01 Agustus 2025

Pelajaran dari Tiga Gempa Global dan Kekuatan Kearifan Lokal Nusantara

 


Bumi adalah planet yang hidup dan terus bergerak, dan di setiap pergerakannya, ia mengajarkan kita pelajaran berharga. Tragedi Tsunami Aceh 2004, Gempa Jepang 2011, dan Gempa Rusia 2025 adalah tiga peristiwa global yang membentuk narasi tentang respons kemanusiaan terhadap bencana. Dari setiap gempa, kita menemukan evolusi dalam kesiapsiagaan, yang menunjukkan bagaimana trauma masa lalu menjadi pemicu reformasi, dan bagaimana kearifan kuno tetap relevan di era modern.


Tsunami Aceh 2004 - Tragedi yang Mengubah Dunia


Pada 26 Desember 2004 dunia dikejutkan oleh gempa laut yang memicu tsunami terparah dalam sejarah modern. Dengan magnitudo antara M 9,1–9,3, guncangan dahsyat ini membuka mata dunia terhadap kerentanan global terhadap bencana alam. Tsunami ini menerjang 14 negara, menewaskan lebih dari 227.000 orang, dan meninggalkan luka mendalam. Namun, di tengah kehancuran, ada secercah harapan. Di Pulau Simeulue, Aceh, kearifan lokal yang diwariskan melalui tradisi lisan dan nyanyian anak-anak, yang dikenal sebagai "Smong," menjadi penyelamat. Kisah ini mengajarkan bahwa jika ada gempa kuat dan air laut surut, masyarakat harus segera lari ke tempat yang lebih tinggi. Berkat Smong, sekitar 75% populasi Simeulue berhasil selamat. Tragedi ini menjadi pemicu lahirnya sistem peringatan dini tsunami global, sebuah upaya kolektif untuk memastikan bencana serupa tidak terulang.


Gempa Jepang 2011- Batasan Teknologi di Hadapan Alam


Tujuh tahun setelah Aceh, Jepang, negara yang paling siap menghadapi gempa, menghadapi tantangan serupa. Gempa Tohoku pada tahun 2011, dengan magnitudo M 9,1, memicu gelombang tsunami setinggi 40 meter yang meratakan kota-kota pesisir. Meskipun Jepang memiliki sistem peringatan dini yang sangat canggih dan infrastruktur tahan gempa, skala bencana yang ekstrem menunjukkan bahwa teknologi memiliki batas. Tragedi ini menewaskan hampir 20.000 orang dan memaksa Jepang untuk mengevaluasi ulang standar keamanan nuklir mereka. Gempa ini menjadi pengingat bahwa tidak peduli seberapa maju teknologi kita, alam selalu memiliki cara untuk mengejutkan. Bencana ini memicu reformasi yang lebih mendalam, mendorong pengembangan sistem peringatan dini yang mampu memberikan peringatan dalam hitungan detik.


Gempa Rusia 2025 -  Bukti Pembelajaran Global


Pada tahun 2025, Gempa Kamchatka di Rusia dengan magnitudo M 8,8 memberikan perspektif baru. Meskipun guncangannya kuat, dampaknya relatif terbatas. Kerusakan di Rusia minimal, dan tsunami yang dihasilkan tidak menyebabkan bencana massal. Peristiwa ini menjadi bukti keberhasilan pembelajaran kolektif yang terjadi pasca-2004 dan 2011. Sistem peringatan tsunami global berfungsi dengan baik dan memberikan peringatan dini ke seluruh wilayah Pasifik, termasuk Jepang dan Indonesia. Gempa ini menunjukkan bahwa integrasi teknologi modern dengan kesadaran masyarakat yang tinggi dapat menjadi kunci untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan.


Sementara itu Data Gempa di Indonesia menunjukkan  Kerentanan yang Terus Berulang

Indonesia, yang berada di "Cincin Api Pasifik," adalah salah satu negara yang paling rawan gempa. 


Dengan catatan sejarah bencana yang menunjukkan pola kerentanan yang kompleks. Berikut adalah analisis dari beberapa gempa terbesar dan paling merusak yang pernah terjadi, yang menegaskan perlunya sinergi antara kesiapsiagaan dan infrastruktur yang kuat. 


Tsunami Aceh (2004). Gempa yang memicu tsunami mematikan dan menjadi titik balik dalam kesadaran bencana global. Analisis menunjukkan bahwa dampak masif tidak hanya disebabkan oleh kekuatan gempa, tetapi juga oleh kurangnya sistem peringatan dini dan pemahaman masyarakat tentang tanda-tanda alam.


