Entah
mengapa saya belum mengerti tentang Jambi Barat. Apakah berkaitan dengan
wilayah Pembantu Gubernur Jambi barat atau memang tuah dari Jambi barat yang
begitu menggoda.
Jambi
Barat disebut-sebut menggambarkan keterwakilan Kabupaten Merangin, Kabupaten
Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Damasraya, Kabupaten Kerinci dan Kotamadya
Sungai Penuh.
Dulu
juga disebut-sebut Kabupaten Sarolangun. Namun dalam pilgub 2020, Kabupaten
Sarolangun kemudian tidak disebut-sebutkan lagi.
Dengan
lengkapnya infrastruktur seperti bandara, tema Jambi barat sempat menggelinding
dan menjadi bahan untuk menjadikan Jambi Barat sebagai Provinsi. Tema sempat mengemuka
dalam bingkai otonomi.
Namun
ketika adanya kebijakan moratorium pemekaran daerah, tema Jambi barat kemudian
tenggelam dalam hiruk pikuk politik local maupun Pilgub. Tema ini kemudian semakin
tenggelam. Urusan pilgub cuma berkaitan dengan “ajang konstalasi” politik menjelang
2020.
Akhir-akhir
ini, Jambi barat begitu mendominasi. Entah pertemuan di Jambi yang dihadiri
oleh Cek Endra dan dihadiri HBA, Forum Jambi Barat dan pertemuan Bupati di
Bungo. “Tuah” Jambi Barat begitu menggoda sehingga ketiga pertemuan “dianggap”
melambangkan Jambi Barat.
Begitu
pertemuan Cek Endra yang dihadiri oleh HBA, “Tarik menarik” Partai Golkar untuk
mengusung candidate Gubernur Jambi 2020 ditunggu public. Nama-nama yang beredar
di public, Entah HBA, CE, Al Haris, Fasha Sy adalah kader-kader yang menjadi
pertimbangan utama Partai Golkar untuk diusung. Tentu saja “kemenangan kecil”
telah diraih Partai Golkar untuk mewarnai Pilgub Jambi 2020.
Terlepas
dari “siapapun” pemenangnya, nama Partai Golkar telah melambung tinggi.
Mengalahkan candidate lain yang sedang mengikuti arah Pohon Beringin. Sebuah “bonus”
diraih Partai Golkar sebagai pemenang politik di Jambi 2019.
Namun
dari ketiga pertemuan (terlepas dari klaim tidak ada pembicaraan politik),
pertemuan CE dan dihadiri oleh HBA akan mengirimkan “Signal” yang cukup
diperhitungkan. Terlepas dari belum ditentukan oleh Partai Golkar kepada siapapun,
dukungan dari HBA cukup signifikan terhadap arah kepada CE.
Namun
ketika ada pertemuan di Bungo (walaupun dengan alasan mengecek fasilitas MTQ.
MTQ yang diadakan September 2019), Keempat Bupati seperti Bupati Bungo Mashuri,
Bupati Merangin Al-Haris, Bupati Kerinci Adirozal dan Bupati Tanjung Jabung Timur
(Tanjabtim) Romy Hariyanto (RH) merupakan peristiwa yang “menarik”.
Keempat
Bupati yang “mewakili” generasi Muda dan terpisah dari generasi sebelumnya,
cukup diperhitungkan. Bergabungnya Bupati Kerinci dan Bupati Tanjabtim adalah
sebuah “tikungan” yang manis, ketika “huru-hara” politik cuma berkisar di
Fachori Umar (FU), Fasha, Sy dan CE. Publik kemudian menjadi segar menunggu
disandingkan antara RH dan Al-Haris.
Sehingga
wacana public tidak berkisar antara FU, CE dan Fasha Sy. Sebuah strategi jitu
dan ciamik. Mengirimkan pesan yang serius terhadap Pilgub Jambi 2020.
Terlebih
lagi nama Bupati Romy terakhir belakangan disebut-sebut ikut dijagokan pada
Pilgub mewakili Jambi Wilayah Timur. Bersanding dari wilayah Barat, Al-Haris.
Terlepas
dari wacana RH akan berkonsentrasi di Pilbup Tanjabtim, kemenangan yang diraih
PAN Tanjabtim membuktikan, RH adalah “piawai” yang memainkan politik di
Tanjabtim. Sebuah tempat yang selalu mendulang suara bagi kemenangan PAN.
Sehingga kehadiran RH di Bungo tidak dapat diremehkan. Tidak sekedar apakah dia
akan maju atau tidak di Pilgub 2020.
Sementara
kehadiran Bupati Bungo (terlepas sebagai tuan rumah MTQ di Bungo), adalah “symbol”
suara Bungo akan memecahkan konsentrasi FU yang berasal dari Bungo. Tanpa
mengenyampingkan suara yang diraih oleh Ria Mayang Sari, pertarungan “merebut”
suara Bungo akan diuji dengan Ria Mayang Sari dan Mashuri. Dan itu tidak mudah
diraih FU merebut suara dari Bungo.
Sedangkan
bergabungnya Bupati Kerinci justru akan “menegaskan”, daerah Sungai Penuh dan
Kerinci yang memang selalu mewarnai Pilgub Jambi. Dua daerah ini selalu
menyumbangkan kader-kadernya yang “piawai” memainkan politik local memang “sulit”
tembus oleh para candidate lain. Sehingga kehadiran Bupati Kerinci justru
menegaskan akan “kuatnya” koalisi hendak dibangun.
Sehingga
kehadiran 3 bupati (Tanjabtim, Merangin dan Kerinci) di Bungo adalah peristiwa “dahsyat’.
Melebihi gegap gempita dari dua pertemuan lain. Sebuah kerja keras dari tim-tim
yang lain untuk mengambil momentum politik yang ciamik dikemas 4 bupati.
Apalagi
“symbol” tuan rumah di Bungo yang paling tegas mengusung Jambi Barat dan
berpusat pemerintahan di Bungo. Lengkaplah sudah.
Lalu
bagaimana nasib dari pertemuan-pertemuan yang lain.
Tentu
saja kita tidak boleh mengabaikan peristiwa penting. Entah dengan dukungan HBA
kepada CE maupun agenda yang disusun oleh Forum Jambi barat yang mengusung FU.
Namun
“tuah” Jambi barat justru peristiwa yang paling menarik ditunggu. Paduan antara
Tanjabtim, Kerinci dan tuan rumah Bungo dikemas dengan tema Jambi barat lebih
menggambarkan agenda politik yang kuat.
Selain
akan mengusung pilgub Jambi 2020, agenda Jambi Barat lebih mengemuka. Dan
agenda mengusung Jambi Barat justru terjadi di pertemuan di Bungo.
Baca : PILGUB JAMBI 2015 dan Membaca Arah Pilgub Jambi
Advokat. Tinggal di Jambi