29 Desember 2008

opini musri nauli : catatan Hukum 2008


Kasus Korupsi secara nasional tahun 2008 tidak dapat dipisahkan dari daerah Jambi. Tertangkapnya Al Amin Nur Nasution, Anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan ini diberitakan di mana-mana, bukan dalam peran dia sebagai pejuang aspirasi rakyat, tetapi karena diduga menerima suap dari Sekda Kabupaten Bintan Azirwan, dengan memanfaatkan lolosnya permohonan konversi hutan lindung di kabupaten itu. 
Ini tercermin dari sidang perkara. Dia dicocok di Hotel Ritz Carlton sehubungan dengan suap yang diterimanya untuk proses pengalihan fungsi hutan Kabupaten Bintan. Hutan lindung di Desa Bintan, Buyu, Kecamatan Teluk Bintan, seluas 8.300 hektare ini sebagian besar pohonnya telah ditebang untuk keperluan pembangunan Kantor Pemkab Bintan dan akan dijadikan pusat kota. Hutan lindung ini juga telah beralih fungsi menjadi hutan tanaman industri. 

Untuk memperlancar proses pengalihan itu Azirwan telah menyetorkan uang secara bertahap kepada Al-Amin lebih dari Rp3 miliar. Nama Al Amin semakin menjadi menarik dibicarakan lantaran dia juga merupakan suami dari pedangdut ternama Kristina. 

Beberapa waktu lalu, sepasang suami istri ini ramai dibicarakan, saat Kristina menggugat cerai suami yang terbilang baru menikahinya seumur jagung. Padahal menurut penulis, presteasi gemilang yang telah diraih Al Amin Nur Nasution mendudukkan prestasi itu dan mempunyai prospek yang cerah di masa depan. Prestasi ini juga dapat diraih dalam posisi sebagai menteri masa depan. 

Posisi ini juga akan mengikuti prestasi yang telah diraih Marzuki Usman di berbagai posisi menteri. Namun apa daya, prestasi ini kemudian hilang dengan sekejap. Nama Jambi juga dibicarakan secara nasional, disaat bersamaan, kasus KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus aliran dana BI, yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum Oey Hoey Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya. 

Pada 22 Juli 2003 rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar. Oey yang pada 2003 menjabat Deputi Direktur Hukum menerima langsung dana YPPI itu dari Ketua YPPI Baridjusalam Hadi dan Bendahara YPPI, Ratnawati Sari. Selanjutnya, Oey mencairkan cek dan menyerahkan uang tunai kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawinata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. 

Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengaku tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka. Sedangkan sisanya, senilai Rp31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23/1999 tentang BI. Wakil Gubernur Jambi, Antony Zedra Abidin yang pernah duduk di Komisi IX DPR-RI tahun 2001-2005 membantah pernah menerima aliran dana dari Bank Indonesia (BI) yang marak diberitakan belakangan ini. 

Kasus yang juga menarik perhatian secara nasional ketika Chalik Saleh , Sekretaris Wilayah Propinsi Jambi, Divonis 3 Tahun Penjara dan denda Rp 150 juta serta membayar uang pengganti Rp 950 juta pada tanggal 15/10/2008. Menurut Hakim, terdakwa Chalik Saleh, terbukti melanggar pasal 3 ayat 1 UU Tipikor Jo Pasal 18 UU Tipikor dan Pasal 55 KUHP dalam pembangunan Mess Pemda Jambi di Jl Cidurian, Cikini Jakarta, dengan kerugian negara mecapai Rp 7,4 miliar. Atas tindakan melakukan penunjukan langsung terhadap PT Cipta Pesona Usaha, dalam pembangunan Mess Pemda Jambi tersebut. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 250 juta. Selain itu, JPU juga meminta agar Chalik membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 2 miliar. 

Tiga peristiwa besar yang berkaitan dengan Al Amin Nur Nasution, Antony Zedra Abidin dan Chalik Shaleh menyebabkan posisi Jambi di mata publik nasional menjadi sorotan tajam tahun 2008. 

