15 Juli 2019

opini musri nauli : Merebut Tuah Jambi Barat




Entah mengapa saya belum mengerti tentang Jambi Barat. Apakah berkaitan dengan wilayah Pembantu Gubernur Jambi barat atau memang tuah dari Jambi barat yang begitu menggoda.

Jambi Barat disebut-sebut menggambarkan keterwakilan Kabupaten Merangin, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Damasraya, Kabupaten Kerinci dan Kotamadya Sungai Penuh.

Dulu juga disebut-sebut Kabupaten Sarolangun. Namun dalam pilgub 2020, Kabupaten Sarolangun kemudian tidak disebut-sebutkan lagi.
Dengan lengkapnya infrastruktur seperti bandara, tema Jambi barat sempat menggelinding dan menjadi bahan untuk menjadikan Jambi Barat sebagai Provinsi. Tema sempat mengemuka dalam bingkai otonomi.

Namun ketika adanya kebijakan moratorium pemekaran daerah, tema Jambi barat kemudian tenggelam dalam hiruk pikuk politik local maupun Pilgub. Tema ini kemudian semakin tenggelam. Urusan pilgub cuma berkaitan dengan “ajang konstalasi” politik menjelang 2020.

Akhir-akhir ini, Jambi barat begitu mendominasi. Entah pertemuan di Jambi yang dihadiri oleh Cek Endra dan dihadiri HBA, Forum Jambi Barat dan pertemuan Bupati di Bungo. “Tuah” Jambi Barat begitu menggoda sehingga ketiga pertemuan “dianggap” melambangkan Jambi Barat.

Begitu pertemuan Cek Endra yang dihadiri oleh HBA, “Tarik menarik” Partai Golkar untuk mengusung candidate Gubernur Jambi 2020 ditunggu public. Nama-nama yang beredar di public, Entah HBA, CE, Al Haris, Fasha Sy adalah kader-kader yang menjadi pertimbangan utama Partai Golkar untuk diusung. Tentu saja “kemenangan kecil” telah diraih Partai Golkar untuk mewarnai Pilgub Jambi 2020.

Terlepas dari “siapapun” pemenangnya, nama Partai Golkar telah melambung tinggi. Mengalahkan candidate lain yang sedang mengikuti arah Pohon Beringin. Sebuah “bonus” diraih Partai Golkar sebagai pemenang politik di Jambi 2019.

Namun dari ketiga pertemuan (terlepas dari klaim tidak ada pembicaraan politik), pertemuan CE dan dihadiri oleh HBA akan mengirimkan “Signal” yang cukup diperhitungkan. Terlepas dari belum ditentukan oleh Partai Golkar kepada siapapun, dukungan dari HBA cukup signifikan terhadap arah kepada CE.

Namun ketika ada pertemuan di Bungo (walaupun dengan alasan mengecek fasilitas MTQ. MTQ yang diadakan September 2019), Keempat Bupati seperti Bupati Bungo Mashuri, Bupati Merangin Al-Haris, Bupati Kerinci Adirozal dan Bupati Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) Romy Hariyanto (RH) merupakan peristiwa yang “menarik”.

Keempat Bupati yang “mewakili” generasi Muda dan terpisah dari generasi sebelumnya, cukup diperhitungkan. Bergabungnya Bupati Kerinci dan Bupati Tanjabtim adalah sebuah “tikungan” yang manis, ketika “huru-hara” politik cuma berkisar di Fachori Umar (FU), Fasha, Sy dan CE. Publik kemudian menjadi segar menunggu disandingkan antara RH dan Al-Haris.

Sehingga wacana public tidak berkisar antara FU, CE dan Fasha Sy. Sebuah strategi jitu dan ciamik. Mengirimkan pesan yang serius terhadap Pilgub Jambi 2020.

Terlebih lagi nama Bupati Romy terakhir belakangan disebut-sebut ikut dijagokan pada Pilgub mewakili Jambi Wilayah Timur.  Bersanding dari wilayah Barat, Al-Haris.

Terlepas dari wacana RH akan berkonsentrasi di Pilbup Tanjabtim, kemenangan yang diraih PAN Tanjabtim membuktikan, RH adalah “piawai” yang memainkan politik di Tanjabtim. Sebuah tempat yang selalu mendulang suara bagi kemenangan PAN. Sehingga kehadiran RH di Bungo tidak dapat diremehkan. Tidak sekedar apakah dia akan maju atau tidak di Pilgub 2020.

Sementara kehadiran Bupati Bungo (terlepas sebagai tuan rumah MTQ di Bungo), adalah “symbol” suara Bungo akan memecahkan konsentrasi FU yang berasal dari Bungo. Tanpa mengenyampingkan suara yang diraih oleh Ria Mayang Sari, pertarungan “merebut” suara Bungo akan diuji dengan Ria Mayang Sari dan Mashuri. Dan itu tidak mudah diraih FU merebut suara dari Bungo.

Sedangkan bergabungnya Bupati Kerinci justru akan “menegaskan”, daerah Sungai Penuh dan Kerinci yang memang selalu mewarnai Pilgub Jambi. Dua daerah ini selalu menyumbangkan kader-kadernya yang “piawai” memainkan politik local memang “sulit” tembus oleh para candidate lain. Sehingga kehadiran Bupati Kerinci justru menegaskan akan “kuatnya” koalisi hendak dibangun.

Sehingga kehadiran 3 bupati (Tanjabtim, Merangin dan Kerinci) di Bungo adalah peristiwa “dahsyat’. Melebihi gegap gempita dari dua pertemuan lain. Sebuah kerja keras dari tim-tim yang lain untuk mengambil momentum politik yang ciamik dikemas 4 bupati.

Apalagi “symbol” tuan rumah di Bungo yang paling tegas mengusung Jambi Barat dan berpusat pemerintahan di Bungo. Lengkaplah sudah.

Lalu bagaimana nasib dari pertemuan-pertemuan yang lain.

Tentu saja kita tidak boleh mengabaikan peristiwa penting. Entah dengan dukungan HBA kepada CE maupun agenda yang disusun oleh Forum Jambi barat yang mengusung FU.

Namun “tuah” Jambi barat justru peristiwa yang paling menarik ditunggu. Paduan antara Tanjabtim, Kerinci dan tuan rumah Bungo dikemas dengan tema Jambi barat lebih menggambarkan agenda politik yang kuat.

Selain akan mengusung pilgub Jambi 2020, agenda Jambi Barat lebih mengemuka. Dan agenda mengusung Jambi Barat justru terjadi di pertemuan di Bungo.


Advokat. Tinggal di Jambi