Gempa Nias (2005). Berkekuatan M 8,6, gempa ini tidak hanya menewaskan sekitar 1.300 orang, tetapi juga menyebabkan pergeseran pulau secara signifikan. Peristiwa ini menyoroti bagaimana gempa berkekuatan besar dapat secara fundamental mengubah geografi suatu wilayah dan memerlukan respons yang terkoordinasi untuk pemulihan jangka panjang.


Gempa Yogyakarta (2006): Gempa dangkal M 6,3 ini menghancurkan puluhan ribu bangunan dan menewaskan lebih dari 6.200 orang. Analisis mendalam menunjukkan bahwa kerusakan parah disebabkan oleh kedalaman gempa yang dangkal, yang membuat guncangan terasa sangat kuat di permukaan, serta kerentanan bangunan yang tidak tahan gempa di kawasan padat penduduk.


Gempa dan Tsunami Palu (2018): Gempa berkekuatan M 7,4 ini memicu tsunami dan fenomena likuefaksi yang dahsyat. Analisis dari peristiwa ini menekankan bahwa dampak bencana sering kali merupakan kombinasi dari beberapa faktor, yaitu gempa, tsunami, dan likuefaksi. Ini menjadi pelajaran penting tentang perlunya mitigasi bencana yang mencakup berbagai ancaman simultan.


Gempa Cianjur (2022): Gempa dangkal M 5,6 ini menunjukkan bahwa gempa dengan magnitudo yang relatif kecil pun dapat mematikan jika pusatnya berada dekat dengan permukaan dan terjadi di kawasan padat penduduk dengan bangunan yang tidak tahan gempa. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa tidak hanya gempa berkekuatan besar yang patut diwaspadai, tetapi juga gempa dangkal yang dapat menyebabkan kerusakan signifikan.


Pengetahuan Nusantara


Masyarakat Nusantara yang hidup di wilayah yang rentan ini, telah mengembangkan pengetahuan mitigasi bencana yang kaya dan mendalam, yang diwariskan secara turun-temurun melalui kearifan lokal. Pengetahuan ini bukan sekadar takhayul, melainkan hasil pengamatan empiris selama ribuan tahun.

Kearifan Lokal dan Sistem Peringatan Dini Alami seperti Kisah "Smong" di Simeulue, Aceh, adalah contoh nyata pengetahuan masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun.


Ada istilah "Smong" untuk gempa besar yang diikuti gelombang laut (tsunami). Tradisi lisan dan nyanyian anak-anak tentang Smong telah menyelamatkan 75% populasi di pulau tersebut dari bencana tsunami Aceh 2004. Pengetahuan ini mengajarkan warga untuk secara naluriah mengungsi ke tempat yang lebih tinggi setelah merasakan guncangan gempa yang kuat


Nenek moyang masyarakat Nusantara juga memiliki "sistem peringatan dini" alami yang peka, seperti perubahan perilaku hewan (ikan melompat, burung gelisah, hewan melata keluar sarang) yang dipercaya sebagai sinyal akan adanya gempa.


Arsitektur Tradisional Tahan Gempa. Masyarakat Nusantara telah mengembangkan arsitektur tradisional yang dirancang untuk beradaptasi dengan guncangan gempa, bukan melawannya. Contohnya adalah rumah Toraja, rumah Sasak, dan rumah Nias yang dibangun dengan material ringan seperti kayu dan bambu, serta memiliki fondasi yang lentur untuk meredam guncangan. Desain ini memungkinkan bangunan bergoyang mengikuti gempa tanpa roboh.


Nilai Spiritual dan Keseimbangan Alam. Di beberapa daerah, gempa dipandang sebagai cara alam untuk menyeimbangkan diri. Pengetahuan ini mengajarkan pentingnya hidup selaras dengan alam, tidak mengeksploitasinya, dan menjaga harmoni antara manusia dan lingkungannya.



Sinergi Masa Depan


Pelajaran dari ketiga gempa global ini sangat jelas: tidak ada solusi tunggal untuk menghadapi kekuatan alam. Gempa Aceh mengajarkan kita tentang pentingnya kearifan lokal. Gempa Jepang menunjukkan batas teknologi modern, dan Gempa Rusia membuktikan bahwa sinergi antara keduanya adalah kunci.


Data gempa di Indonesia menunjukkan bahwa kerusakan terparah sering kali disebabkan oleh kombinasi gempa yang kuat dan kerentanan infrastruktur. Hal ini menekankan pentingnya pendekatan holistik yang menggabungkan mitigasi struktural dengan kesadaran masyarakat.