Sorotan ini seakan-akan meledak disaat bersamaan, KPK sebagai lembaga superbody memberantas korupsi di Indonesia membidik kasus-kasus. Terlepas dari berbagai argumentasi yang terjadi terhadap perkara ini, harus diakui, ketiga orang yang menjadi tersangka di KPK merupakan putra-putra terbaik di Jambi. Al Amin Nur Nasution dan Antony Zedra Abidin telah menjadi pemain-pemain politik yang berkiprah secara nasional yang tentu saja mempunyai posisi Jambi di nasional menjadi penting dan dibicarakan dalam kalangan terbatas. 

Artinya, apabila tidak ada peristiwa besar yang menyebabkan keduanya menjadi tersangka dalam perkara di KPK, Jambi sudah dapat berbicara di kancah nasional. Peristiwa ini setidak-tidaknya membuat posisi Jambi di mata Nasional jatuh pada titik nadir terendah. 

Padahal sebelumnya, Jambi menjadi sorotan nasional dengna menyelenggarakan Pilkada Gubernur yang meraih suarat absolut mayority (lebih 70%) suara. Berangkat dari paparan singkat diatas, tahun 2008, penulis akan menyoroti hukum yang berdimensi politik. 

Secara ringkas dapat dinyatakan, bahwa tahun 2008 merupakan tahun Hukum yang berselimut politik. Dari titik inilah, penulis akan mencoba menggali ingatan memori kita tentang kejadian-kejadian besar yang terjadi tahun 2008. 

Penggalian memori kasus yang dipaparkan oleh penulis, bukan peristiwa itu saja yang terjadi namun peristiwa yang terjadi melibatkan aparaturr negara yang tentu saja memberikan porsi kasus ini menjadi menarik untuk dijadikan bahan tahun 2008. 

Titik perhatian ini sengaja penulis sampaikan, dengan mengumpulkan kliping berbagai media massa baik terbitan daerah maupun terbitan nasional untuk melihat perjalanan Jambi tahun 2008. Penulis sengaja mengklasiffikasikan berbagai peristiwa yang terjadi baik karena publik diberikan informasi yang luas terhadap peristiwa itu terjadi juga karena peristiwa itu menyebabkan energi publik untuk mengikuti peristiwa itu sendiri. PERGANTIAN PUCUK PIMPINAN Tahun 2008, dimulai saat pergantian Kapolda Jambi. Kapolda Jambi, Brigjen Pol Drs Carel Risakotta diganti Brigjen Pol Drs Budi Gunawan SH Msi pada tanggal 14/01/2008 Carel selanjutnya menjadi Kepala Biro Bimbingan Masyarakat (Bimas) Deputi Operasi Kapolri sedangkan Budi sebelumnya adalah Kepala Sekolah Lanjut Perwira (Selapa) Polri. Budi Gunawan merupakan alumni Akpol 1983 pertama yang menjabat Kapolda. Ia juga tercatat meraih jenderal tercepat dibandingkan rekan-rekan seangkatannya. Pria asal Solo, Jawa Tengah ini sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Kapolsek terbaik di Polresta Bandarlampung, Mantan Kepala Biro Pembinaan Karier Desumdaman Polri dan pernah menjadi ajudan Wakil Presiden dan kemudian Ajudan Presiden Megawati Soekarno Putri. Kapolda Brigjen Drs. Carel Risakotta berhasil menjadikan Jambi sebagai salah satu kota yang menerapkan lalu lintas yang baik. Pada masa beliau, pemakaian helm untuk roda dua dan pemasangan savety belt terhadap kendaraaan roda empat benar-benar diterapkan. Hingga sekarang, kedua ketentuan itu masih diterapkan dan publik Jambi diingatkan pada masa beliau, ketentuan itu berhasil diterapkan. Pada masa kepemimpinan Kapolda Jambi Brigjen Pol. Drs. Budi Gunawan SH, Msi berhasil memberantas berbagai kegiatan illegal logging, pada masa kepemimpinan beliau, berbagai kegiatan illegal logging hampir praktis tidak terjadi. Kegiatan ini selain karrena dibawah kepemimpinan beliau juga karena adanya perintah Kapolri untuk memberantas berbagai kegiatan illegal logging. Sementara itu, pergantian Kajati Jambi dari Sutiyono ke Daniel Tombe meninggalkan pekerjaan rumah yang berat. Beberapa kasus besar yang masih belum terselesaikan oleh Kejati diantaranya kasus penyelewengan Dana Atlet oleh Koni Jambi, Kasus SPPD Fiktif, SPORC dan Kasus Dana Nikah Talak Rujuk (NTR), memeriksa Wakil Bupati Muarojambi Muchtar Muis dalam kasus PLTD Sungaibahar, TLS dan lainnya. 

