Kata
Pemayung berasal “payung” Raja yang dikenal sebagai Pangeran Prabo. “Pemayung”
adalah Pemayung rajo. Pusat Marga Pemayung Ilir di Dusun Lubuk Ruso. Lubuk Ruso
adalah tempat “guru sembah”[1].
Istilah
Pemayung juga dikenal di Marga Pemayung Ulu, Desa Pemayungan Marga Sumay[2]
dan Marga Renah Pembarap[3].
Marga
Pemayung kemudian terdiri dari Marga Pemayung Ulu dan Marga Pemayung Ilir.
Wilayah Pemayung Ilir “dari batas kubu kandang laut (ulu) sampai Kaos” hingga
dusun Kaos. Sedangkan Marga Pemayung Ulu dari “batas Kubu kandang ke Ulu hingga
Sungai Baung di Pangkal Bulian. Istilah Pangkal Durian adalah istilah digunakan
Pemayung Ulu yang terletak di Muara Bulian. Marga Pemayung Ulu berkedudukan di
Sungai Baung.
Sejarah
Marga Pemayung Ilir tidak dapat dilepaskan dari kisah Pangeran Prabo yang
berasal dari Kerajaan Tanah Pilih Jambi. Maka dikenal nama “Kemas” atau “Raden”.
“Kemas” dan “Raden” merupakan keturunan Raja.
Selain
itu dikenal penggunaan kata “seperti “kulo” atau “pundi”. Kata “Kulo”
menggantikan kata “sayo (Saya) yang biasa dikenal di Jambi.
Kata
“pundi” dapat dilihat dari percakapan.
“Mau kemano, tuk ?’.
“Datuk mau ke pundi..”.
Artinya
kata “pundi” … Datuk nak kesana, cung”.
Sebagai
kekuasaan kerajaan Tanah Pilih, maka Rajo kemudian menyusuri Sungai Batanghari
untuk melihat wilayah Kerajaan Tanah Pilih. Menggunakan perahu yang dikenal
dengan cara “mengayuh mencalang”. Setiap pemberhentian maka diperlukan “kermit”
untuk mengabarkan kampong sebelumnya. Biasa dikenal “kemit”. Di Marga Pemayung
Ulu di Kuap maka telah menunggu pula “kemit” untuk mengayuh perahu (ngayuh
mencalang). Dengan demikian maka Kermit selain bertugas mengayuh perahu (ngayuh
mencalang), kermit juga “pemayung Rajo”.
Kermit
bertugas “disuruh pergi. Dipanggil datang’. Melihat tugasnya maka “Kermit” juga
dikenal sebagai “kepak rambai hululang”. “Menjemput yang tinggal. Mengangkat
yang berat.
Selain
itu dikenal “Debalang rajo’ yang berkedudukan di Dusun Kuap. Orang Kuap
terkenal dengan omongan yang tegas dan keras. Sebagai keturunan “debalang Rajo”.
Debalang Rajo juga bertugas kepada rakyat Jambi “agar bersatu padu. Untuk
masyarakat sejahtera”.
Dusun
asal atau Dusun Tuo yang termasuk kedalam Marga Pemayung Ilir terdiri dari
Dusun Kubu kandang, Dusun kuap, Dusun Senaning Tanjung Jati, Dusun Lubuk Ruso,
Dusun Tengah, Dusun Teluk Ketapang, Dusun Serasah, Dusun Ture, Dusun Pulau Betung, Dusun Lopak Aur, Dusun
Selat, Dusun Kampung Baru, Dusun Teluk, Dusun Pulau Raman dan Dusun Kaos.
Dusun
Serasah kemudian dikenal Desa Jembatan Emas. Pusat Pemerintahan Kecamatan
Pemayung.
Sedangkan
Marga Pemayung Ulu dikenal dusun asal seperti Dusun Rantau Puri, Dusun Bajubang
Laut, Dusun Tebing Tinggi, Dusun Sungai Baung, Dusun Olak, Dusun Muara Sengoan,
Dusun Ulu Bulian.
Sedangkan
menurut Cikman,
Ketua Lembaga Adat Kecamatan Pemayung[4], Dusun-dusun
yang termasuk kedalam Marga Pemayung Ulu adalah Dusun Kuap, Dusun Kubu Kandang,
Dusun Tebing Tinggi, Dusun Rantau Puri, Dusun Bajubang Darat, Dusun Sungai
Baung, Dusun Aro, Dusun Olak, Dusun Singoan, Dusun Teratai, Dusun Durian Hijau,
Dusun Napal Sisik, Dusun Muara Bulian. Dusun Tenam.