Masa depan kesiapsiagaan bencana terletak pada integrasi harmonis antara teknologi modern dan kearifan lokal. Sistem peringatan dini yang canggih dapat memberikan peringatan dalam hitungan detik, tetapi kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang diturunkan melalui kearifan lokal adalah yang mendorong tindakan. Dengan menggabungkan kedua kekuatan ini, kita dapat membangun masyarakat yang lebih tangguh, di mana setiap individu memiliki pemahaman tentang risiko dan alat untuk merespons dengan bijak. Inilah warisan terbesar dari setiap gempa: pelajaran untuk menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih siap untuk masa depan yang tidak pasti.


Advokat. Tinggal di Jambi 


opini musri nauli : Api Amarah di Ruang Kemerdekaan: Ketika Para Bapak Bangsa Murka pada Korupsi (Perdebatan Imajiner)

 


Jakarta, 1945 – Di tengah gema proklamasi yang belum genap setahun, bayangan suram mulai menyelimuti batin para pendiri bangsa. Bukan lagi cengkeraman penjajah, melainkan monster baru yang mengancam: korupsi. Di sebuah ruangan sederhana di Jakarta, yang temaram oleh lampu minyak dan sesak oleh kepulan asap tembakau, lima tokoh besar berkumpul. Udara terasa tegang, dipenuhi kemarahan yang membuncah dari hati mereka yang telah mengorbankan segalanya demi sebuah cita-cita merdeka. Mereka adalah Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, Bung Agus Salim, dan Bung Tan Malaka.



Gelegar Kemarahan Bung Karno


Pertemuan itu dibuka dengan gelegar suara Bung Karno, yang biasanya berapi-api membakar semangat rakyat, kini terbakar oleh amarah yang lain. Tangannya menggebrak meja, bukan untuk membakar semangat perjuangan, melainkan untuk meluapkan kekecewaan yang mendalam.

"Saudara-saudaraku sekalian!" seru Bung Karno, suaranya bergetar menahan luapan emosi. "Hati saya panas membara melihat gelagat pemimpin-pemimpin kita sekarang! Seolah lupa pada janji kemerdekaan, malah sibuk memperkaya diri! Rakyat masih merintih dalam penderitaan, tapi mereka asyik menumpuk harta, membangun istana pribadi di atas puing-puing nestapa bangsa!"

Bung Hatta, yang selalu tenang dan logis, kali ini tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Ia menyesap kopi pahitnya, seolah rasa pahitnya menandingi kepahitan hatinya. "Betul, Bung Karno," ucapnya pelan, namun tegas. "Semangat perjuangan seolah luntur, diganti nafsu serakah yang tak berbatas. Saya mendengar desas-desus, bahkan lebih dari itu, tentang praktik korupsi yang merajalela di sana-sini. Ini bukan hanya pengkhianatan, ini adalah penusukan dari belakang terhadap amanat penderitaan rakyat!"


31 Juli 2025

opini musri nauli : Asas Hukum Pidana (3)

 



Melanjutkan tema hukum pidana, selain juga dikenal dengan asas nasional aktif maka juga dikenal asas perlindungan nasional pasif. 


Pada prinsipnya Asas ini melindungi kepentingan hukum negara dari kejahatan yang dilakukan di luar negeri. 


Menurut KUHP, hukum pidana Indonesia dapat diterapkan terhadap siapa saja (baik WNI maupun WNA) yang melakukan kejahatan di luar wilayah Indonesia yang secara langsung merugikan kepentingan keamanan dan martabat negara Indonesia. Kejahatan yang dimaksud biasanya adalah kejahatan serius seperti pemalsuan mata uang Indonesia, pemalsuan segel negara, atau kejahatan terhadap keamanan negara.

opini musri nauli : Rekening dan Menabung

 


Akhir-akhir ini tema yang paling menarik perhatian publik adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 140.000 rekening tidak aktif atau dorman. Hal ini yang menjadi alasan PPATK memblokir rekening agar tak disalahgunakan. 


Alasannya PPATK menemukan banyak rekening tidak aktif (bahkan terdapat lebih dari 140.000 rekening dorman hingga lebih dari 10 tahun, dengan nilai Rp 428.612.372.321,00) tanpa ada pembaruan data nasabah.  Tentu saja PPATK menggunakan dasar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010. 


Suasana heboh. Publik kemudian menjadi heran. Lalu bagaimana dengan semangat menabung yang sering dikampanyekan ? 


