14 April 2021

opini musri nauli : Batanghari ditengah masyarakat Melayu Jambi (4)

Marga Maro Sebo Ilir dipimpin Depati. Sedangkan diluar dari Dusun Terusan dipimpin seorang Ngebi. Sedangkan didalam tugas yang ditetapkan oleh Raja Jambi, dikenal Pemangku/Pengulu yang bergelar Jaga patih Temun Yudo. Bertugas sebagai pengawal Raja.


DIsebut Danau Embat karena tempat inilah tempat persinggahan sebentar. Sedangkan Malapari merupakan tempat yang dihindarkan untuk disinggahkan. Atau Tempat yang kurang bersahabat. Sedangkan Napal Sisik karena tempat napal yang ada sisiknya.


Kisah tentang Tun Telanai dan Putri Pinang Masak menjadi cerita rakyat.


Didalam Piagam Malapari/Rambutan Manis yang dipimpin Ngebi Suto Dilago Periai Rajo Sari batas antara Malapari dengan Tanah Terusan “sebelah kanan mudik yang sebelah hulu di tepi Batanghari Rengas Abang batang mendarat mengarah pematang Malabokan, dari situ menyusuri payo, ke hilir menuju Lubuk Sawang, dari situ menuju anak terusan, dari situ menuju Lopak Cemudak Air dari situ turun ke Ampu-ampuan Kecil, dari situ milir air Ampu-ampuan Besar, dari situ menuju Pematang Tebat (anak Sungai Aur) kiri mudik, dari situ menuju Teras Temesu Terbakar, dari situ menuju Rimbo Badaro Suko Menanti, dari situ menuju pematang Belubang niti bekal kulim, menuju Nepal Kumbang, dari situ menuju Teras Terujan, dari situ Memenggal bukit dari situ turun ke Sungai Tareb, menyeberang Sungai Batanghari menuju Jawi-jawi, dari situ mendarat menunggal Pematang dari situ lepas mendarat.


Adapun perbatasan sebelah hulu, sebelah kiri mudik di tepi Batanghari pintasan taha tergali, mendarat menuju Salak Inuman Talang, Nikam ke laut dari Situ lepas mendarat.


Piagam Malabai/Rambutan Manis dibuat oleh Sultan Agung Seri Inga Laga pada tahun 1276 H untuk Raja Istirah Dilaga Periai Raja Sari.


Dusun-dusun didalam Marga Maro Sebo ilir kemudian masuk kedalam Kecamatan Maro Sebo Ilir.


Marga Pemayung terdiri dari Marga Pemayung Ulu dan Marga Pemayung Ilir. Begitu juga Marga Marosebo Ulu dan Marga Marosebo ilir, Marga Kumpeh Ulu dan Kumpeh Ilir, Marga Batin III Ulu dan Marga Batin III Ilir, Marga Batin IX Ulu dan Marga Batin IX Ilir dan Marga Tungkal Ulu dan Marga Tungkal Ilir.


Di Marga Pemayung Ilir, Kata Pemayung berasal “payung” Raja yang dikenal sebagai Pangeran Prabo. “Pemayung” adalah Pemayung rajo. Pusat Marga Pemayung Ilir di Dusun Lubuk Ruso. Lubuk Ruso adalah tempat “guru sembah”.


Istilah Pemayung juga dikenal di Desa Pemayungan Marga Sumay dan Marga Renah Pembarap


Dahulu Marga Pemayung Ulu berpusat di Bajubang dan kemudian pindah  Muara Bulian. Selain Muara Bulian dikenal juga nama tempat seperti Betung, Mengkanding, Bajubang dan Sungai Baung.


Istilah Pemayung didapatkan dari cerita rakyat. Pemayung adalah “orang yang memayung. Payung digunakan untuk kedatangan Raja dari Jambi ketika mendatangi dusun-dusun yang dilewati Raja. Setiap dusun kemudian mengantarkan Raja dari satu dusun ke dusun lain.


Sebagai orang kepercayaan Raja, maka “orang yang memayung” merupakan Dubalang Raja. Selain menjaga keselamatan Raja, maka Dubalang Raja juga bertindak untuk “memayung Raja’. Sehingga keselamatan Raja ditentukan sebagai “orang kepercayaan” untuk menjaga secara fisik.


Sedangkan Di Dusun Bajubang Laut, Pemayung adalah “pelayan Raja”. Dusun Tuonya dikenal “Dusun Gedang”.


