Disaat menjelang Idul Fitri ataupun akhir tahun, konsentrasi nasional memang begitu besar.
Entah mempersiapkan hal ikhwal mengenai persiapan arus kendaraan (dikenal arus mudik dan arus balik) yang tiba-tiba melonjak. Melebihi kapasitas jalan. Sehingga mengakibatkan kemacetan dan terjebak arus. Biasa dikenal arus mudik.
Namun tahun kemarin dan tahun ini, konsentrasi kemudian menjadi lebih seru. Larangan, himbauan bahkan ancaman mulai diserukan diberbagai kesempatan.
Sebenarnya larangan, himbauan bahkan ancaman agar tidak mudik menjelang Idul Fitri menimbulkan kerancuan.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata-kata “mudik” diartikan sebagai berlayar ke udik. Sehingga dapat diartikan sebagai bepergian ke Hulu sungai ataupun ke pedalaman.
Seloko Jambi menempatkan kata mudik seperti “keruh aek di hilir, tengok aek dimudik”. Makna kata “keruh aek dihilir. tengok aek dimudik” adalah ajaran orang tua Melayu Jambi yang menempatkan mencari sebab-sebab dari “keruhnya aek di hilir”.
Dalam perkembangannya, bepergian kemudik kemudian dapat menggunakan kendaraan angkutan darat ataupun angkutan udara. Mudik dapat juga diartikan pulang ke kampung halaman.
Lalu bagaimana apabila bepergian antara satu kota dengan kota yang lain ? Apakah masih tepat dikatakan mudik ?
Dalam perkembangan, kata-kata mudik sudah mengalami pergeseran. Kata-kata mudik yang ditujukan bepergian ke Daerah ulu sungai ataupun ke kampung halaman justru mengalami pergeseran.
Pokoknya bepergian antara satu kota ke kota lain menjelang Idul Fitri malah dikatakan mudik.
Menilik arti harfiah kata mudik dan sekaligus makna kata-kata didalam seloko Jambi, justru bepergian antara satu kota dengan kota lain tidak lagi dikategorikan sebagai mudik.
Hanya sekedar menggunakan istilah “mudik” sebagai bepergian menjelang idul Fitri sekaligus juga menjawab kemalasan berfikir mencari kosakata. Dan itu justru menyesatkan makna kata mudik itu sendiri.
Kerancuan yang mengganggu nalar dilihat dari maksud kata mudik itu sendiri.
Sudah saatnya, makna mudik dikembalikan kepada hakekatnya.
Sehingga lebih tepat larangan, himbauan bahkan ancaman agar tidak bepergian antara satu kota ke kota lain menjelang Idul Fitri.
Bukan melarang mudik.
Baca : MUDIK