Pada masa kepemimpinan Sutiyono, tidaklah secemerlang periode sebelumnya yang dijabat oleh Kemas Yahya Rahman. kasus-kasus yang ditangani Kemas Yahya Rachman ketika menjabat Kejati Jambi antara lain, kasus dugaan korupsi proyek pembangunan kawasan taman wisata dan rekreasi taman "Rimba" arena eks MTQ (Water Boom Park) Jambi senilai Rp 6,5 milyar dari APBD Provinsi Jambi 2005. 

Proyek ini dianggarkan sebesar Rp.120 milyar dari APBD dengan pola multi years, alokasi dana APBD 2005 telah dianggarkan Rp 20 milyar. Bahkan dana sekitar Rp 6,5 milyar tersebut sudah cair dari APBD 2005.Disebutkan, dalam kasus water boom, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi, Drs H.A.Chalik Saleh MM bolak-balik diperiksa Kejati Jambi saat itu. Kemas Yahya Rahman dipindahkan ke Kejagung menjabat Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. 

Sementara Sutiyono sebelumnya menjabat Direktur Prosarin Intelijen Kejagung RI. 

 Hingga pergantian Kejati Jambi dari Kemas Yahya Rachman SH MH kepada Kajati Jambi baru, Sutiyono, (16/5/2007), belum ada gebrakan pengusutan kasus dugaan korupsi di Jambi kecuali membuat gebrakan dalam mengungkapkan kasus WTC dan NTR meski akhirnya juga belum selesai. Namun publik mencatat, bahwa perdebatan tentang pemeriksaan MM waktu masih sebagai Sekda Kabupaten Muara Jambi tarik menarik. 

Argumentasi bahwa pihak Kejati belum bisa memeriksa MM karena belum ada izin dari Presiden sebenarnya sudah terbantahkan dengna ketentuan pasal 36 UU No. 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa MM sudah dapat diperiksa karena sudah mengajukan permohonan izin sudah lama. KASUS YANG MELIBATKAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN DAN KOTA JAMBI Tahun 2008, merupakan tahun yang berat bagi anggota DPRD periode tahun 1999-2004. Hampir praktis anggota DPRD Kabupaten Merangin, Kabupaten Tebo dan Kota Jambi menjalani proses hukum. Terhitung dari Bulan Januari dimulainya pemeriksaan terhaddap anggota Dewan DPRD Kabupaen Merangin dan DPRD Kabupaten Tebo hingga putusan Desember 2008 meyakini penulis, bahwa tahun 2008 merupakan tahun bagi proses hukum terhadap anggota DPRD. 

Proses hukum terhadap anggota DRPD mengingatkan publik terhadap proses hukum di DPRD Padang akhir tahun 2004. Proses hukum ini juga mengingatkan pada diperiksa anggota DPRD Kabupaten Kerinci akhir tahun 2007. Terlepas dari hasil putusan terhadap anggota DPRD Kota Padang dan anggota DPRD Kabupaten Kerinci, putusan terhadap anggota DPRD Kabupaten Merangin dan Kabupaten Tebo, para pelaku dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslaag van alle rechts vervolging). 

