01 Desember 2025

opini musri nauli : Pelaku Tindak Pidana

 

Dalam hukum pidana, konsep pelaku tindak pidana memiliki posisi sentral. Istilah ini merujuk pada subjek hukum yang karena perbuatannya memenuhi rumusan delik (tindak pidana) dan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Pemahaman mengenai siapa yang disebut pelaku sangat penting untuk menentukan sah atau tidaknya suatu proses peradilan.

Definisi Pelaku Tindak Pidana (Dader). Secara umum, pelaku tindak pidana (dader) adalah orang yang melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan, membujuk, atau membantu melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang pidana dan diancam dengan hukuman. Di Indonesia, penggolongan pelaku ini dapat dilihat pada Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang dikenal sebagai bentuk-bentuk penyertaan (deelneming).

Bentuk-Bentuk Penyertaan (Deelneming) dalam KUHP. Pasal 55 dan 56 KUHP membedakan peran pelaku menjadi beberapa kategori utama:

Pelaku Utama (Penyertaan dalam arti sempit - Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP).Mereka yang melakukan perbuatan pidana sendiri, atau pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam pelaksanaan kejahatan. 

Melakukan (plegen): Orang yang secara fisik melakukan sendiri perbuatan yang dilarang (misalnya, A menembak B hingga mati).

Menyuruh Lakukan (doen plegen): Orang yang menggunakan orang lain (yang tidak dapat dihukum, misalnya anak di bawah umur atau orang gila) sebagai "alat" untuk melakukan tindak pidana (misalnya, A menyuruh anak kecil C mengambil dompet D).

Turut Serta Melakukan (mede plegen): Dua orang atau lebih yang bersama-sama dan sadar melakukan suatu tindak pidana, di mana terdapat kerja sama yang erat dan pembagian peran (misalnya, A dan B merencanakan dan melaksanakan perampokan bank bersama).

Penganjur dan Pembantu (Penyertaan dalam arti luas - Pasal 55 ayat (1) ke-2 & Pasal 56 KUHP). Penganjur/Pembujuk (uitlokken - Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP): Orang yang dengan sengaja menggerakkan atau membujuk orang lain untuk melakukan tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana tertentu (seperti pemberian, janji, penyalahgunaan kekuasaan, kekerasan, atau tipu muslihat).

Pembantu (medeplichtigheid - Pasal 56 KUHP). Pembantuan saat kejahatan dilakukan: Menyediakan sarana atau kesempatan bagi pelaku utama.Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan: Memberi informasi atau fasilitas yang mempermudah perbuatan.

Unsur Pertanggungjawaban Pidana (Strafbaarheid). Untuk dapat disebut sebagai pelaku tindak pidana dan dihukum, tidak cukup hanya dengan memenuhi rumusan perbuatan dalam undang-undang (melakukan delik). Pelaku juga harus memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana, yang meliputi Kemampuan Bertanggung Jawab: Pelaku harus memiliki kemampuan untuk membedakan antara perbuatan baik dan buruk, dan mampu menentukan kehendaknya (tidak gila atau tidak berada di bawah pengaruh paksaan yang tidak tertahankan). Dan  Kesalahan (Schuld): Harus ada hubungan batin antara pelaku dan perbuatannya, yang dapat berupa Kesengajaan (Opzet/Dolus). Pelaku menghendaki dan mengetahui akibat dari perbuatannya. Kealpaan (Culpa): Pelaku kurang hati-hati sehingga menimbulkan akibat yang dilarang.

Tidak Adanya Alasan Pemaaf atau Pembenar: Perbuatan yang dilakukan tidak dapat dibenarkan oleh hukum (misalnya, membela diri) atau pelakunya tidak dapat dimaafkan (misalnya, karena paksaan overmacht).

Pelaku Korporasi

Dalam perkembangan hukum pidana modern, terutama pada tindak pidana ekonomi dan kejahatan lingkungan, konsep pelaku telah meluas hingga mencakup Korporasi (badan hukum). Korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana jika perbuatan tersebut dilakukan oleh pengurusnya dalam lingkup tugas dan fungsinya.

Dengan demikian maka  Pelaku tindak pidana adalah subjek hukum yang perbuatannya melanggar larangan pidana. Identifikasi pelaku tidak hanya sebatas pada siapa yang secara fisik melakukan perbuatan, tetapi juga mencakup mereka yang menyuruh, turut serta, membujuk, atau membantu. Penentuan peran dan pemenuhan unsur kesalahan adalah langkah krusial dalam proses peradilan untuk menegakkan prinsip "tiada pidana tanpa kesalahan" (geen straf zonder schuld)