01 Februari 2021

opini musri nauli : Hukum Acara Pidana (6)

 




Menurut KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 dijelaskan tahap-tahap sidang pengadilan Pidana. 


Pada sidang perdana, Ketua Majelis Hakim mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan tersangka. 


Setelah tersangka dihadirkan, maka Ketua Majelis Hakim kemudian menanyakan kepada tersangka. Terutama yang berkaitan dengan identitas tersangka. 


Terhadap kesalahan identitas maka perkara dapat dinyatakan dibatalkan oleh hukum. Perkara kemudian dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum. 


Setelah identitas sesuai dengan yang disangkakan, maka Ketua Majelis Hakim kemudian mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum untuk membacakan dakwaannya. 


Terhadap surat dakwaan yang telah dibacakan, maka tersangka kemudian dinyatakan sebagai terdakwa. Hingga putusan, maka terhadap terdakwa kemudian selalu disematkan. Sehingga proses persidangan hanya menghadirkan Jaksa penuntut umum yang membawa terdakwa. 


Setelah dibacakan surat dakwaan maka terhadap terdakwa kemudian ditanyakan apakah didampingi penasehat hukum ? 


Terhadap terdakwa yang ancaman hukuman adalah hukuman mati, hukuman seumur hidup dan 20 tahun penjara maka harus didampingi oleh penasehat hukum. 


Persidangan harus dihentikan untuk menentukan penasehat hukum. Apabila penasehat hukum belum ditentukan, maka Ketua Majelis Hakim harus mempersiapkan penasehat hukum. 


Walaupun ditunjuk oleh Ketua Majelis Hakim, penasehat hukum yang ditunjuk harus memperhatikan kepentingan hukum dari terdakwa. Sehingga selama persidangan tetap mengedepankan kepentingan hukum dari terdakwa. 


Penunjukkan penasehat hukum oleh Ketua Majelis Hakim bukanlah semata-mata formal untuk memenuhi ketentuan yang diatur didalam KUHAP. Tapi adalah demi kepentingan hukum dari terdakwa. 


Sehingga penasehat hukum yang telah ditunjuk tetap menjalankan tugasnya. Termasuk juga dapat menyampaikan dalil-dalil untuk membebaskan ataupun melepaskan terdakwa dari proses hukum.