Pertimbangan yang dijadikan dasar untuk melepaskan para pelaku, karena Majelis Hakim menganggap bahwa walaupun telah ditemukan kerugian negara senilai yang ditentukan oleh BPK, namun majelis hakim menganggap kerugian negara yang sudah ditemukan bukanlah termasuk dalam perbuatan pidana sebagaimana diatur didalam UU No. 31 tahun 1999 junto UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu sudah selayaknya terhadap kerugian negara yang sudah timbul, maka anggota Dewan haruslah ditagih melalui mekanisme gugatan perdata sebagaimana diatur didalam pasal 32, pasal 33 dan pasal 34 UU No. 31 Tahun 1999. Mekanisme ini sebenarnya menurut majelis hakim merupakan yang lebih tepat. Namun yang menarik perhatian penulis adalah, tentang pertimbangan majelis hakim yang menyatakan bahwa terhaddap saksi yang berweenang untuk menentukan kerugian negara adalah BPK sebagaimana telah diatur didalam UU No. Bahwa didalam pasal 10 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2006 Tentang BPK dinyatakan “BPK menilai dan atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara”. 

Sedangkan dipasal 11 huruf c “BPK dapat memberikan keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara. Selain itu juga majelis Hakim juga mengutip pendapat yang disampaikan oleh Dr. Sahuri, Ahli yang dihadirkan oleh terdakwa yang menyatakan bahwa apabila adanya penyimpangan dalam menerapkan Hukum Tata Negara maka Gubernur Propinsi Jambi ataupun Menteri Dalam Negeri dapat melakukan revisi terhadap Perda yang mengatur tentang keuangan DPRD kabupaten Merangin. 

Namun hingga akhir tahun 2003, Perda Noo. 1 tahun 2003 telah diterima dalam rapat Paripurna dan secara hukum dapat dinyatakan telah selesai dan para pelaku tidak dapat dipertanggungjawabkan. 

Peristiwa ini penting dicatat publik karena terhadap anggaran DPRD yang berkaitan dengan anggota DPRD selain harus diselesaikan melalui mekanisme gugatan perdata juga terhadap Perda yang dianggap bermasalah, maka Perda itu harus digugat melalui mekanisme judicial review di Mahkamah Agung. Menurut penulis, pelajaran penting menjadi catatan hukum tahun 2008 agar dapat memproses kasus korupsi yang berkaitan dengan anggota DPRD. 

Pelajaran ini kemudian diikuti oleh Kejaksaan Negeri Jambi yang kemudian tidak melanjutkan proses penyidikan terhadap anggota DPRD Kota Jambi dan lebih cenderung menyelesaikan melalui mekanisme gugatan perdata. . 

KASUS NARKOBA YANG MELIBATKAN OKNUM APARATUR Tahun 2008, menurut penulis merupakan tahun yang monumental disaat ditangkapnya AKP Feb, cs dalam pengiriman shabu-shabu yang ditaksir mencapai Rp 200 juta. Terlepas dari fakta-fakta yang terjadi, peristiwa ini menyentak karena melibatkan oknum yang berada dalam lingkaran penting dalam jajaran Polda Jambi. Oknum yang terlibat merupakan posisi penting sebagai anggota Propam Jambi yang sulit diterima akal publik kenapa peristiwa itu terjadi. Peristiwa ini benar-benar diluar perkiraan publik. 

Padahal AKP Feb sedang menyelesaikan studi ilmu kepolisian sebagai jenjang karier di masa depan. AKP Feb merupakan salah satu polisi yang mempunyai prestasi yang cukup baik dengna mengisi berbagai jabatan penting di kepolisian, baik sebagai Kapolsek Jambi Timur dan berbagai posisi lainnya. Publik masih ingat ketika AKP Feb bertarung memberantas kejahatan dengan resiko beliau sempat dirawat di rumah sakit. 