Sebelum
dikenal Dusun Lubuk Ruso dikenal nama Dusun Danau Bangko. Disana terdapat
Sungai. Istilah Bangko disebabkan “ilirlah lapik Bangko’. Lapik adalah tikar.
Maka arti “ilirlah lapik Bangko” adalah “mengilir tikar dari Bangko”. Atau “hanyut
tikar dari Bangko”. Maka kemudian disebut Sungai Danau Bangko.
Sungai
Danau Bangko terdapat Rusa. Disebabkan banyaknya Rusa, maka dipanggillah rakyat
untuk berburu rusa. Rusa dijaring. Kemudian rusa lari ketepi sungai. Rusa
kemudian terperosok ke sungai. Sehingga rusa masuk kedalam “lubuk” di Sungai
Danau Bangko. Karena masuk kedalam Lubuk, rusa kemudian tidak ditemukan. Maka
Raja kemudian menetapkan sebagai Lubuk Ruso. Dan kemudian tidak lagi dikenal
sebagai Dusun Danau Bangko.
Sejarah
Dusun Senaning dimulai dari kisah “adanya kapal”. Sesampai di Dusun kemudian
disandarkan dengan mengikat talinya. Didalam Kapal terdapat Bujang Senaning.
Karena
kapal disandarkan maka terpengaruh dengan permukaan air. Kadang-kadang sungai
airnya tenang. Kadang-kadang permukaan air sungai deras dan bergelombang.
Ketika
Si Pahit Lidah datang, maka kemudian “menghalangi” sehingga Si Pahit Lidah
tidak dapat bersandar. Maka disumpah oleh si Pahit Lidah terhadap kapal
sehingga terjadinya Pulau. Kapal kemudian karam dan menjadi Pulau.
Untuk
mengingatkan kisahnya kemudian dikenal Pulau Senaning.
Disebut
dengan Dusun Kubu Kandang dikenal sebagai “Kubu mati sekandang”. Dengan melihat
kejadian maka “orang tua dulu makonyo disebut “kubu kandang”. Karena ditepi Batanghari
maka kemudian dikenal “Kubu Kandang laut”.
Disebut
dengan Dusun Pulau Tengah karena terletak antara Dusun Teluk Ketapang dan Lubuk
Ruso.
Disebut
Pulau Betung karena banyak terdapat Betung. Betung adalah “buluh”. Tapi “buluh”
yang besar. Buluh adalah penamaan dari bamboo. Selain “buluh”, dikenal juga
nama Aur”.
Disebut
Pulau Raman. Raman adalah adalah buah yang asam manis.
Sebagai
Pusat Marga Pemayung Ilir, Lubuk Ruso tempat “duduk sembah” maka kemudian
dikenal Seloko. “Lubuk Ruso kedudukan Rajo. Raja bernama Pangeran Prabo. Mari
kito duduk bersamo. Supaya Rakyat bersatu padu.
“Duduk
bersamo” adalah Raja sebelum memutuskan maka harus duduk “bersilo” dibawah
bersama rakyat untuk memutuskan.
Didalam
Hukum “bercocok tanam” dikenal “dalam musim, serentak”. Prosesinya dimulai
dengan berdoa, pelarian (gotong royong). Istilah “pelarian” juga dikenal di
Marga Kumpeh Ilir.
Terhadap
“buko rimbo” maka tanah ditandai “cucuk tanaman”. Istilah “cucuk tanaman” biasa
dikenal dengan penamaan lain seperti di Marga Sungai Tenang “hilang celak jambu
kleko”. Di Marga Sumay dikenal “Lambas’. Di Marga Kumpeh Ilir dikenal “mentaro”.
Sedangkan
tanah yang telah dibuka harus dikerjakan. Apabila ternyata tidak dikerjakan
maka menurut “pantang larang”, tanah “bebalik ke batin’. Batin kemudian
diartikan sebagai “hak tanah” kembali ke dusun.
Selain
itu dikenal “hukum ternak’. “Humo
bekandang Siang. Ternak Bekandang Malam’. Hukum ini telah diatur didalam “Induk 8. Anak 12”. Hukum Adat Jambi yang
telah dikukuhkan oleh Raja Jambi.
Baca : Istilah Marga di Jambi