26 Mei 2021

opini musri nauli : Rimbo



Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Rimba” diartikan “hutan lebat” Atau “hutan  yang luas dengan pohoin-pohon yang besar”. 


Kata “Rimba” juga terdapat didalam pepatah “Hilang tidak tentu rimbanya”. Diartikan hilang lenyap tanpa meninggalkan kesan atau jejak sama sekali”. 

Kata “Rimba” dalam dialek “rimbo” dapat dijumpai didalam Hukum adat Jambi dan berbagai seloko atau nama tempat di masyarakat Melayu Jambi. 


Didalam hukum Tanah Jambi dikenal Hukum mengatur tentang perorangan. Yaitu Hukum Paanak Panakan, Paikatan, Pakawinan, Pawarisan dan Patanahan dan Hutan Rimbo(1)


Hukum Rimbo mengatur Pantang larang yang mengatur tentang daerah yang tidak boleh dibuka, pengaturan tentang hewan dan tumbuhan, mengatur tentang adab dan perilaku di hutan.  


Nama-nama tempat yang menggunakan kata “rimbo” dapat dilihat di Rimbo Puyang”, “RImbo Keramat, “Rimbo Penghulu Depati Gento Rajo, Rimbo Larangan,  “Rimbo batuah”, “Rimbo sunyi, Rimbo Berpenghulu, Rimbo Ganuh”, “talang rimbo jauh”,  “Rimbo Siaga, rimbo piatu, Rimbo Lampau-lampau adalah menunjukkan kawasan Rimba yang masih Lestari. Biasa dikenal sebagai tutupan yang relatif masih baik. Dan dikenal sebagai “kawasan Konservasi”. 


Sementara seloko menggunakan kata “Rimbo” seperti “Rimbo sunyi. Tempat siamang beruang putih. Tempat ungko berebut tangis”. Sebagai simbol terhadap penghormatan Rimbo (hutan) yang tidak boleh diganggu. 


“Rimbo Penghulu” kemudian ditetapkan sebagai Hutan Adat sebagaimana diatur didalam SK Bupati Merangin No. 95 Tahun 2002 Tentang Pengukuhan hutan adat Rimbo Penghulu Depati Gento Rajo Desa Pulau tengah Kec. Jangkat.


Tata cara membuka hutan dikenal dengan berbagai istilah seperti “membuko rimbo”, membuka rimbo Gedang”, “Rimba alung kumpalan batu”, “behumo rimbo”, “umbo rimbo”, merobohkan rimbo. 


Tatacaranya dimulai dari proses seperti “setawar dingin”, “Maro ladang/maro banjar”,

 “Behumo rimbo” dan “behumo ronah”, “Betahun besamo”, “rapat kenduri”, “Melambas”


Prosesi seperti Maro ladang/Maro Banjara”, “Behumo rimbo”, “behumo Ronah”, Hutan dibuka dengan tata cara “Behumo rimbo”, “Behumo di pangkal tahun, berlayar di pangkal musin”. 


Seluruh masyarakat berkumpul setiap awal tahun. Ditentukan waktunya di bulan Rabiul Awal. Dibagi kelompok. Ditentukan setiap orang yang kemudian dikenal “Sempadan tanah”. 


Sedangkan Behumo Ronah. Ditanami di daerah ronah Sungai Bulan dan Sungai Sumay. Tidak boleh menebang hutan keramat (Tanah penggal, Bulian berdarah, Bukit Selasih, Pasir embun). Sanksinya kain putih 300 kayu, kerbau tiga, beras 300 gantang, kelapa 300, selemak semanis seasam segaram, kayu dikembalikan ke desa, diusir dari kampung dan dilaporkan kepada Polisi.


Sementara itu Betahun besamo dimulai dari rapat di Desa pada seminggu sesudah lebaran haji. Rapat dihadiri oleh tuo tengganai, nenek mamak dan pemangku Desa. Yang biasa dikenal dengan istilah “rapat kenduri”.


Ada juga menyebutkan dengan istilah “Melambas”. Rimbo setelah dibuka kemudian diberi tanda “kayu pengait”. 


“Kayu pengait” juga ada yang menyebutkan “Sak sangkut”. 


Selain itu wajib ditanami dengan tanaman keras sebagai batas Tanah”. Ada yang ditanami pinang. Dengan cara menanami pinang dibatas Tanah dengan sedikit rapat. Biasa dikenal “pinang belarik”. “Pinang adalah tanaman pinang”. Sedangkan “belarik” adalah “berbaris”. Di Daerah hilir dikenal “mentaro”. 


Ada juga menanam tanaman seperti “durian”. Biasa dikenal tanda batas yang disebut dengan “kleko”. Sehingga ada didalam seloko “hilang celak jambu kleko”. 


Terhadap prosesi “membuka rimbo” yang didkenal dengan seloko seperti “membuko rimbo”, membuka rimbo Gedang”, “Rimba alung kumpalan batu”, “behumo rimbo”, “umbo rimbo”, merobohkan rimbo” ternyata tidak ditanami “pilang belarik”, mentaro” atau “hilang celak jambu kleko” kemudian dikenal dengan “umbo rimbo”, “umo belukar tuo”, “umo belukar mudo” dan “umo sesap”. 


Makna ini adalah tanah yang telah ditinggalkan namun telah ditinggalkan pemiliknya atau tidak dirawat. Sehingga dikenal sebagai “Tanah terlantar”. 


Nama “Rimbo” juga dikenal sebagai nama kecamatan “Rimbo Bujang”. Selain itu juga dikenal Rimbo Ilir dan Rimbo Ulu. Kecamatan Rimbo Bujang, Kecamatan Rimbo Ilir dan Kecamatan Rimbo Ulu kemudian termasuk kedalam Kabupaten Tebo, Jambi. 



Advokat. Tinggal di Jambi