Namun prestasi yang telah diraihnya kemudian sirna bersamaan dengan ditemukan berbagai paket kiriman yang kemudian dibuktikan adanya narkoba. Belum lepas kaget, publik kemudian diberitakan tertangkapnya oknum Pelda Js, baur Konsos Ramil 01 Kodim 0415 Batanghari yang berhasil ditangkap karena menguasai narkoba yang biasa dikenal inek sebanyak lebih kurang 1929 butir. Dua peristiwa yang berkaitan dengan narkoba yang melibatkan oknum aparatur membuktikan bahwa kejahatan narkoba sudah menyentuh pada level penting dalam struktur pemerintahan penting di Indonesia terutama di Jambi. Apabila pada tahun 2003, penulis memotret pelaku narkoba yang hanya sebagai pemakai, namun pada tahun 2008 sudah pada tahap sebagai pengedar. Terlepas dari persoalan ekonomi semata, terlibatnya aparatur dalam jaringan narkoba dan bertindak sebagai penyalur yang secara ekonomi sudah ratusan juta, menimbulkan pertanyaan kepada publik. Apakah peredaran narkoba sudah sulit diberantas karena melibatkan aparat penegak hukum. 

Namun menurut penulis, terungkapnya dua peristiwa besar ini dapat dijadikan momentum terhadap perang narkoba harus selalu ditabuh genderang untuk melakukan perlawanan. Dengna demikian. Upaya pemberantasan narkoba selalu menjaddi simbol yang harus kongkrit dan bukan wacana semata. 

 SUASANA POLITIK JAMBI 2008 

Tahun 2009, Kota Jambi disibukkan berbagai agenda politik pemilihan Walikota/Wakil Walikota Jambi. Kandidate yang maju yaitu Sutrisno-Effendi Hatta, Asnawi-Nuzul, Bambang-Sum Indra dan Zulkifli Shomad-Agus Roni. Keempat kandidate yang maju, menurut penulis adalah kandidate yang mewakili berbagai kalangan. 

Ada yang berlatar belakang birokrat, anggota parlemen dan Ketua Partai. Keeempat kandidate yang ideal ini seharusnya juga diimbangi dengan sikap profesional KPU dalam menyelenggarakan Pilkada Jambi. Namun yang terjadi sungguh berbeda dengan harapan publik. Ditolaknya calon independent yaitu Agus Setyonegoro-H. Hilmi mengakibatkan calon independent menggugat secara perdata di Pengadilan negeri. 

Sebagaimana putusan pengadilan Negeri Jambi No. 31/Pdt.G/2008/PN. Jbi kemudian memerintahkan KPU untuk melakukan rapat pleno kembali untuk membatalkan Pleno KPU Kota Jambi dan menerima calon independent. Putusan ini masih dalam tahap banding. 

Kesalahan KPU Kota Jambi juga berulang. KPU Kota telah mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan UU yaitu berupa pemberian kesempatan kepada warga Jambi yang berhak memilih tetapi belum terdaftar dalam Daftar pemilih Tetap (DPT) dengan hanya menunjukkan asli KTP dan KK sehingga bertentangan dengan pasal 65 dan pasal 74 UU No. 32 Tahun 2004. Kemudian kandidate Walikota/wakil walikota Jambi yaitu Asnawi/Nuzul Prakasa mengajukan gugatan ke pengadilan Negeri jambi. Pengadilan Negeri Jambi sebagaimana putusannya No. menyatakan bahwa Berita Acara hasil Pleno KPU Kota Jambi tanggal 2 Agustus 2008 dan berita acara KPU Kota tanggal 30 Agustus 2008 tentang penetapan dan pengumuman hasil Rekapitulasi pengghitungan suara hasil Pemilihan Umum adalah batal demi hukum. 

Dengan demikian, KPU Kota harus melaksanakan ulang pemungutan suara pemilihan Walikota/wakil walikota Jambi. Kasus ini kemudian menyita perhatian publik di Jambi, karena selain gugatan yang kemudian disidangkan ini digelar, penetapan hasil Pilkada telah ditetapkan oleh KPU Kota. Sehingga mengakibatkan konflik antara putusan pengadilan yang berdimensi hukum dengan penetapan KPU kota yang berdimensi politik. Dari titik ini, penulis menyoroti bahwa kasus yang berdimensi dengan pilkada haruslah diselesaikan secara hukum bukanlah diselesaikan secara politik. Rusuh Kerinci Tahun 2008 kemudian ditutup dengna peristiwa kerusuhan di Kerinci. Sekitar 5.000 warga menduduki gedung sementara DPRD Kerinci di Kota Sungai Penuh, Senin (22/12). 

