Membicarakan mediasi sebagai salah satu pilihan strategi diluar pengadilan sudah jamak menjadi pengetahuan hukum.
UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyebutkan “ Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Dalam praktek yang jamak di Pengadilan, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 dengan tegas menyebutkan proses mediasi wajib ditempuh selama 30 hari sebelum pemeriksaan pokok perkara. Dan tetap dimungkinkan dalam tahap pemeriksaan pokok perkara maupun pada tahap upaya hukum. Ditingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Berbagai regulasi justru menempatkan mediasi sebagai salah pilihan penyelesaian sengketa diluar pengadilan.
Membaca berbagai regulasi yang menempatkan mediasi sebagai pilihan strategis diluar pengadilan maka dibutuhkan para mediator.
Untuk menghasilkan mediator yang kemudian dapat berpraktek di pengadilan, maka selain Lembaga yang mengadakan pelatihan sertifikasi mediator telah terakreditasi di Mahkamah Agung, mempunyai kurikulam yang disahkan oleh Mahmakah Agung juga keterampilan mediator yang teruji di lapangan.
Berbeda dengan mediasi dalam lingkup pekerjaan lain, mediator didalam sektor sumber daya alam termasuk kedalam sektor kehutanan mempunyai keunikan.
Keunikan pertama adalah regulasi yang membuka ruang mediasi dan mempunyai program dari kebijakan Jokowi.
Program Perhutanan Sosial yang digagas oleh Jokowi kemudian harus ditangkap sebagai peluang penyelesaian konflik disektor kehutanan.
Disatu sisi, berbagai protocol yang digagas oleh berbagai perusahaan juga harus ditangkap keinginan berbagai pihak untuk menyelesaikan konflik di sektor kehutanan.
Berbagai peluang yang telah dibuka baik didalam regulasi, kebijakan Jokowi dan protocol yang digagas oleh perusahaan harus ditangkap sebagai upaya serius berbagai komponen (multi stateholders) untuk menyelesaikan konflik.
Lalu mengapa masih ada terjadinya konflik yang terus berulang dan terjadi.
Pertanyaan menarik sekaligus tantangan.
Terhadap tantangan ini sekaligus kritik juga harus disampaikan. Namun sepertinya bisa disiapkan didalam agenda selanjutnya. Dalam kesempatan yang lain.
Sekarang saya hanya menikmati spanduk. Dengan berbagai lambang. Sekaligus mengukuhkan. Tema mediasi telah menjadi mainstream public.
Baca : Mediasi untuk Perdamaian
Pencarian terkait : Opini Musri Nauli, Musri Nauli, jambi dalam hukum, Hukum adat jambi, jambi, sejarah Hukum adat jambi, politik jambi
Opini Musri Nauli dapat dilihat www.musri-nauli.blogspot.com