Ne bis in idem adalah larangan memeriksa perkara hingga 2 kali. Ne bis in idem menyebutkan, Pengertian asas ne bis in idem adalah terhadap perkara yang sama tidak dapat diadili untuk kedua kalinya.
Asas ne bis in idem terdapat didalam Hukum di Indonesia.
Dilapangan hukum pidana, asas ne bis in idem dapat dilihat didalam pasal 76 ayat (1) KUHP. “seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Sehingga terhadap perkara yang kemudian putusan bebas (vrijspraak), lepas (onstlag van alle rechtsvolging) atau pemidanaan (veroordeling) maka tidak dapat diperiksa kembali (Pasal 75 ayat (2) KUHP).
Didalam Hukum Perdata, asas ne bis in idem dapat dilihat didalam pasal 1917 KUHPer. “Apabila putusan yang dijatuhkan pengadilan bersifat positif (menolak untuk mengabulkan), kemudian putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dalam putusan melekat ne bis in idem”.
Menurut M. Yahya Harahap, terhadap perkara yang pihak sama dan obyeknya sama maka tidak boleh diajukan kedua kalinya
Selain itu, MK juga mengenal asas ne bis in idem. Pasal 60 ayat (1) UU MK menegaskan “terhadap pengajuan UU baik terhadap materi muatan ayat, pasal dan bagian UU, tidak dapat dimohonkan kembali.
Dalam praktek hukum acara perdata, berdasarkan Surat Edaran MA No.3 Tahun 2002 ditegaskan kembali memeriksa perkara yang sudah diputuskan.
Aturan ini kemudian menegaskan pengulangan perkara dengan Obyek dan subyek yang sama dan telah diputuskan Serta mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Disisi lain, berbagai putusan MA telah mengatur tentang asas ne bis in idem. Pada dasarnya asas hukum ne bis in idem adalah bahwa baik para pihak yang berperkara (subject) maupun barang yang disengketakan (object) dalam gugatan perdata tersebut adalah sama (Putusan MA No.1456 K/Sip/1967). Ini juga ditegaskan didalam Putusan Mahkamah Agung No.1121 K/Sip/1973, Putusan MA No.1149 K/Sip/1982. Putusan MA No.1226 K/Pdt/2001.
Bahkan didalam Putusan MA No.547 K/Sip/1973, asas ne bis in idem, tidak hanya ditentukan oleh kesamaan para pihaknya saja, melainkan juga adanya kesamaan dalam “objek sengketa” nya.
Selain itu meskipun uraian perkara tidak sama dengan gugatan sebelumnya namun adanya kesamaan subyek dan obyek serta status hukum Tanah yang telah diputuskan oleh putusan hakim sebelumnya yang Sudah memiliki kekuatan hukum Tetap (inkracht) dengan demikian maka perkara yang Sedang diperiksa tidak boleh dikabulkan. Karena adanya asas “ne bis in idem” (Putusan MA No. 123 K/Sip/1968).
Namun berbeda apabila para pihaknya kemudian berbeda. Menurut Putusan MA No.102 K/Sip/1972, didalam perkara yang Sedang disidangkan ternyata para pihak berbeda dengan perkara perkara sebelumnya, walaupun sudah diputuskan, maka tidak ada asas nebis in idem.
Terhadap perkara yang masuk, apabila adanya sudah diputuskan sebelumnya maka kemudian perkara harus dinyatakan tidak dapat diterima (Putusan MA No. 350 K/Sip/1970, Putusan MA No. 497 K/Sip/1973.
Namun perkara dapat diajukan apabila putusan belum memasuki pokok perkara. Atau perkara dinyatakan tidak dapat diterima (Putusan MA No.878 K/Sip/1977, Putusan MA No.1990 K/Pdt/2000.
Pada dasarnya asas Ne bis in idem untuk larangan memeriksa perkara hingga 2 kali yang kemudian diterapkan didalam lapangan hukum pidana (Pasal 76 ayat (1) KUHP dan Pasal 75 ayat (2) KUHP). Maupun didalam Lapangan hukum Perdata (Pasal 1917 KUHPer).
Asas Ne bis in idem selain memberikan kepastian hukum juga memberikan Keadilan para pihak yang telah berjuang di Pengadilan.