Wilayah Marga Pemayung Ulu cukup luas. Berbatasan dengan Marga Mestong, Marga Batin 5, Marga Pemayung Ilir, Marga Marosebo Ilir, Marga Tungkal Ulu dan berbatasan langsung dengan Propinsi Sumsel.


“Puyang” orang Pemayung berasal dari Marga VII Koto. Dengan mengilir Sungai Batanghari kemudian menetap di daerah wilayah Marga Pemayungan Ulu. Namun sebagian meyakini berasal dari “Puyang” Datuk Paduko Berhalo.


Sedangkan di Dusun Bajubang Laut, mereka meyakini “puyang” berasal dari Piagam Jambi yang “Pangeran Singodilago”.


Menurut Mukti Nasruddin didalam bukunya, Jambi Dalam Sejarah, Sultan Jambi yang kemudian di buang di Pulau Banda tahun 1690 adalah Sultan Abdul Mahyi Sri Ingalago. Sehingga yang disebutkan oleh masyarakat Dusun Bajubang Laut “Pangeran Singodilago” adalah Sultan Abdul Mahyi Sri Ingalago.


Dengan demikian, maka wilayah Marga Pemayung Ulu merupakan wilayah Kerajaan Tanah Pilih dan kemudian menjadi Kerajaan Jambi.


Sebagai keturunan dari Kerajaan Jambi, masih dikenal gelar seperti “Raden, kemas atau Nyimas’.


Di Dusun Bajubang Darat, istilah Raden dan Kemas/Nyimas menunjukkan derajat kebangsawan. Raden merujuk kepada keturunan anak tertua Raja. Sedangkan Kemas/nyimas menunjukkan keturunan anak raja yang kecil yang kemudian menjadi Raja.


Dusun-dusun yang termasuk kedalam Marga Pemayung Ulu adalah Dusun Kuap, Dusun Kubu Kandang, Dusun Tebing Tinggi, Dusun Rantau Puri, Dusun Bajubang Darat, Dusun Sungai Baung, Dusun Aro, Dusun Olak, Dusun Singoan, Dusun Teratai, Dusun Durian Hijau, Dusun Napal Sisik, Dusun Muara Bulian. Dusun Tenam.


Sedangkan menurut tutur di Dusun Bajubang Darat, Dusun-dusun yang termasuk kedalam Marga Pemayung Ulu adalah Dusun Baung, Dusun Muara Singoan, Dusun Olak, Dusun Durian hijau, Dusun Rantau Puri, Dusun Tebing Tinggi, Dusun Kubu Kadang, Dusun Kuap, Dusun Muara Bulian, Dusun Malapari, Dusun Napal Sisik, Dusun Muara Bulian Lamo, Dusun Pelayangan, Dusun Pematang Lalang, Dusun Bajubang Laut, Dusun Rantau Puri dan Dusun Sungai Baung.


Di Dusun Bajubang Darat, dikenal 15 Dusun dalam Marga Pemayung Ulu. Sedangkan di Tebing Tinggi dikenal 14 Dusun.


Namun yang unik, di Dusun Bajubang Darat, dikenal nama Dusun Malapari, Dusun Pelayangan, Dusun Pematang Lalang. Sedangkan di Dusun Tebing Tinggi mengenal Dusun Aro, Dusun Teratai dan Dusun Tenam.


Selain itu mengenai Bajubang, di Dusun Bajubang Laut mengenal dua buah tempat Bajubang. Yaitu Bajubang Darat dan Bajubang Laut. Bajubang Darat kemudian menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Bajubang.


Disebut Dusun Tebing Tinggi, karena memang dusunnya terdapat tebing yang tinggi. Sehingga tidak mengalami banjir.


Sebelum Dusun ini dijadikan tempat pemukiman, penduduk masih tinggal sebelah Timur Baluran Rimbo dekat Sungai Batanghari yang disebut Kuburan Rangkiling. Namun sering mengalami banjir sehingga pemuiman dipindahkan Sungai Peneradan Muara Sungai Muruh.


Didaerah yang baru yang tidak mengalami banjir, maka kemudian diusulkan nama Dusun menjadi Dusun Tebing Tinggi.

Masyarakat kemudian bertutur. Sebelumnya terdapat dua beradik yang bernama Kanggun dan Nyai Betet. Datuk Kanggun tinggal di Dusun Tebing Tinggi sedangkan Nyai Betet kemudian bermukin di Rantau Puri.


*Data dari berbagai sumber 



Advokat. Tinggal di Jambi