Mereka juga ”menyandera” 20 anggota DPRD dan menuntut rapat paripurna yang tujuannya menurunkan Fauzi Siin dari jabatan Bupati Kerinci. Unjuk rasa gabungan elemen masyarakat, yang disebut Rakyat Kerinci, itu berlangsung mulai pukul 09.00. 

Awalnya massa menduduki halaman dan gedung sementara DPRD. Selanjutnya, 20 anggota DPRD yang berada di dalam gedung dipaksa menggelar rapat paripurna untuk menurunkan Fauzi. Ketua DPRD Kerinci Nasrunadin yang mencoba meloloskan diri dari kejaran massa dihalangi meninggalkan gedung. 

Unjuk rasa berakhir rusuh itu, karena DPRD setempat yang berkantor sementara di Gedung Nasional Kerinci kurang menyambut aspirasi yang disampaikan para pengunjuk rasa. Massa menuntut Bupati Fauzi Siin mengundur diri dari jabatannya, karena diduga terlibat kasus korupsi anggaran APBD, dan tidak peduli terhadap nasib guru, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan petani. Awal kerusuhan itu terjadi ketika massa berusaha memasuki Gedung Nasional, dan bertindak anarkis, sehingga sempat membuat aparat keamanan memberi peringatan tembakan ke udara, namun tidak diindahkan. Hingga pukul 13.00 belum juga ada kesepakatan di antara seluruh anggota DPRD untuk menjadwalkan rapat paripurna. Lantaran tidak adanya keputusan didalam gedung itulah menyebabkan massa menjadi anarkis dengan melempari kendaraan yang ada di dalam pekarangan gedung tersebut, termasuk melempari gedung empat jenis hingga mengakibatkan kaca-kaca pecah berantakan. 

Bahkan massa juga berhasil masuk ke dalam gedung dan menyendera Ketua DPRD, Sekda dan bersama beberapa orang anggota dewan lainnya. Kejadian ini berlangsung berjam-jam lamanya, massa dikabarkan terus bertambah hingga situasi tak terkendali. Lantaran dikabarkan massa dari Pondok Tinggi juga ikut serta dalam aksi yang sebelumnya dipenuhi oleh warga Semurup. Dari sekadar berteriak, mereka lantas mulai melempari kendaraan dinas dan gedung dewan. Beberapa kaca gedung itu pun pecah. Di tengah hujan batu, sekelompok pengunjuk rasa menerobos masuk gedung dewan. Mereka menyandera ketua DPRD, Sekda, dan beberapa anggota dewan lainnya. Gas air mata yang ditembakkan polisi tak mampu mengendalikan massa. Mereka makin beringas dengan memorak-porandakan gedung dewan. Kaca-kaca pecah, pintu hancur, meja-meja dan kursi hancur dilempar keluar. Hotel Jaya Wisata di depan PLN Kerinci yang dikabarkan milik istri Bupati Fauzi juga dirusak. Pukul 15.30, sebanyak 15 anggota DPRD akhirnya menandatangani surat yang menyatakan, mereka meminta Fauzi mundur dari jabatan bupati. Isi surat tersebut kemudian dibacakan koordinator pengunjuk rasa, Syaiful, di hadapan massa. 

Setelah itu, sebagian pengunjuk rasa membubarkan diri. Menurut informasi, kerugian yang diderita oleh Pemkab Kerinci dari mencapai Rp 1,3 miliar dan itu belum termasuk kerugian yang diderita oleh kaum Empat Jenis lantaran banyaknya inventaris yang hilang dan rusak. dengan rinciannya mobil Dinas Ketua DPRD senilai Rp 300 Juta, mobil Sekda Rp 250 juta, Mobil Ketua Pengadilan Agama senilai Rp 175 Juta jenis kijang inova, serta satu unit lagi mobil Dispenda senilai Rp 150 juta, belum lagi isi gedung juga diperkirakan sebanyak Rp 300 juta rupiah, 

 Sejak pertengahan Desember, sudah tiga kali berlangsung unjuk rasa di Kerinci. Tanggal 16 Desember 2008, massa berunjuk rasa memprotes Fauzi terkait dugaan kecurangan dalam proses pemilihan kepala daerah (pilkada). Saat itu unjuk rasa dilangsungkan di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada Kerinci. 