Untuk melihat upaya yang dilakukan PPATK mari kita telusuri lebih jauh. 


Didalam Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 2010 yang menjadi landasan hukum maka kita pelototi sama-sama. 


Pasal 8 ayat (1) Ayat (1) “Penyedia Jasa Keuangan wajib menunda Transaksi yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana atau terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang. Sedangkan didalam Ayat (2) “Penundaan Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diketahui atau patut diduga adanya dugaan tindak pidana Pencucian Uang. Ayat (3) Dalam hal setelah berakhirnya jangka waktu penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum diperoleh hasil penelusuran oleh Penyidik atau belum adanya putusan pengadilan, Penyedia Jasa Keuangan dapat membuka kembali Transaksi tersebut. Dan ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penundaan Transaksi diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 8 ini secara langsung melegitimasi tindakan penghentian atau penundaan transaksi, yang dalam praktiknya sering diimplementasikan sebagai pemblokiran rekening. Ini memberikan dasar hukum yang kuat bagi bank atau lembaga keuangan lainnya untuk bertindak cepat ketika mendeteksi adanya aktivitas yang mencurigakan atau patut diduga terkait dengan TPPU. 

opini musri nauli : Pihak-Pihak dalam Hukum Acara Pidana

 


Secara garis besar, pihak-pihak yang memiliki peran sentral dalam proses pidana berdasarkan KUHAP dapat dikategorikan sebagai pihak seperti penyidik, penuntut umum, Hakim, tersangka/terdakwa dan penasehat hukum. 


Penyidik. Peran: Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Tugas utamanya adalah mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Ini termasuk menerima laporan atau pengaduan, melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan saksi, tersangka, dan ahli.

opini musri nauli : Dialog dan Perdebatan Sengit (imajiner) : Meratapi Nasib Bangsa Indonesia

 


Sebuah ruangan sederhana, pengap, dengan bau tembakau dan kopi yang samar. Meja kayu usang di tengah ruangan, di atasnya terhampar beberapa lembar surat kabar lusuh dan peta Indonesia yang diwarnai garis-garis merah. Suasana terasa mencekam, dipenuhi gema kekecewaan yang mendalam, seolah mengabaikan gemuruh revolusi di luar.


Bung Karno: (Berdiri tegak, sorot matanya menyala-nyala, menembus seolah melihat masa depan) Saudara-saudaraku sekalian! Saya melihat ini semua dan darah saya mendidih! INI BUKAN INDONESIA MERDEKA YANG KITA REBUT DENGAN DARAH DAN AIR MATA! Mana suara rakyat yang dulu menggelegar di setiap kota? Mengapa kekuasaan yang kita genggam erat ini, justru terasa membebani rakyat jelata?! Jika saya masih diberi umur, akan saya kibarkan kembali panji-panji revolusi, akan saya ganyang semua ketidakadilan ini sampai ke akar-akarnya!

30 Juli 2025

opini musri nauli : Hak cipta lagu


Fenomena restoran Mi Gacoan yang selalu ramai dengan antrean panjang tak hanya dikenal karena menu mi pedasnya, tetapi juga suasana yang hidup dengan alunan musik yang diputar. Namun, di balik keramaian dan kenikmatan bersantap, muncul pertanyaan penting terkait aspek hukum, khususnya mengenai hak cipta lagu yang diperdengarkan di tempat usaha seperti Mi Gacoan.


Pemutaran lagu di tempat umum atau komersial seperti restoran, kafe, atau gerai makanan cepat saji melibatkan penggunaan karya cipta yang dilindungi undang-undang. Di Indonesia, dasar hukum utama yang mengatur hal ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).


Dalam konteks hak cipta musik, penting untuk memahami dua jenis hak utama. Hak Moral: Hak ini melekat secara abadi pada pencipta dan tidak dapat dialihkan. Hak moral mencakup hak untuk tetap mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya, hak untuk melarang perubahan ciptaan, dan hak untuk melarang penggunaan ciptaan yang bersifat merugikan kehormatan atau reputasi pencipta. Dan Hak Ekonomi: Hak inilah yang menjadi fokus utama dalam kasus pemutaran lagu di Mi Gacoan. Hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya. Dalam konteks musik, hak ekonomi mencakup hak untuk melakukan pengumuman atau pendistribusian ciptaan kepada publik. Pengumuman ini bisa berupa penyiaran, pertunjukan, termasuk pemutaran lagu di tempat komersial.

opini musri nauli : mentaro

 


Seloko Mentaro dikenal masyarakat di daerah Timur Jambi. Mentaro adalah penanaman pinang yang disusun berbaris. Ditanami sedikit rapat. Untuk menjadi batas tanah. 


