pulau Berhala selain “pelesir” kru Jambi mantap yang belum pernah kesana juga sekalian “nyekar” dan ziarah ke makam Rajo Jambi. Datuk Paduko berhalo. 


Dipimpin Direktur Logistik yang rajin memandu seluruh kru agar segera naik speedboat, merapikan seluruh logistic dan barang pribadi para kru, “ketuo” – panggilan akrab dengan tegas memerintahkan kru segera menunggu di speedboat. 


Hampir 20 menit menunggu, Al haris kemudian keluar dari ruangan pertemuan. 


Semula kami sudah bergembira. Perjalanan berakhir dan terbayang agenda pelesir ke Pulau Berhala. 


Namun diatas pelabuhan masih terlihat Al Haris berbicara dengan para pendukungnya. Tidak lama kemudian terdengar perintah Dir Logistik. 


“Speedboat jalan dulu. Wo Haris sebentar menghadiri pesta pernikahan. Dia naik motor. Kita menyusul pakai speedboat”, teriak Dir Logistik. 


Semuanya menggangguk. Speedboat kemudian menyusuri sungai. Mencari tempat pemberhentian terdekat. Menunggu Wo Haris menghadiri pesta pernikahan. 


Dikarenakan masih menunggu prosesi acara, kamipun turun. 


Kami memasuki tempat acara. Terlihat wo Haris duduk didepan. Menunggu acara pembukaan. 


Namun dia melarang kru Jambi mantap untuk makan. “Nanti terlalu lama. Bisa telat kita berangkat”, katanya ketika kami memasuki tempat acara. 


Saya dan teman-teman media yang mengikuti perjalanan Al Haris segera berinisiatif. Celengak-celenguk. Mencari warung. Sekedar minum kopi. 


Dibelakang pentas terdapat warung kopi. Segera kami memesan kopi. 


Terdengar suara Al Haris memberikan nasehat perkawinan. Lengkap dengan berbagai seloko. 


Kopi belum juga terhidang. Air masih dipanaskan. 


Masih terdengar Al Haris memberikan “tunjuk ajar” nasehat perkawinan. 


Namun setelah Al haris memberikan “tunjuk ajar” dan menyanyikan sebuah lagu, barulah kopi yang dipesan kemudian datang.


Segera kopi diteguk. 


Tapi setelah tunjuk ajar dan menyanyikan sebuah lagu, terlihat rombongan Al Haris segera bergegas ke speedboat yang telah menunggu. 


Kopi masih panas. Itupun baru seteguk kuminum. 


“Oi. Kopi baru kami diminum. Tunggulah dulu”, kataku kesal. 


Namun sambil tersenyum, kru lain berteriak “cepat, bang. Kagek hari tinggi. Ombak besak”. 


Entah karena khawatir ataupun teriakkan kru Jambi mantap yang tidak sabar menunggu, segera kuteguk 2-3 teguk lagi. Kami tinggalkan warung. 


Sembari jalan, aku uring-uringan. 


“Saro nian. Ngopi pagi be sampe harus buru-buru”, kataku kesal. 


“Sabar, Pak Dir. Kagek kito ngopi sepuasnya di Pulau Berhalo”, kata teman jurnalis lain sambil bergurau. 


Akupun tertawa. “Ya sudah. Kito ngopi yo. Pagi tadi tidak sempat ngopi”, kataku menutup pembicaraan. 


Pencarian terkait : opini musri nauli, musri nauli, hukum adat jambi, jambi,