Selanjutnya, 18 Desember 2008, massa memprotes hasil penghitungan suara di depan Gedung Nasional saat berlangsung Sidang Pleno KPU terkait Pilkada Kerinci, November lalu. Hari itu KPU menetapkan, Murasman-M Rahman, yang memperoleh 90.768 suara, adalah bupati-wakil bupati Kerinci terpilih. 

Pasangan tersebut mengalahkan Ami Thaher-Diandra, yang memperoleh 80.559 suara. Usai penetapan hasil pilkada, pendukung Ami-Diandra berunjuk rasa. Merekamenuntut dilaksanakannya pilkada ulang. Padahal hingga12/12/08 pasangan Murasman-Rachman untuk sementara unggul pada putaran dua Pilkada Bupati Kerinci, dengan memperoleh 97.039 suara mengalahkan saingannya pasangan Ami Taher-Dianda yang mengantong 80.821 suara. 

Suara yang masuk dari 248.483 mata pilih sudah 71,61 persen atau 177.860 suara yang masuk, dan dari jumlah tersebut pasangan Murasman-Rachman memperoleh 97.039 suara (54,56 persen) dan pasangan Ami Taher-Dianda memperoleh 809.821 suara (45,44 peren). 

Data yang dihimpun dari lapangan, dari 17 kecamatan pasangan Murasman-Rachman unggul di 12 kecamatan dan pasangan Ami Taher-Dianda unggul di lima kecamatan. Pelaksanaan pencoblosan kertas suara di 567 tempat pemungutan suara (TPS) berlangsung tertib Dua pasang calon bupati dan wakil bupati Kerinci bersaing pada putaran dua masing Murasman-Rahman dan Ami Taher-Dianda setelah memperoleh suara terbanyak pada Pilkada putaran pertama yang digelar 16 Oktober 2008. Ami Taher-Dianda, satu dari dua pasangan calon perseorangan yang akan maju di Pilkada Kerinci, dipastikan lolos verifikasi dukungan. 

Dari hasil verifikasi, pasangan Ami Taher-Dianda Putra mememenuhi 5 persen jumlah dukungan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni memerolah dukungan sebanyak 19.589. Dari angka tersebut, suara yang memenuhi syarat sebanyak 15.963 dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 3.626 suara. 

Berdasarkan ketentuan, jumlah yang harus dipenuhi kandidat adalah 15.825 dukungan. Dengan demikian Ami Taher dan Dianda Putra lolos verifikasi dan berhak melenggang ke Pilkada Kerinci. Semetara pasangan bakal calon perseorangan lainnya, Adi Rozal-Syofjan Hasim, dinyatakan gugur. Mereka hanya memerolah 17.473 dukungan. 

Dari jumlah tersebut, yang memenuhi syarat 14.349 suara, sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 3.224 suara. Pilkada Kerinci pada putaran pertama diikuti enam pasang calon, satu pasang di antaranya dari calon perseorangan atau independen, dan lima lainnya diusung partai yang ada. 

Dari hasil penghitungan pasangan Murasman-Rahman yang diusung PPP menduduki posisi teratas diikuti pasangan calon independen Ami Taher-Dianda Putra. Urutan ketiga diperoleh pasangan Hasani Hamid-Afrizal diikuti pasangan Nuzran Johar-Julizarman, pasangan Herman-Mulyadi Raf dan pasangan Zubir Muctar-Daniel Miftah. Peristiwa kerusuhan Kerinci akhir tahun 2008 mengingatkan kita pada kerusuhan Kerinci tahun 2006. Sedikitnya 100 rumah di Gunung Kerinci, Jambi, dirusak dan dibakar massa. 