Mentaro juga mirip dengan pinang belarik. Belarik artinya berbaris. Dikenal di dareah Tengah Jambi. Dapat ditemukan di berbagai tempat di Tebo.  Mentaro atau pinang belarik juga mirip dengan kleko. Istilah Kleko ditemukan di daerah uluan Masyarakat Jambi. 


Baik mentaro, pinang belarik atau kleko merupakan ajaran, perilaku, hukum, dan nilai yang sangat sarat dengan nilai-nilai alam sekitarnya. Sekaligus menunjukkan bahwa masyarakat Melayu Jambi mengambil inspirasi dari tumbuhan di sekitar mereka untuk merumuskan kearifan lokal dan pedoman hidup.


"Mentaro" adalah tanda atau penanda tradisional yang digunakan untuk membatasi tanah. Ia berfungsi sebagai indikator yang jelas mengenai kepemilikan atau penggunaan yang ditetapkan untuk sebidang tanah. Praktik ini melibatkan penanaman jenis vegetasi tertentu, seperti pinang, jelutung, kelapa tanah tumbuh, andong, atau tanaman khas lainnya, untuk menciptakan batas yang terlihat dan diakui. Metode ini tidak hanya menetapkan batas fisik tetapi juga memiliki bobot budaya dan hukum dalam masyarakat. 

opini musri nauli : Debat Sengit Empat Bapak Bangsa: Menentukan Arah Kedaulatan (Perdebatan Imajiner)



Jakarta, Juli 1945 – Di tengah gejolak kemerdekaan yang kian membara, sebuah pertemuan rahasia digelar di salah satu sudut kota Jakarta. Udara panas dan lembap malam itu terasa semakin gerah oleh ketegangan yang pekat di dalam ruangan. Asap rokok mengepul tipis, berbaur dengan aroma kopi pekat, menambah sesak suasana. Mata-mata tajam saling beradu pandang, tak satu pun menunjukkan tanda-tanda menyerah. Bukan sekadar diskusi biasa, melainkan adu gagasan nan sengit antara empat tokoh kunci pergerakan nasional: Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tan Malaka, dan Bung Sutan Sjahrir. Mereka berkumpul bukan untuk bersepakat dari awal, melainkan untuk memperdebatkan satu hal krusial: bagaimana sesungguhnya kedaulatan bangsa ini harus diraih dan dipertahankan, agar tak sejengkal pun tanah air kembali jatuh ke tangan penjajah.


Bung Karno: (Membuka dengan suara berapi-api, matanya menyorot tajam ke sekeliling ruangan) Saudara-saudaraku! Kita sepakat satu hal: kemerdekaan adalah harga mati! Tapi bagaimana kita akan meraihnya? Dengan menunduk pada tipu daya Jepang? Atau menanti belas kasihan Sekutu? Rakyat sudah muak dengan janji-janji kosong! Kita harus segera menyatakan kemerdekaan, secepatnya!

opini musri nauli : Amerika Kita Setrika - Inggeris kita Linggis (Wawancara Imajiner: Nasionalisme dan Perlawanan terhadap Barat)

 


Moderator: Selamat pagi, Bung-bung pejuang kemerdekaan yang saya hormati. Sebuah kehormatan bisa berkumpul bersama Anda hari ini. Tema diskusi kita adalah nasionalisme dan strategi perlawanan terhadap dominasi Barat. Kita mulai dengan Bung Tan Malaka.


Tan Malaka: (Menyesap kopi, pandangan tajam, sedikit menyeringai) Nasionalisme bagi saya bukan sekadar sentimen manis atau bendera berkibar. Ia adalah kesadaran kelas yang membakar! Kita melawan Barat bukan hanya karena mereka penjajah, tapi karena mereka representasi kapitalisme dan imperialisme yang menghisap darah rakyat! Perlawanan harus total, menyeluruh, dan membumi. Ia harus melibatkan massa, jutaan jiwa yang bangkit, bukan hanya segelintir elite berjas di meja perundingan. Slogan "Inggris kita linggis, Amerika kita setrika" itu bukan basa-basi, Bung! Itu adalah metafora perlawanan yang radikal, yang mencabut akar-akar dominasi mereka hingga ke fondasinya! Kita harus menghantam fondasi ekonomi dan politik mereka di tanah kita ini sampai mereka tak punya pijakan lagi!