Peristiwa ini terjadi akibat pertikaian antarkampung, yang melibatkan ratusan orang warga serumpun Siulak Gadang dan Siulak Mukae. Akibat kerusuhan ini, ratusan warga di Kecamatan Gunung Kerinci pada tanggal 9/5/2006 pagi mengungsi ke tempat yang lebih aman. 

Mereka sengaja menghindar dari amukan massa. Kerusuhan terjadi pada tanggal 8/5/2006 pukul 20.00 WIB. Penyebab kerusuhan tidak jelas benar. Informasi yang beredar, kerusuhan dipicu oleh pertikaian sesama pemuda yang berebut pangkalan ojek. 

Namun, pertikaian tersebut akhirnya meluas ke kampung-kampung dan terjadilah pembakaran Namun terlepas dari kerusuhan yang terjadi di Kerinci, peristiwa Pilkada Kerinci memberikan catatan yang baik dengna diterima calon Indendepent dalam Cagub/Wacagub Kerinci. Diterimanya calon independent dalam Pilkada Kerinci berbanding terbalik dengan dilakukan oleh KPU Kota. KPU Kota menolak calon independent dan kemudian berujung dengan gugatan di Pengadilan Negeri Jambi (lihat paparan diatas). 

 Prediksi Politik Menurut penulis, tahun 2009, merupakan tahun politik. Tahun 2009 merupakan tahun pemilihan anggota parlemen dan anggota senat yang mewakili kepentingan rakyat dalam ranah politik praktis. 

Dengna demikian, seluruh potensi kekuatan politik digunakan untuk kepentingan politik. Menggunakan berbagai potensi kekuatan politik dalam politik tahun 2009 akan menimbulkan gesekan dan potensi terjadi berbagai kerusuhan yang diakibatkan oleh persoalan politik. 

Tahun 1999, gesekan lebih ditujukan kepada pemilihan Presiden megawati yang kemudian gagal menjadi Presiden (walaupun telah menjadi pemenang Pemilu). Megawati kemudian dikalahkan oleh poros tengah yang kemudian mengusung Abdurahman Wahid (biasa dikenal dengan nama Gusdur). Gusdur kemudian berhasil menjadi Presiden walaupun partainya sendiri tidak menguasai suara mayoritas di parlemen. 

Catatan ini kemudian diperbaiki tahun 2004 yang kemudian memilih secara langsung dan mengantar SBY menjadi Presiden. Namun SBY juga mengalami persoalan dalam menguasai parlemen karena partai pendukungnya hanya berkisar 8% di senayan.

 Tahun 2009 masih dikuasai para kandidate yang rata-rata sudah berumur diatas 50-an. Kandidate nama-nama Presiden seperti SBY, Megawati, Wiranto, Prabowo, Gusdur merupakan nama-nama lama yang sudah memegang posisi penting dalam pemerintahan sebelumnya. 

Wacana tentang Presiden alternatif seperti Fazzul Rahman, Rizal Ramli hanya sekedar wacana di media massa yang secara politik sulit meraih posisi politik. Kepopuleran tokoh-tokoh sebelumnya sulit disaingi oleh para Presiden alternatif.

Dibutuhkan masih beberapa periode lagi munculnya Presiden alternatif seperti yang terjadi di Amerika , Rusia dan tetangga kita sendiri, Thailand. Sebagaimana dengan pernyataan penulis sebelumnya, bahwa tahun 2009 merupakan tahun politik. Sebagai tahun politik, maka tahun 2009 maka banyak kasus yang muncul yang berkaitan dengan Pemilu 2009. 

Baik terhadap penetapan KPU dalam penghitungan suara, penetapan Caleg maupun berbagai tindak pidana yang berkaitan dengan Pemilu. Terlepas dari semua itu, potensi terjaddinya tindak pidana yang melibatkan rakyat akan mewarnai tahun 2009. 

Namun penulis berharap agar tahun 2009 dapat dijadikan momentum agar seluruh potensi keamanan dikerahkan agar Jambi sebagai daerah teraman nomor 2 tetap terwujud. Viva Jambi. 


 Diterbitkan di Posmetro, 30 dan 31 Desember 2008